Setelah sujud, langkah berikutnya dalam salat adalah bangun dari sujud sambil membaca takbir tanpa mengangkat kedua tangan, lalu duduk di antara dua sujud seukuran lamanya sujud.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Kemudian beliau bertakbir ketika bersujud, lalu bertakbir ketika bangun (dari sujud).” (HR al-Bukhari)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma terkait tidak mengangkat kedua tangan saat sujud, “Dan beliau tidak melakukan hal itu (mengangkat kedua tangan) ketika sujud, begitu pula ketika bangun dari sujud.” (HR an-Nasa-i)
Dari al-Barra bin Azib radhiyallahu ‘anhu, “Lama rukuk Nabi, demikian pula sujud, bangun dari rukuk, dan duduk di antara dua sujud adalah hampir sama.” (HR al-Bukhari)
Posisi Duduk di antara Dua Sujud
Berikut adalah penjelasan posisi duduk di antara dua sujud:
1. Duduk iftirasy
Duduk iftirasy adalah duduk dengan membentangkan kaki kiri, yaitu menjadikan kaki kiri sebagai hamparan. Kaki kiri dan punggung telapak kaki kiri menempel di tanah dengan telapak kaki bagian dalam mengarah ke atas. Kaki kanan ditegakkan dengan jari-jari kaki kanan di atas tanah dan tumit di bagian atasnya. Betis dan paha kanan berada pada posisi rebah, tidak tegak.
Dari Abdullah bin Abdullah bin Umar, bahwa ia melihat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma duduk bersila ketika salat. Aku pun melakukannya. Saat itu aku masih belia. Lalu Abdullah bin Umar melarangku (melakukan hal seperti itu). Ia berkata, “Sunah salat adalah engkau menegakkan kaki kanan dan membentangkan kaki kiri.” Aku berkata, “Tapi engkau melakukannya.” Ia berkata, “Kedua kakiku tidak kuat menahan tubuhku.” (HR al-Bukhari)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Beliau membentangkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya.” (HR Muslim)
Dari Ibnu Umar Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Termasuk sunah salat adalah engkau menegakkan kaki kanan, menghadapkan jari-jari ke kiblat, dan duduk di atas kaki kiri.” (HR an-Nasa-i)
2 Duduk iq’a’
Duduk iq’a’ adalah menegakkan kedua kaki dan duduk di atas kedua tumit kaki.
Dari Thawus, “Kami berkata kepada Ibnu Abbas terkait duduk di atas kedua tumit. Ia berkata, ‘Itu sunah.’ Kami kemudian berkata kepadanya, ‘Kami memandangnya sebagai tindakan kasar seseorang.’ Ibnu Abbas berkata, ‘Yang benar, itu adalah sunah nabimu.’” (HR Muslim)
3. Meletakkan telapak tangan kiri dengan jari-jari rapat dan lurus di atas paha kiri, atau boleh juga dengan meletakkannya di atas lutut seperti posisi menggenggam lutut.
4. Meletakkan telapak tangan kanan di atas paha kanan atau di ujung lutut; menggenggam tiga jari, yaitu jari kelingking, jari manis, dan jari tengah, melekatkan jari tengah dengan ibu jari, atau boleh juga menggenggam jari kelingking, jari manis, dan melingkarkan jari tengah dengan ibu jari hingga membentuk lingkaran, mengangkat jari telunjuk, menggerakkan jari telunjuk, bukan terus digerakkan dan bukan pula terus diam, cukup berisyarat ketika berdoa. Misalkan ketika berdoa, “Ya Rabb, ampunilah aku,” lalu mengangkat jari telunjuk, “Rahmatilah aku,” lalu mengangkat jari telunjuk, “Semoga kesejahteraan terlimpah kepadamu,” lalu mengangkat jari telunjuk, “Semoga kesejahteraan terlimpah kepada kami,” lalu mengangkat jari telunjuk.
Bacaan-bacaan ini juga termasuk doa, “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad,” “Ya Allah, berkahilah Muhammad,” “Aku berlindung kepada Allah dari siksa Neraka Jahanam, dari siksa kubur, dari fitnah hidup dan mati, dan dari fitnah al-Masih Dajjal,” dan seterusnya.
Setiap kali menyebut rangkaian kata doa seseorang menggerakkan ibu jarinya seraya mengisyaratkan ketinggian Mahapencipta yang ia seru.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, “Ketika duduk dalam salat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya, mengangkat jari telunjuk tangan kanan yang berada di sebelah ibu jari, lalu beliau berdoa dengan (isyarat) jari telunjuk, sementara tangan kiri berada di atas lutut dengan dibentangkan di atasnya.” (HR Muslim)
Dalam hadis lain disebutkan, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kanan di atas paha kanan, menggenggam semua jari-jari tangan, dan berisyarat dengan jari telunjuk yang berada di sebelah ibu jari. Dan beliau meletakkan tangan kiri di atas paha kiri.” (HR Muslim)
Dari Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu, “Ketika duduk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa. Beliau meletakkan tangan kanan di atas paha kanan, dan tangan kiri di atas paha kiri. Beliau berisyarat dengan jari telunjuk, meletakkan ibu jari di atas jari tengah, dan telapak tangan kiri menggenggam lutut (kiri) beliau.” (HR Muslim)
Dari Wa’il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Aku akan melihat bagaimana beliau salat.’ Ia berkata, ‘Beliau menghadap kiblat, lalu bertakbir dengan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak beliau, lalu menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan. Saat hendak rukuk, beliau mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak. Saat rukuk, beliau meletakkan kedua tangan di atas kedua lutut. Ketika bangun dari rukuk, beliau mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak. Saat sujud, beliau meletakkan kedua tangan di dekat wajah beliau dengan posisi seperti itu (sejajar dengan kedua pundak).’” (HR Ahmad)
Disebutkan dalam riwayat lain: “Beliau sujud, lalu meletakkan kedua tangan sejajar dengan kedua telinga beliau. Setelah itu beliau duduk. Beliau membentangkan kaki kiri, meletakkan tangan kiri di atas lutut kiri, dan meletakkan lengan tangan kanan di atas paha kanan. Setelah itu berisyarat dengan jari telunjuk, meletakkan ibu jari di atas jari tengah dan menggenggam jari-jari lainnya. Setelah itu beliau sujud dengan kedua tangan sejajar dengan kedua telinga.’” (HR Ahmad)
Disebutkan dalam riwayat lain: “Setelah itu beliau menggenggam jari-jari beliau lalu melingkarkannya, setelah itu beliau mengangkat jari telunjuk, lalu aku melihat beliau menggerakkannya seraya berdoa dengan (isyarat) jari telunjuk.’” (HR Ahmad)
Abu Dawud juga meriwayatkan hadis serupa. (HR Abu Dawud)
Para pemberi catatan kaki kitab Zadul Ma’ad menyebutkan bahwa hadis ini sahih. Sementara sebagian lainnya menganggap hadits ini jayyid.
Adanya ketentuan ini yang berlaku dalam duduk tasyahud bukan berarti tidak berlaku secara umum di seluruh salat. Sebab, menurut pendapat yang rajih dari kalangan ahli ushul, ketika kata umum disebutkan, kemudian ada salah satu di antara bagian umum tersebut memiliki hukum yang sama, maka hal itu bukan berarti mengkhususkan kata umum tersebut. Ini pendapat mayoritas di kalangan ahli ushul.
Contoh: Ketika aku berkata, “Muliakanlah para penuntut ilmu,” dan aku misalnya memiliki dua puluh orang murid, lalu setelah itu aku berkata, “Muliakanlah si fulan,” dan si fulan termasuk di antara dua puluh murid tersebut, maka hal ini bukan berarti sembilan belas murid lainnya tidak dimuliakan.
Ini senada dengan firman Allah Ta’ala berikut, “Pada malam itu turun para malaikat dan Roh (Jibril).” (QS al-Qadr: 4) Roh (malaikat Jibril) disebut bukan dengan maksud untuk mengecualikan malaikat-malaikat lainnya.
Intinya, ketika ada salah satu bagian dari lafal umum disebut dan hukumnya sama seperti hukum lafal umum, maka hal itu tidak menunjukkan pengkhususan. Hanya saja, individu ini disebut karena suatu sebab, mungkin untuk memerhatikan individu tersebut, atau karena sebab lain.
Kembali ke persoalan duduk di antara dua sujud. Menurut sebagian besar ulama, (telapak) tangan kanan dihamparkan. Namun kalian tentu tidak dapat memastikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghamparkan tangan kanan beliau di atas paha. Siapa saja di antara kalian yang telah meneliti sunah yang menunjukkan bahwa (telapak) tangan kanan dihamparkan di atas paha saat duduk di antara dua sujud, silakan beritahukan kepadaku, karena aku sudah mencari-cari permasalahan ini dan aku tidak menemukan keterangan dalam sunah yang menunjukkan bahwa (telapak) tangan kanan dihamparkan. Karena tidak ada keterangan sunah yang menunjukkan (telapak) tangan kanan dihamparkan, maka sunahnya adalah (telapak tangan kanan) digenggam. Mengikuti sunah adalah lebih utama.
Meskipun ahli fikih menyatakan bahwa tangan kanan diletakkan di atas paha kanan dengan dihamparkan, namun cukup kami katakan bahwa tata cara salat terkait tangan kanan yang sesuai sunah adalah digenggam. Tidak ada keterangan dalam sunah yang menunjukkan tangan kanan dihamparkan. Untuk itu, kami tetap berpegang pada tata cara ini sampai ada keterangan sunah yang menunjukkan bahwa tangan kanan dibentangkan ketika duduk di antara dua sujud.
Aku sebelumnya mengatakan bahwa duduk di dalam salat ada tiga: duduk di antara dua sujud, duduk tasyahud awal, dan duduk tasyahud akhir. Satu sama lain berbeda. Duduk tasyahud akhir berbeda dengan duduk tasyahud awal, karena duduk tasyahud akhir adalah duduk tawarruk, sementara duduk tasyahud awal adalah duduk iftirasy. Posisi kedua tangan pada kedua duduk ini sama. Duduk di antara dua sujud sama seperti duduk tasyahud awal, yaitu duduk iftirasy. Hanya saja, duduk di antara dua sujud berbeda dengan duduk tasyahud awal, karena (telapak) tangan kanan diletakkan di atas paha dalam keadaan dibentangkan, sama seperti tangan kiri. Namun setelah membaca riwayat Wa’il bin Hujr, mau tidak mau aku harus mengikuti petunjuk hadis ini, meski alasan pendapatku sebelumnya cukup bagus. Namun karena sunah menunjukkan posisi tangan kanan ketika duduk di antara dua sujud dan ketika tasyahud (awal dan akhir) sama, mau tidak mau aku harus menyatakan seperti itu.
Baca juga: ZIKIR-ZIKIR SAAT RUKUK
Baca juga: BANGUN DARI RUKUK
Baca juga: SUJUD
Baca juga: UCAPAN SAAT SUJUD
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)