RUKUN SHALAT: SUJUD

RUKUN SHALAT: SUJUD

Salah satu rukun shalat adalah sujud. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Rabb-mu.” (QS al-Hajj: 77)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ: عَلَى الجَبْهَةِ

Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota tubuh: di atas dahi,” dan beliau mengisyaratkan dengan tangannya ke arah hidungnya,

وَالْيَدَيْنِ، وَالرُّكْبَتَيْنِ، وَأَطْرَافِ القَدَمَيْنِ

dua tangan, dua lutut, dan ujung-ujung kaki.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, sujud adalah keharusan dalam shalat, karena ia merupakan rukun yang tanpanya shalat tidak sah.

Dalam sujud, seseorang mengucapkan “سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى” Subhaana Rabbiyal A’la (Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Tinggi)

Renungkanlah hikmah di balik bacaan ini: Dalam rukuk, kamu mengucapkan Subhaana Rabbiyal ‘Adzim (Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Agung), karena posisi rukuk adalah posisi penghormatan. Sedangkan dalam sujud, kamu mengucapkan Subhaana Rabbiyal A’la (Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Tinggi), karena sujud adalah posisi merendahkan diri.

Seseorang meletakkan bagian tertinggi dari tubuhnya—yaitu wajah—ke posisi terendah dari tubuhnya—yaitu kedua kaki. Dalam sujud, dahi dan kedua kaki berada di tempat yang sama, menunjukkan puncak kerendahan diri. Oleh karena itu, kamu mengucapkan Subhaana Rabbiyal A’la (Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Tinggi), yang berarti Allah berada di atas segala sesuatu, Rabb-ku Yang Maha Tinggi, jauh dari segala kerendahan dan penurunan. Sedangkan aku menurunkan kepalaku—bagian tubuh yang paling mulia— ke tempat kaki dan alas kakinya.

Kemudian kita mengucapkan Subhaana Rabbiyal A’la dan mengulanginya sebanyak yang dikehendaki oleh Allah, tiga kali atau lebih sesuai dengan keadaan. Juga dianjurkan membaca  “سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي” Subhanaka Allahumma Rabbanaa wa bihamdika Allahummaghfirli (Maha Suci Engkau, Ya Allah, Rabb kami, dan dengan memuji-Mu, Ya Allah, ampunilah aku) serta “سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ المَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ” Subbuhun Quddusun Rabbul malaikati warruh (Yang Maha Suci, Maha Kudus, Rabb para malaikat dan Jibril).

Di dalam sujud, perbanyaklah doa sesuai dengan yang kamu kehendaki, baik urusan agama maupun dunia, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ، فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

Adapun dalam sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena sangat mungkin doa kalian akan dikabulkan.” (HR Muslim)

Beliau juga bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ

Keadaan seorang hamba yang paling dekat dengan Rabb-nya adalah ketika ia sedang sujud.” (HR Muslim)

Maka perbanyaklah doa, seperti memohon Surga, berlindung dari Neraka, meminta ilmu yang bermanfaat, amal saleh, dan iman yang teguh.

Selain itu, kamu juga bisa meminta kebaikan dunia, seperti rumah yang indah, istri yang salehah, anak yang saleh, kendaraan, dan lain-lain, karena doa adalah ibadah, meskipun terkait dengan urusan dunia. Allah Ta’ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Dan Rabb kalian berkata: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan.’” (QS Ghafir: 60)

Dia juga berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang berdoa kepada-Ku.” (QS al-Baqarah: 186)

Di masa-masa sulit ini (yaitu saat Perang Teluk Kedua pada tahun 1411 H), kita harus memperpanjang sujud dan memperbanyak doa, agar Allah menahan tangan-tangan orang zalim yang melampaui batas. Kita harus bersungguh-sungguh dalam berdoa dan tidak terburu-buru menanti jawabannya, karena Allah Maha Bijaksana. Mungkin Dia tidak mengabulkan doa pada kesempatan pertama, kedua, atau ketiga, agar manusia menyadari betapa mereka sangat membutuhkan Allah, sehingga mereka terus mengulang doa-doa mereka. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebaik-baik Hakim. Hikmah-Nya sangat sempurna, meski kita tidak sepenuhnya memahaminya. Namun, kita tetap harus melakukan apa yang Dia perintahkan kepada kita, yaitu memperbanyak doa.

Seseorang sujud setelah bangkit dari rukuk, dengan cara meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu, kemudian kedua telapak tangannya, lalu dahinya dan hidungnya. Dia tidak sujud dengan meletakkan kedua tangan terlebih dahulu, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal tersebut, seraya bersabda,

إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَبْرُكْ بُرُوكَ البَعِيرِ

Apabila salah seorang dari kalian sujud, maka janganlah dia turun seperti turunnya unta.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Ahmad. Disahihkan oleh Syekh al-Albani sebagaimana dalam Shahih Al-Jami’).

Cara turunnya unta adalah dengan meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu, sebagaimana terlihat secara umum. Siapa pun yang memperhatikan unta saat duduk akan mendapati bahwa ia meletakkan tangannya terlebih dahulu. Oleh karena itu, janganlah kamu meletakkan tangan terlebih dahulu ketika sujud, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal tersebut. Sebab, menyamakan manusia dengan hewan, terutama dalam shalat, adalah sesuatu yang tidak diinginkan.

Allah Ta’ala tidak menyebutkan perumpamaan anak keturunan Adam dengan hewan kecuali dalam konteks celaan. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ

Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan hingga dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajatnya) dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya yang rendah. Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya, ia menjulurkan lidahnya, dan jika kamu membiarkannya, ia tetap menjulurkan lidahnya.” (QS al-A’raf: 175-176)

Allah Ta’ala berfirman:

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.” (QS al-Jumu’ah: 5)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

العَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالكَلْبِ يَقِيءُ، ثُمَّ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ

Orang yang menarik kembali pemberiannya adalah seperti anjing yang muntah, lalu kembali memakan muntahnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الَّذِي يَتَكَلَّمُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا

Orang yang berbicara ketika imam berkhotbah pada hari Jum’at adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab.” (HR Ahmad. Syekh al-Albani mendhaifkan sanadnya karena terdapat Mujalid bin Sa’id. Lihat al-Misykat)

Oleh karena itu, kamu melihat bahwa perumpamaan bani Adam dengan hewan tidak disebutkan kecuali dalam keadaan tercela. Atas dasar itu, orang yang shalat dilarang turun seperti unta yang mendahulukan kedua tangannya. Cara yang benar adalah mendahulukan kedua lutut, kecuali jika ada udzur, seperti seorang laki-laki tua yang merasa kesulitan untuk menurunkan kedua lututnya terlebih dahulu. Dalam kondisi tersebut, tidak mengapa. Begitu juga jika seseorang sedang sakit, atau ada gangguan pada kedua lututnya, atau hal-hal serupa.

Sujud harus dilakukan dengan bertumpu pada tujuh anggota badan: dahi (serta hidung), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung-ujung kaki. Inilah tujuh anggota badan yang diperintahkan kepada kita untuk bersujud di atasnya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan inilah yang diperintahkan oleh Rabb kita ‘Azza wa Jalla. Maka kita katakan: Kami dengar dan taat. Kita harus bersujud dengan tujuh anggota badan ini dalam setiap sujud. Selama dalam keadaan sujud, kita tidak boleh mengangkat salah satu dari anggota tersebut. Semua anggota itu harus tetap menyentuh tempat sujud selama sujud berlangsung.

Ketika dalam keadaan sujud, seseorang hendaklah merapatkan kedua kakinya dan tidak merenggangkannya

Terkait kedua lutut, tidak ada riwayat yang secara khusus menyebutkan hal tersebut, sehingga dibiarkan dalam keadaan alaminya.

Adapun kedua tangan, posisinya sejajar dengan pundak, yaitu setara dengan bahu, atau bisa sedikit dimajukan sehingga seseorang sujud di antara kedua tangannya. Dalam hal ini, terdapat dua cara (sifat):

Sifat pertama: Kedua tangan ditarik ke belakang hingga sejajar dengan bahu.

Sifat kedua: Kedua tangan dimajukan sedikit hingga sejajar dengan dahi.

Kedua cara ini telah diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hendaklah kamu menjauhkan kedua lenganmu dari sisi tubuh, serta mengangkat punggung. Namun, jika kamu berada dalam shaf (barisan) dan khawatir menyakiti orang di sebelahmu karena menjauhkan kedua lenganmu, maka janganlah melakukannya. Tidak sepantasnya kamu melaksanakan sunah yang bisa menyakiti saudaramu sesama muslim atau menyebabkan gangguan kepadanya

Aku telah melihat sebagian saudara yang sangat berusaha menerapkan sunah, namun mereka memanjangkan tubuh secara berlebihan ketika sujud, hingga hampir-hampir terlihat seperti sedang berbaring tengkurap. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini bertentangan dengan sunah dan merupakan bid’ah. Sunah yang benar adalah mengangkat dan meninggikan punggung saat sujud.

Sifat (cara) sujud yang aku singgung dari sebagian saudara ini, selain bertentangan dengan sunah, juga menyebabkan kelelahan yang besar bagi tubuh, karena beban dalam kondisi ini terpusat pada dahi dan hidung. Kamu juga akan mendapati seseorang merasa jenuh saat memperpanjang sujud dalam posisi tersebut.

Karena hal itu bertentangan dengan sunah dan menyiksa tubuh, maka jika kalian melihat seseorang sujud dengan cara seperti ini, arahkanlah dia kepada kebenaran dan katakan, “Ini bukan sunah.”

Dan Ketika sujud, hendaklah seseorang bersikap khusyuk kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dengan menghadirkan kesadaran akan ketinggian-Nya; karena kamu akan mengucapkan, ‘Subhana Rabbiyal A’la’ (Mahasuci Rabb-ku yang Mahatinggi), yaitu menyucikan Allah dari segala kekurangan dan penurunan, serta meyakini ketinggian-Nya. Kita meyakini bahwa Allah tinggi dengan Zat-Nya di atas semua makhluk-Nya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى

Sucikanlah nama Rabb-mu Yang Mahatinggi.” (QS al-A’la: 1)

Penetapan tentang ketinggian Allah dalam al-Qur’an dan sunah terlalu banyak untuk dihitung.

Ketika seseorang berdoa, ia mengangkat kedua tangannya ke langit kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Allah berada di langit, di atas segala sesuatu. Allah telah menyebutkan bahwa Dia beristiwa’ di atas ‘Arsy-Nya dalam tujuh ayat al-Qur’an. ‘Arsy adalah makhluk yang paling tinggi, dan Allah berada di atas ‘Arsy, Maha Tinggi lagi Maha Agung.

Baca juga: NIKMAT ISLAM

Baca juga: TATA CARA SHALAT ORANG YANG SAKIT

Baca juga: SUJUD SAHWI

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Fikih Riyadhush Shalihin