Allah Ta’ala berfirman:
اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًاۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepada mereka, ‘Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kepada mereka,’ ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka. Mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah (sebagai penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik Pelindung.’” (QS Ali Imran: 173)
PENJELASAN
Ayat ini diturunkan berkaitan dengan para sahabat radhiyallahu ‘anhum, ketika mereka mengalami apa yang terjadi dalam Perang Uhud, yaitu luka-luka, cedera, dan gugurnya para syuhada. Lalu dikatakan kepada mereka bahwa Abu Sufyan telah berniat untuk menyerang kembali dan mengumpulkan pasukan untuk melawan kalian. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru mereka untuk menghadapi dan melawannya.
Sebanyak tujuh puluh orang di antara mereka gugur sebagai syuhada di jalan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sebagian sahabatnya radhiyallahu ‘anhum juga mengalami penderitaan yang berat. Namun, meskipun demikian, mereka tetap memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
اَلَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِلّٰهِ وَالرَّسُوْلِ مِنْۢ بَعْدِ مَآ اَصَابَهُمُ الْقَرْحُ ۖ لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا اَجْرٌ عَظِيْمٌۚ اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ
“…(yaitu) orang-orang yang menaati (perintah) Allah dan Rasul setelah mereka mendapat luka (dalam Perang Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan diantara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar, (yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian…’” (QS Ali Imran: 172-173)
Artinya, Abu Sufyan dan orang-orang yang bersamanya, dari kalangan pembesar Quraisy yang tersisa, telah berkumpul untuk melawan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tujuan untuk menghancurkan beliau. Namun, Allah tidak menghendaki kecuali untuk menyempurnakan cahaya-Nya.
Kepada para sahabat dikatakan, “Takutlah kepada mereka.” Namun, justru keimanan mereka semakin bertambah. Hal ini karena orang mukmin, semakin besar ujian dan tekanan yang dihadapinya, semakin bertambah keimanannya kepada Allah. Sebab, ia yakin bahwa kemenangan datang bersama kesabaran, kelapangan bersama kesulitan, dan bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Oleh karena itu, perkataan tersebut menambah keimanan mereka. Mereka pun berkata,
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah (sebagai penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik Pelindung.”
Kata “Cukuplah” berarti Allah mencukupi segala urusan besar dan musibah kami. Sedangkan “sebaik-baik Pelindung” menunjukkan bahwa Dia adalah sebaik-baik Pelindung, Mahatinggi dan Mahabesar. Maka Allah adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
Namun, Allah hanya menjadi penolong bagi orang yang memohon pertolongan kepada-Nya dan bergantung kepada-Nya. Sesungguhnya Dia ‘Azza wa Jalla adalah Yang Mahamulia dari segala yang mulia dan Yang Mahadermawan dari segala yang dermawan. Maka, jika seseorang mengarahkan segala urusannya kepada-Nya, Dia akan menolong, membantu, dan melindunginya. Akan tetapi, cobaan sering terjadi pada manusia, di mana mereka banyak berpaling, bergantung pada hal-hal materi, dan mengabaikan perkara-perkara spiritual.
Allah Ta’ala berfirman:
فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْۤءٌ
“Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah. Mereka tidak ditimpa suatu bencana.” (QS Ali Imran: 174)
Kaum musyrikin pergi tanpa mampu melancarkan tipu daya. Abu Sufyan dan orang-orang yang bersamanya mundur dalam kehinaan, tanpa keberanian untuk menyerang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagi para sahabat radhiyallahu ‘anhum, peristiwa ini dicatat sebagai kemenangan yang diraih tanpa pertempuran. Kepulangan mereka dianggap sebagai sebuah kemenangan tanpa peperangan.
Allah Ta’ala berfirman:
فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْۤءٌۙ وَّاتَّبَعُوْا رِضْوَانَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ
“Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah. Mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS Ali Imran: 174)
Kemudian Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَآءَهُۥ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya mereka hanyalah setan yang menakut-nakuti (kalian) dengan teman-teman setianya. Karena itu, janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian orang-orang beriman.” (QS Ali Imran: 175)
Firman Allah, “setan yang menakut-nakuti (kalian) dengan teman-teman setianya.” Artinya, dia (setan) menakut-nakuti kalian dengan mengatakan bahwa kalian adalah sekutunya, yaitu dia menanamkan rasa takut di hati kalian terhadap para sekutunya. Maka janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman.
Setan datang kepada seorang mukmin dan berkata, “Hati-hati jika kamu berbicara tentang si fulan, karena mungkin saja ia akan memenjarakanmu atau melakukan ini dan itu.” Dengan cara ini, setan mencoba menakut-nakuti. Namun, seorang mukmin tidak akan takut kepada pengikut-pengikut setan, karena Allah berfirman:
فَقَاتِلُوْٓا اَوْلِيَاۤءَ الشَّيْطٰنِ ۚ اِنَّ كَيْدَ الشَّيْطٰنِ كَانَ ضَعِيْفًا
“Maka perangilah kawan-kawan setan itu, (karena) sesungguhnya tipu daya setan adalah lemah.” (QS an-Nisa: 76) jika dibandingkan dengan kebenaran.
Maka, seseorang hendaklah tidak takut celaan orang dalam menjalankan agama Allah dan tidak takut kecuali kepada Allah. Ia harus senantiasa berjalan di atas petunjuk Allah ‘Azza wa Jalla. Jika perjalanannya berada di atas petunjuk Allah, maka ia tidak perlu takut kepada siapa pun.
Baca juga: SEBAIK_BAIK MANUSIA: PANJANG UMURNYA, BAIK AMALNYA
Baca juga: KEDUDUKAN KHAUF (RASA TAKUT)
Baca juga: MENOLAK KERAGUAN AKAN KEIMANAN
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)