Sering terjadi dalam jual beli pengajuan syarat-syarat transaksi. Penjual dan pembeli atau salah satu dari keduanya mengajukan satu atau lebih syarat.
Para fukaha mendefinisikan ‘syarat dalam jual beli’ sebagai bentuk permohonan yang mengharuskan salah satu pihak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi pihak yang memohon sebagai akibat dari transaksi. Menurut mereka, syarat dalam jual beli tidak berlaku kecuali bila disebutkan di tengah transaksi. Karenanya, syarat yang disebutkan sebelum atau setelah transaksi tidak sah secara hukum.
Syarat dalam jual beli terbagi menjadi dua: syarat yang sah dan syarat yang tidak sah (rusak).
Syarat yang Sah
Syarat yang sah adalah syarat yang tidak menyelisihi tujuan dari sebuah transaksi. Syarat ini bersifat mengikat dan harus dipenuhi. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ
“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil)
Selain itu, hukum asal suatu syarat adalah sah kecuali dibatalkan dan dilarang oleh syariat.
Syarat yang dianggap sah terbagi menjadi dua jenis:
1️⃣ Syarat demi kemaslahatan transaksi, yaitu syarat yang menjadikan transaksi lebih kuat dan maslahatnya kembali kepada yang mensyaratkan. Contohnya adalah mensyaratkan barang jaminan (borg) atau penjamin. Syarat semacam ini dapat menenangkan penjual. Contoh lain adalah mensyaratkan jangka waktu tertentu bagi sebagian atau seluruh harga yang harus dibayarkan. Syarat semacam ini bermanfaat bagi pembeli. Jika syarat-syarat ini terpenuhi, maka transaksi jual beli menjadi sah dan mengikat.
Demikian halnya bila pembeli mensyaratkan sifat tertentu pada barang yang akan dibeli, seperti kualitas yang baik atau produk dan merek tertentu, mengingat naik-turunnya minat pembeli sangat tergantung pada kualitas dan merek. Jika barang yang dibeli ternyata sifatnya sesuai dengan yang diinginkan pembeli, maka transaksi jual beli menjadi sah dan mengikat. Jika tidak sesuai dengan yang diinginkan, maka pembeli berhak membatalkan transaksi atau menerimanya dengan memperoleh ganti rugi yang sesuai. Ia menaksir harga barang yang dibeli dengan semua syarat yang terpenuhi. Ia juga menaksir cacat yang ada (hilangnya syarat yang diminta). Selisih harga yang muncul adalah nilai yang diberikan kepada pembeli jika ia memintanya.
2️⃣ Di antara syarat yang dianggap sah dalam jual beli adalah bila salah satu pihak mengajukan syarat kepada pihak yang lain untuk memberikan suatu manfaat yang mubah dalam barang yang dibeli.
Misalnya, penjual mensyaratkan agar diizinkan menempati rumah yang dijual selama waktu tertentu, atau diizinkan mengendarai hewan atau kendaraan yang dijual hingga tempat tertentu. Dalilnya adalah hadis dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjual seekor unta dengan syarat beliau masih boleh menunggangi unta tersebut sampai Madinah. (Muttafaq ‘alaih)
Hadis ini menunjukkan diperbolehkannya menjual hewan tunggangan sambil mengajukan syarat berupa masih boleh menunggangi hewan tersebut hingga lokasi tertentu. Adapun selain hewan, maka tinggal dikias saja.
Demikian pula bila pembeli mengajukan syarat kepada penjual agar ia melakukan pekerjaan tertentu yang berkaitan dengan barang yang dibeli. Contohnya, ia membeli setumpuk kayu bakar dengan syarat kayu tersebut diantar ke tempat tertentu, atau membeli selembar kain dengan syarat kain tersebut dijahit.
Syarat yang Tidak Sah (Rusak)
Syarat semacam ini ada beberapa jenis:
1️⃣ Syarat yang tidak sah dan membatalkan transaksi secara total. Contohnya: Jika salah satu pihak mensyaratkan transaksi lain kepada pihak kedua, misalnya dengan mengatakan, “Barang ini aku jual kepadamu dengan syarat kamu mengontrakkan rumahmu kepadaku,” atau mengatakan, “Barang ini aku jual kepadamu dengan syarat kamu menjadikanku partner dalam usahamu atau dalam kepemilikan atas rumahmu,” atau mengatakan, “Barang ini aku jual kepadamu seharga sekian dengan syarat kamu memberiku pinjaman uang sekian.”
Syarat semacam ini hukumnya tidak sah dan membatalkan transaksi secara keseluruhan. Nabi melarang dua transaksi dalam satu akad jual beli. (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan an-Nasa-i. Disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam Shahih al-Jami’)
2️⃣ Di antara syarat-syarat yang tidak sah dalam jual beli adalah syarat yang dianggap rusak namun tidak membatalkan transaksi. Contohnya: Pembeli mengajukan syarat kepada penjual bahwa jika terjadi kerugian, maka ia boleh mengembalikan barang tersebut. Contoh lain: Penjual mengajukan syarat kepada pembeli agar ia tidak menjual barang tersebut dan yang semisalnya. Syarat-syarat seperti ini dianggap rusak dengan sendirinya karena bertentangan dengan konsekuensi dari transaksi jual beli, yaitu pembeli bebas melakukan apa saja terhadap barang yang telah dibelinya secara mutlak. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنِ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ، فَهُوَ بَاِطٌل، وَإِنْ كَانَ مِئَةَ شَرْطٍ
“Barangsiapa mensyaratkan suatu syarat yang tidak sesuai dengan Kitabullah, maka syarat tersebut batil walaupun seratus syarat.” (Muttafaq ‘alaih)
Kitabullaah di sini maksudnya hukum Allah Ta’ala yang termasuk pula sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Meskipun demikian, jual beli tidak serta merta menjadi batal karena syarat yang batil. Dalam kisah Barirah, yaitu ketika penjual (sang majikan) mengajukan syarat agar Barirah tetap berwala kepadanya setelah dimerdekakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membatalkan syarat tersebut dan tidak membatalkan jual beli itu sendiri. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الْوَلَاءُ لِمَنْ أَعْتَقَ
“Wala itu hanyalah bagi orang yang memerdekakan.”(Muttafaq ‘alaih)
Seorang muslim yang berprofesi sebagai pedagang hendaklah mempelajari hukum-hukum jual beli beserta syarat-syaratnya, baik syarat yang dianggap sah maupun tidak. Hal ini agar ia memiliki pengetahuan yang jelas dalam bermuamalah, juga demi menghindari terjadinya perselisihan dan persengketaan antar sesama muslim. Kebanyakan sengketa dan perselisihan muncul akibat kejahilan terhadap hukum jual beli, atau karena mereka menetapkan syarat-syarat yang tidak sah dalam bertransaksi.
Baca juga: HUKUM JUAL BELI
Baca juga: JUAL BELI YANG DILARANG
Baca juga: MENJUAL SESUATU YANG TIDAK DIMILIKI
Baca juga: HUKUM SALAM
(Syekh Dr Shalih bin Fauzan al-Fauzan)