RUKUN SHALAT: MEMBACA AL-FATIHAH

RUKUN SHALAT: MEMBACA AL-FATIHAH

Termasuk dalam rukun shalat adalah membaca al-Fatihah. Membaca al-Fatihah merupakan rukun shalat yang tanpanya shalat tidak sah.  Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ

Bacalah apa yang mudah dari al-Qur’an.” (QS al-Muzzammil: 20)

Ini merupakan sebuah perintah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan makna dari kata ‘apa yang mudah’ dalam ayat tersebut, dan bahwa yang dimaksud adalah al-Fatihah.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

Tidak ada shalat bagi siapa yang tidak membaca al-Fatihah.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Beliau juga bersabda,

مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ

Barang siapa melaksanakan shalat tanpa membaca Ummul Qur’an (al-Fatihah) di dalamnya, maka shalat tersebut cacat.” (HR Muslim), artinya rusak dan tidak sah.

Oleh karena itu, membaca al-Fatihah merupakan rukun bagi setiap orang yang shalat, baik sebagai imam, makmum, maupun yang shalat sendirian. Hal ini karena nash-nash yang berkaitan dengan kewajiban membaca al-Fatihah bersifat umum dan tidak ada pengecualian. Jika Allah Ta’ala dan Rasul-Nya tidak memberikan pengecualian, maka kita wajib berpegang pada keumuman nash tersebut. Sebab, jika ada pengecualian, tentu Allah dan Rasul-Nya akan menjelaskannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ

Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) sebagai penjelasan atas segala sesuatu.” (QS an-Nahl: 89)

Tidak ada hadis sahih dan jelas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa kewajiban membaca al-Fatihah gugur bagi makmum, baik dalam shalat sirriyah maupun jahriyah. Namun, perbedaan antara shalat sirriyah dan jahriyah adalah bahwa dalam shalat jahriyah, makmum hanya membaca al-Fatihah, lalu diam dan mendengarkan bacaan imam.

Adapun dalam shalat sirriyah, makmum membaca al-Fatihah dan surat lainnya hingga imam rukuk. Namun, terdapat pengecualian yang dijelaskan dalam sunah, yaitu jika seseorang datang ketika imam sudah dalam keadaan rukuk. Dalam keadaan tersebut, kewajiban membaca al-Fatihah baginya gugur. Dalilnya adalah riwayat dari al-Bukhari tentang kisah Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, yang masuk ke masjid saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang rukuk. Abu Bakrah segera rukuk sebelum bergabung dalam shaf, lalu masuk ke dalam shaf. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, beliau bertanya,

أَيُّكُمُ الَّذِي رَكَعَ دُونَ الصَّفِّ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِّ؟

Siapa di antara kalian yang rukuk sebelum masuk shaf kemudian berjalan ke shaf?

Abu Bakrah menjawab, “Aku, wahai Rasulullah!”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلَا تَعُدْ

Semoga Allah menambah semangatmu, tetapi jangan ulangi lagi.” (HR al-Bukhari dan Abu Dawud)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memahami bahwa yang mendorong Abu Bakrah tergesa-gesa rukuk sebelum sampai ke shaf adalah keinginannya untuk mendapatkan rukuk bersama imam. Maka, beliau berkata kepadanya, “Semoga Allah menambah semangatmu, tetapi jangan ulangi lagi.” Maksudnya, jangan ulangi perbuatan rukuk sebelum masuk ke shaf dan jangan terburu-buru. Selain itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Jika kalian datang untuk shalat, hendaklah kalian tenang. Apa yang kalian dapati (bersama imam), maka ikutilah, dan apa yang tertinggal, maka sempurnakanlah.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan Abu Bakrah untuk mengganti rakaat yang ia percepat untuk mendapatkannya. Seandainya Abu Bakrah tidak sempat mendapatkan rakaat tersebut, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memerintahkannya untuk menggantinya, karena beliau tidak mungkin menunda penjelasan di saat dibutuhkan. Sebagai penyampai wahyu, beliau akan menjelaskan hal yang perlu kapan pun diperlukan. Oleh karena itu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyatakan bahwa Abu Bakrah tidak mendapatkan rakaat tersebut, kita mengetahui bahwa ia sebenarnya telah mendapatkannya. Dalam kondisi ini, kewajiban membaca al-Fatihah gugur baginya. Ada juga alasan lain yang mendukung dalil ini, yaitu bahwa kewajiban membaca al-Fatihah hanya berlaku saat berdiri, sedangkan berdiri dalam situasi ini gugur karena mengikuti imam. Maka, jika berdiri gugur, zikir yang wajib di dalamnya pun gugur.

Dalil dan alasan logis menunjukkan bahwa seseorang yang datang ketika imam sedang rukuk harus bertakbir untuk takbiratul ihram dalam keadaan berdiri, dan ia tidak perlu membaca al-Fatihah, melainkan langsung rukuk. Namun, jika dia bertakbir sekali lagi untuk rukuk, itu lebih baik. Jika tidak, maka tidak mengapa, dan takbir pertama sudah mencukupi baginya.

Seseorang wajib membaca al-Fatihah dalam keadaan berdiri. Adapun sebagian orang yang, ketika imam berdiri untuk rakaat kedua, tetap duduk dan tidak berdiri bersama imam saat membaca al-Fatihah, tindakan ini tidak sesuai. Mereka duduk sampai setengah bacaan al-Fatihah, baru kemudian berdiri, padahal mereka mampu untuk berdiri sejak awal.

Kami katakan kepada orang tersebut bahwa sesungguhnya bacaan al-Fatihahmu tidak sah, karena al-Fatihah harus dibaca dalam keadaan berdiri. Kamu mampu berdiri, namun kamu membaca sebagian darinya dalam keadaan duduk. Oleh karena itu, bacaanmu tidak sah.

Adapun bacaan selain al-Fatihah adalah sunah pada rakaat pertama dan kedua. Sedangkan pada rakaat ketiga dalam shalat Maghrib, atau rakaat ketiga dan keempat dalam shalat Dzuhur, Ashar, dan Isya, bacaan tersebut bukan sunah. Sunahnya adalah mencukupkan bacaan setelah dua rakaat dengan hanya membaca al-Fatihah.

Jika seseorang kadang-kadang membaca lebih dari al-Fatihah dalam shalat Ashar atau Dzuhur, hal itu tidak mengapa. Namun, yang utama adalah hanya membaca al-Fatihah pada dua rakaat setelah tasyahud pertama jika shalat itu terdiri dari empat rakaat, atau pada rakaat ketiga jika shalat itu terdiri dari tiga rakaat.

Baca juga: HUKUM SEPUTAR MASBUK

Baca juga: AL-FATIHAH ADALAH PENYEMBUHAN HATI DAN BADAN

Baca juga: MEMBACA AL-QUR’AN TANPA MENGGERAKKAN BIBIR

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Fikih Riyadhush Shalihin