Pukulan telak yang diarahkan kepada Ibrahim dan hampir melenyapkan nyawanya justru dilayangkan oleh orang yang paling dekat dengannya, yaitu Azar, ayahnya yang kafir, seorang pembuat dan penjual berhala. Ia juga seorang penyembah berhala. Ia terus berpegang pada kekafiran dan kesyirikan yang ia anut. Ia terus menjaga dan menjual berhala, sebab ia adalah penjaga dan penjual berhala terbesar. Ia berdusta dan terus berdusta, hingga membenarkan kebohongan yang ia lakukan. Ia adalah utusan setan, jika bukan iblis berwujud manusia.
Ibrahim menghampiri ayahnya dan memanggilnya dengan penuh kesopanan, “Wahai ayahku!”
Ibrahim mengharapkan keselamatan bagi ayahnya. Ia menasihati ayahnya dengan lemah lembut dengan kata-kata yang lembut.
Ibrahim berbisik kepada ayahnya, “Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun? Wahai ayahku, sungguh telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku, janganlah engkau menyembah setan. Sungguh setan durhaka kepada Rabb Yang Mahapengasih. Wahai ayahku, aku sangat mengkhawatirkan engkau akan ditimpa azab dari Rabb Yang Mahapengasih, sehingga engkau menjadi teman setan.” (QS Maryam: 44-45)
Ibrahim mengeluarkan seluruh dalil dan bukti-bukti kebatilan penyembahan berhala. Ia menyampaikan dalil-dalil akan keesaan Allah, menakut-nakuti ayahnya dengan siksa Allah karena menyembah berhala atas perintah setan, dan membujuknya dengan ilmu yang Allah anugerahkan kepadanya.
Azar menyadari bahwa kata-kata anaknya benar. Ia juga meyakini bahwa anaknya diangkat menjadi nabi setelah melihat sejumlah mukjizat melalui tangan anaknya. Namun ia kehilangan akal dan bersikap bodoh. Ia tetap memilih kafir.
Dengan sombong Azar berkata, “Apakah engkau membenci tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim?” Ia heran dengan kebencian anaknya terhadap berhala dan patung. Ini sama seperti herannya orang gila terhadap kekuatan akal orang yang berakal. “Jika engkau tidak berhenti, engkau akan kurajam. Oleh karena itu, tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.” (QS Maryam: 46)
Akhirnya Ibrahim mengucapkan kata-kata yang diucapkan orang saleh ketika berhadapan dengan orang-orang jahil, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu. Aku akan memohonkan ampunan untukmu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS Maryam: 47)
Ibrahim memohonkan ampunan untuk ayahnya. Ia berdoa kepada Allah agar Dia memberi hidayah-Nya kepada ayahnya sehingga ayahnya beriman dan masuk Islam.
Ketika ayahnya mati di atas kekafiran, nyatalah bagi Ibrahim bahwa ia musuh Allah. Kemudian ia tidak lagi memohonkan ampunan untuk ayahnya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ اِبْرٰهِيْمَ لِاَبِيْهِ اِلَّا عَنْ مَّوْعِدَةٍ وَّعَدَهَآ اِيَّاهُۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهٗٓ اَنَّهٗ عَدُوٌّ لِّلّٰهِ تَبَرَّاَ مِنْهُۗ اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ لَاَوَّاهٌ حَلِيْمٌ
“Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya. Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS at-Taubah: 114)
Ibrahim adalah sosok yang tunduk kepada Allah, mengerti dan kembali kepada-Nya, dan banyak memohon ampun. Di antara wujud pemahaman Ibrahim yang mendalam adalah ia memohonkan ampun untuk ayahnya selama ayahnya masih hidup. Dan di antara wujud tobat Ibrahim adalah ia berhenti memohonkan ampun untuk ayahnya ketika ayahnya meninggal dunia dalam kekafiran. Setelah terbukti ayahnya memusuhi Allah, Ibrahim berdoa,
وَلَا تُخْزِنِيْ يَوْمَ يُبْعَثُوْنَۙ يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ اِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
“Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS asy-Syu’ara: 87-89)
Ibrahim membenarkan janji yang ia ucapkan kepada Rabbnya, seperti disebutkan dalam hadis riwayat al-Bukhari, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَلْقَى إِبْرَاهِيمُ أَبَاهُ آزَرَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَعَلَى وَجْهِ آزَرَ قَتَرَةٌ وَغَبَرَةٌ، فَيَقُولُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ: أَلَمْ أَقُلْ لَكَ لَا تَعْصِنِي؟ فَيَقُولُ أَبُوهُ: فَالْيَوْمَ لَا أَعْصِيكَ، فَيَقُولُ إِبْرَاهِيمُ: يَا رَبِّ، إِنَّكَ وَعَدْتَنِي أَنْ لَا تُخْزِيَنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ، فَأَيُّ خِزْيٍ أَخْزَى مِنْ أَبِي الْأَبْعَدِ؟ فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: إِنِّي حَرَّمْتُ الْجَنَّةَ عَلَى الْكَافِرِينَ، ثُمَّ يُقَالُ: يَا إِبْرَاهِيمُ، مَا تَحْتَ رِجْلَيْكَ؟ فَيَنْظُرُ، فَإِذَا هُوَ بِذِيخٍ مُلْتَطِخٍ، فَيُؤْخَذُ بِقَوَائِمِهِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ
“Ibrahim bertemu ayahnya, Azar pada Hari Kiamat. Pada wajah Azar terdapat asap dan debu. Ibrahim berkata kepadanya, ‘Bukankah sudah aku sampaikan kepadamu agar engkau tidak mendurhakaiku?’ Ayahnya berkata, ‘Pada hari ini aku tidak akan mendurhakaimu.’ Ibrahim kemudian berkata, ‘Wahai Rabb, Engkau pernah berjanji kepadaku untuk tidak menghinakan aku pada hari semua makhluk dibangkitkan. Lalu kehinaan apa lagi yang lebih hina daripada keberadaan ayahku yang jauh dariku?’ Allah Ta’ala berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengharamkan Surga bagi orang-orang kafir.’ Kemudian dikatakan kepada Ibrahim, ‘Wahai Ibrahim, (lihatlah) apa yang ada di bawah kedua kakimu!’ Ibrahim melihatnya. Ternyata seekor dubuk (hyena) yang kotor. Kaki-kaki hyena itu diraihnya, lalu dilemparkan ke Neraka.” (HR al-Bukhari)
Pada hari Kiamat wujud Azar diubah menjadi hyena, karena hyena adalah hewan yang sangat bodoh. Seperti itulah Azar, ia adalah orang yang sangat bodoh. Ia tahu anaknya benar, tetapi tetap ingkar dan tidak mau beriman kepadanya. Selain itu, hyena berbau busuk, meninggalkan makanan yang baik, dan malah memakan bangkai. Seperti itu pula Azar. Ia meninggalkan ibadah kepada Allah Yang Mahabaik yang menerima yang baik saja. Ia malah menyembah berhala-berhala yang sama sekali bukan apa-apa; bahkan bangkai pun bukan, karena bangkai pernah hidup sebelumnya. Tapi berhala murni benda mati tanpa nyawa. Selain itu, hyena memiliki tabiat bengkok alias menyimpang. Seperti itu juga Azar. Ia memiliki tabiat menyimpang dari kebenaran. Tidak seperti anaknya, al-khalil Ibrahim yang lurus dan menjauh dari kebatilan menuju kebenaran.
Kisah ini mengandung hiburan dan pelipur lara bagi orang-orang saleh yang memiliki kerabat atau keluarga yang tersesat. Nuh misalnya, anak dan istrinya tersesat. Ibrahim, ayahnya tersesat dan kafir. Luth, istrinya tersesat. Rasulullah, paman beliau tersesat dan kafir. Ini terjadi karena hidayah tidak berada di tangan manusia, tetapi di tangan Allah. Dia memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Allah menyampaikan khithab kepada sosok yang lebih mulia dari kita dan lebih menginginkan orang lain mendapat petunjuk.
Allah Ta’ala berfirman:
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ
“Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS al-Baqarah: 272)
Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
“Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki. Dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS al-Qashash: 56)
Kewajiban seorang rasul hanyalah menyampaikan. Ibrahim sudah berusaha semaksimal mungkin dan seikhlas mungkin menyampaikan. Tetapi hati ayahnya dibuat buta dan tuli oleh Allah. Dia lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
Baca sebelumnya: IBRAHIM AL-KHALIL
Baca setelahnya: API MENJADI DINGIN
(Dr Hamid Ahmad ath-Thahir)