KEADAAN MANUSIA DALAM MENGHADAPI MUSIBAH

KEADAAN MANUSIA DALAM MENGHADAPI MUSIBAH

Orang yang ditimpa musibah akan mengalami salah satu dari empat keadaan: marah, menahan diri (sabar), ridha, atau bersyukur.

1. Marah

Keadaan pertama terhadap musibah adalah marah. Marah terhadap musibah dilakukan dengan hati, lisan atau anggota badan. Marah dengan hati adalah memendam rasa kesal dan berburuk sangka kepada Allah Ta’ala atau hal-hal lain yang serupa dengan itu, serta merasa Allah menzalimi dirinya dengan musibah itu. Marah dengan lisan adalah seperti mencaci, memaki, dan melaknat. Marah dengan anggota badan adalah seperti menampar muka, membenturkan kepala, menjambak rambut, dan merobek pakaian.

Itulah sikap manusia ketika marah, sikap yang menyebabkan mereka terhalang dari pahala dan tidak selamat dari musibah. Bahkan pelakunya berdosa. Itu artinya dia mendapatkan dua musibah sekaligus: (1) musibah dalam agama lantaran marah terhadap takdir, (2) musibah dalam dunia yang menyakitkan dirinya.

2. Menahan Diri

Keadaan kedua terhadap musibah adalah menahan diri. Orang ini ketika tertimpa musibah tidak suka dengan musibah itu, bahkan membencinya. Akan tetapi, dia menahan diri, tidak melontarkan kata-kata yang membuat Allah murka, tidak melakukan sesuatu yang membuat Allah murka, dan tidak berburuk sangka kepada Allah. Dia bersabar walaupun benci terhadap musibah itu.

3. Ridha

Orang jenis ketiga ketika tertimpa musibah adalah berlapang dada terhadap musibah itu dengan sepenuh hati, seakan-akan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.

4. Bersyukur kepada Allah

Keadaan keempat terhadap musibah adalah bersyukur kepada Allah Ta’ala.

Ketika melihat sesuatu yang tidak disukainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,

الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

Alhamdulillah ‘alaa kulli haa (Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan).” (HR Ibnu Majah)

Beliau bersyukur kepada Allah karena Allah telah mempersiapkan balasan atas musibah itu yang lebih banyak daripada musibah yang menimpanya.

Dikisahkan bahwa ketika jari seorang wanita ahli ibadah terluka, dia memuji Allah. Orang-orang bertanya, “Mengapa kamu memuji Allah padahal jarimu terluka?” Dia menjawab, “Manisnya pahala atas musibah ini telah melupakan aku dari pahitnya sabar atas musibah ini.”

Baca juga: MACAM-MACAM SABAR

Baca juga: KEUNTUNGAN DARI MUSIBAH

Baca juga: TAKZIAH (BELASUNGKAWA) YANG MASYRU’ DAN YANG DILARANG

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Serba-Serbi