DILARANG MEMUKUL ISTRI DAN MENERTAWAKAN KENTUT

DILARANG MEMUKUL ISTRI DAN MENERTAWAKAN KENTUT

Memukul istri seolah-olah ia budak tawanan yang hina adalah perbuatan keji yang tidak pantas dilakukan oleh seorang suami.

Dari Abdullah bin Zam’ah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah. Dalam khotbahnya beliau menyebutkan unta Nabi Shalih dan orang yang membunuhnya. Beliau bersabda,

إِذَ انْبَعَثَ أشْقَاهَا. اِنْبَعَثَ لَهَا رَجُلٌ عَزِيزٌ، عَارِمٌ مَنِيعٌ فِي رَهْطِهِ

(Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka), maka bangkitlah dengan cepat orang yang terhormat, jahat, dan kuat dari kelompoknya.”

Kemudian beliau menyebutkan tentang perempuan dan memberi nasihat dalam pergaulan dengan perempuan dengan sabdanya,

يَعْمِدُ أحَدُكُمْ فَيَجْلِدُ امْرَأتَهُ جَلْدَ الْعَبْدِ، فَلَعَلَّهُ يُضَاجِعُهَا مِنْ آخِرِ يَومِهِ

Salah seorang dari kalian sengaja memukul istrinya seolah-olah mencambuk hamba sahaya, kemudian malam harinya ia menggaulinya.”

Kemudian beliau menasihati para sahabat yang menertawakan bunyi kentut dengan sabdanya,

لِمَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ؟

Mengapa salah seorang dari kalian menertawakan sesuatu yang ia sendiri melakukannya.” (Muttafaq ‘alaih)

PENJELASAN

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berkhotbah di hadapan para sahabat dengan dua macam khotbah, yaitu khotbah rutin dan khotbah insidental.

Khotbah rutin adalah khotbah yang diselenggarakan secara teratur, seperti Khotbah Jumat, khotbah dua hari raya, Khotbah Istiska, dan Khotbah Gerhana. Khotbah indisental adalah khotbah yang muncul dengan adanya sebab.

Beliau berkhotbah sambil berdiri di hadapan para sahabat. Dalam khotbahnya beliau memberi nasihat dan penjelasan kepada mereka.

Di beberapa kesempatan beliau berkhotbah di atas mimbar, di kesempatan yang lain beliau berdiri di atas tanah atau di atas unta, bahkan sambil bersandar pada salah seorang sahabat. Hal itu beliau lakukan sesuai keadaan dan waktu saat itu.

Di antara petunjuk beliau adalah bahwa beliau tidak pernah memberatkan, tidak pernah meminta sesuatu yang tidak ada, tidak menolak sesuatu yang sudah ada, kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam atau berlebihan.

Pada waktu itu Abdullah bin Zam’ah radhiyallahu ‘anhu mendengar Nabi shallallahu ‘alalhi wa sallam berkhotbah di atas untanya.

Di antara isi khotbahnya adalah, “Salah seorang dari kalian sengaja memukul istrinya seolah-olah mencambuk hamba sahaya.” Yakni memukul istri seolah-olah tidak ada hubungan antara dia dan istrinya, atau seolah-olah istrinya budak tawanan yang hina. Hal seperti ini tidak pantas dilakukan, karena hubungan seorang laki-laki dengan istrinya adalah hubungan istimewa yang dibina berdasarkan cinta dan kasih sayang yang sangat jauh dari perbuatan maupun perkataan keji.

Ia memukul istri seolah-olah memukuli budak, lalu malam harinya ia menggaulinya. Bagaimana kamu menggauli istrimu dan bersenang-senang dengannya di malam hari dengan penuh cinta, kenikmatan, dan syahwat sedangkan kamu siang harinya memukulinya seolah-olah memukuli seorang budak? Sungguh kedua perbuatan itu kontradiktif. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alalhi wa sallam mencela perbuatan keji ini. Sungguh benar Nabi shallallahu ‘alalhi wa sallam bahwa perbuatan ini tidak layak dilakukan oleh orang yang berakal, apalagi orang mukmin.

Kemudian beliau berbicara tentang tema yang lain, yaitu menertawakan bunyi kentut. Ketika seseorang berkentut dengan suara nyaring, orang yang di dekatnya menertawakan. Maka beliau menasihati mereka, “Mengapa salah seorang dari kalian menertawakan sesuatu yang ia sendiri melakukannya.”

Bukankah kamu juga berkentut seperti orang itu? Benar. Jika demikian, kenapa kamu menertawakannya? Sesungguhnya tertawa atau takjubnya seseorang terhadap sesuatu adalah apabila sesuatu itu tidak terjadi pada dirinya. Adapun jika terjadi juga pada dirinya, maka ia tidak pantas menertawakannya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur orang yang menertawakan orang yang berkentut karena berkentut adalah sesuatu yang keluar dari dirinya juga.

Di daerah tertentu orang tidak peduli jika orang lain yang duduk di sebelahnya berkentut dengan suara nyaring. Orang yang berkentut pun tidak malu dengan perbuatannya. Mereka menganggap bahwa berkentuk sama seperti bersin atau batuk. Di daerah lain orang-orang mengejek dan menertawakan orang yang berkentut dengan suara nyaring. Tentu saja ini bukan perbuatan yang pantas dilakukan.

Dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa manusia tidak pantas mengejek orang lain atas sesuatu yang dia sendiri biasa melakukannya. Jika kamu tidak mengejek diri sendiri, kenapa kamu mengejek orang lain?

Baca juga: MENJAGA RAHASIA HUBUNGAN SUAMI ISTRI

Baca juga: ISTRI BERPENAMPILAN MENARIK DI HADAPAN SUAMI

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Adab