Pada hari kelima bulan Dzulhijjah, dua puluh dua bulan setelah hijrah, Abu Sufyan datang secara diam-diam ke pinggiran kota Madinah dengan membawa dua ratus pasukan berkuda. Setibanya di Madinah, mereka berlindung di perkampungan Bani an-Nadhir. Setelah itu, mereka menyerang wilayah al-‘Aridh —sebuah lembah di Madinah yang terletak di sisi Harrah Waqim—, membunuh dua orang, dan membakar sebuah kebun kurma. Usai melakukan serangan itu, mereka segera melarikan diri menuju Makkah.
Ketika kaum muslimin mengetahui adanya penyusupan yang dilandasi dendam tersebut, mereka segera mengejar pasukan Abu Sufyan hingga sampai di Qarqarah al-Kudri. Namun, mereka tidak berhasil menemukan musuh. Yang mereka dapati hanyalah bekal-bekal musuh yang dibuang untuk meringankan beban selama pelarian.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat kembali ke Madinah, sebagian sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menginginkan perang untuk kami?” Beliau menjawab, “Ya.”
Peristiwa ini dinamakan Perang as-Sawiq (tepung) karena kebanyakan bekal yang dibuang oleh pasukan Abu Sufyan berupa tepung gandum.
Beberapa bulan kemudian, pada pertengahan Muharram, dua puluh tiga bulan setelah hijrah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar bersama dua ratus sahabat. Hal itu dilakukan setelah beliau mendengar kabar bahwa pasukan dari Bani Sulaim, Ghathafan, dan beberapa kabilah lain berkumpul di Qarqarah al-Kudri —sebuah mata air milik Bani Sulaim— untuk menyerang kaum muslimin. Namun, ketika Rasulullah dan para sahabat tiba di sana, pasukan tersebut telah melarikan diri, meninggalkan hewan ternak mereka yang kemudian menjadi harta rampasan perang bagi kaum muslimin.
Di antara ternak itu terdapat seorang budak bernama Yasar. Kaum muslimin memasukkannya ke dalam bagian yang menjadi milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau pun memerdekakannya.
Baca sebelumnya: PENGEPUNGAN DAN PENGUSIRAN BANI QURAIZHAH
(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)

