PEREMPUAN DILARANG MELEMBUTKAN SUARA DI HADAPAN LAKI-LAKI ASING

PEREMPUAN DILARANG MELEMBUTKAN SUARA DI HADAPAN LAKI-LAKI ASING

Salah satu perkara yang patut diwaspadai oleh perempuan adalah merendahkan suara ketika berbicara dengan laki-laki asing. Ia tidak boleh melembutkan, memperlama, memperindah, dan memperbagus ucapan. Hendaklah ia menyingkat ucapan secukupnya, sebab memperlama ucapan hanya menambah semangat orang yang lemah iman untuk berbincang dan berlama-lama dengannya. Kemudian setan menjadikan indah suara dan ucapan perempuan tersebut. Ujungnya, mereka melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman:

فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِيْ فِيْ قَلْبِهٖ مَرَضٌ وَّقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا

Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS al-Ahzab: 32)

Maksudnya, ketika berbicara dengan laki-laki atau berbicara dengan suara yang didengar oleh laki-laki, seorang perempuan jangan bersikap dan berbicara lembut. Sikap dan berbicara seperti itu dapat membangkitkan birahi orang yang di dalam hatinya ada penyakit sehingga ia berkeinginan untuk melakukan zina.

Hal yang mengeharankan di zaman sekarang adalah banyak laki-laki berbicara dengan suara datar dan tenang. Sebaliknya, kita menyaksikan sebagian perempuan berbicara dengan suara tinggi tanpa rasa malu, mengobral ucapannya, tertawa terbahak-bahak, dan melontarkan kata-kata kotor di rumah, pasar, dan tempat lain. Ketahuilah bahwa tubuh yang sakit berawal dari jiwa yang sakit dan akhlak yang tidak baik.

Jika rasa malu seorang perempuan sudah tercabut dari dirinya, maka ucapkan saja kepadanya, “Selamat tinggal harga dirimu”, karena harga dirinya tidak akan pernah kembali.

Dari Ibnu Mas’ud al-Badri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْت

Sesungguhnya di antara perkara yang diketahui manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.’” (HR al-Bukhari)

Hadis ini menjadi dalil bahwa malu adalah perisai bagi seseorang dari perbuatan yang dapat memudaratkan agamanya atau merusak akhlak dan muru’ahnya. Jika rasa malu hilang dari seseorang, maka dia tidak peduli dengan keburukan apapun yang dilakukannya.

Sifat malu termasuk bagian dari iman. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpapasan dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar yang sedang menasihati saudaranya tentang malu.

Nabi shallallahu ‘alalhi wa sallam bersabda,

دَعْهُ، فَإِنَّ الْـحَيَاءَ مِنَ الْإيْمَـانِ

Biarkan dia, karena malu adalah bagian dari iman.” (HR al-Bukhari, Muslim dan selainnya)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْحَيَاءَ وَالإِيمَانَ قُرِنَا جَمِيعًا، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ‏

Sesungguhnya rasa malu dan keimanan adalah dua hal yang saling berhubungan. Jika yang satu dicabut, maka yang lain pun akan tercabut.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim. Lihat Shahih at-Targhib wa Tarhib)

Intinya adalah bahwa seorang perempuan hendaklah tidak melembutkan, memperlama, memperindah dan memperbagus ucapan di depan laki-laki asing.

Baca juga: LAKI-LAKI DILARANG MENYERUPAI PEREMPUAN ATAU SEBALIKNYA

Baca juga: HUKUM PEREMPUAN MEMENDEKKAN RAMBUT

Baca juga: MEMAKAI PAKAIAN PENDEK, TIPIS, DAN KETAT

Rujukan:

1. Abdul Lathif bin Hajis al-Ghamidi, Mukhalafat Nisa’iyyah, 100 Mukhalafah Taqa’u fihal Katsir minal Nisa’ bi Adillatiha asy-Syar’iyyah,

2. Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Lathif al-Mannan fi Khulashah Tafsir al-Qur’an,

3. Dr Amin bin ‘Abdullah asy-Syaqawi, ad-Durar al-Muntaqa min al-Kalimat al-Mulqa Durusun Yaumiyyah.

Adab