Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS at-Taubat: 24)
Perkataan beliau, “Tidak beriman,” artinya tidak beriman dengan keimanan yang sempurna.
Ketahuilah wahai saudaraku sesama muslim, bahwa cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti cinta kepada Allah Ta’ala. Cinta kepada Rasulullah merupakan buah dari cinta kepada Allah. Oleh karena itu, seorang muslim wajib mendahulukan cinta kepada Rasulullah di atas cinta kepada dirinya, hartanya, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia.
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
لَا، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ
“Tidak, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.”
Kemudian Umar berkata, “Demi Allah, sesungguhnya sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْآنَ يَا عُمَرُ
“Sekarang barulah dikatakan cinta, wahai Umar.” (HR al-Bukhari)
Hadirnya kecintaan seseorang kepada orang lain bisa jadi disebabkan orang yang dicintai itu memiliki sifat-sifat terpuji atau telah berbuat baik kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan oleh Rabbnya:
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS al-Qalam: 4)
Jika kita perhatikan manfaat yang kita dapatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni bahwa beliau adalah orang yang telah mengeluarkan kita dari kegelapan kekufuran kepada cahaya keimanan, baik secara langsung maupun dengan sebab-sebab, maka kita akan mengetahui bahwa beliau menjadi sebab diri kita berada dalam kenikmatan yang kekal lagi abadi ini. Kita tahu bahwa manfaat yang kita peroleh dari beliau lebih besar daripada yang kita duga, yakni meliputi semua sisi perkara yang bermanfaat. Oleh karena itu, beliau lebih berhak mendapatkan kecintaan yang lebih besar dari kita daripada kecintaan kita kepada yang lain.
Akan tetapi, tingkat kecintaan manusia berbeda-beda sesuai dengan besar kecilnya perhatian dan kelalaian terhadap manfaat itu. Tidak diragukan bahwa para sahabat memiliki kecintaan yang sempurna karena kecintaan mereka merupakan buah dari ilmu mereka. Mereka adalah orang-orang yang lebih tahu tentang Rasulullah. Allah telah memberi taufik kepada mereka.
al-Qurtubi rahimahullah berkata, “Setiap orang yang beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan keimanan yang benar pasti memiliki rasa cinta kepada Rasulullah. Hanya saja tingkat kecintaan mereka berbeda-beda. Ada yang kecintaannya tinggi, cukup, dan rendah seperti yang terjadi pada orang yang berkubang dalam syahwat dan melalaikan sebagian besar waktunya.
Ketika teringat Nabi, kebanyakan mereka rindu ingin melihat beliau sehingga mereka lebih mengutamakan beliau di atas keluarga, anak, harta, maupun orang tuanya. Lalu mereka berusaha keras melakukan perkara-perkara yang sangat besar, sehingga benar-benar mendapati perasaan itu pada dirinya yang tidak diragukan lagi.”
Di antara tanda-tanda cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berpegang dengan sunah dan menunaikan perintah beliau.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS al-Ahzab: 36)
Dia juga menerangi dirinya dengan cahaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menunjuki dirinya dengan petunjuk beliau.
Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ جَاۤءَكُمْ مِّنَ اللّٰهِ نُوْرٌ وَّكِتٰبٌ مُّبِيْنٌۙ
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.” (QS al-Maidah: 15)
Firman-Nya Ta’ala:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ
“Katakanlah, ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian.” (QS Ali Imran: 31)
Dia berakhlak dengan akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana Firman-Nya Ta’ala:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu.” (QS al-Ahzab: 21)
Baca juga: CINTA DAN BENCI KARENA ALLAH
Baca juga: MENCINTAI ALLAH
Baca juga: KECINTAAN KEPADA ALLAH
(Dr Ahmad Mu’adz Haqqi)