ADAB BUANG HAJAT (ISTINJA)

ADAB BUANG HAJAT (ISTINJA)

Istinja secara bahasa artinya memotong (qath’u). Ucapan, “najautu asysyajarata” artinya aku memotong pohon itu.

Istinja menurut syara’ adalah menghilangkan sesuatu yang keluar dari salah satu dari dua saluran najis (kemaluan dan dubur) dengan air atau seumpamanya, seperti batu. Perbuatan ini sama dengan ‘memotong’ najis. Menurut pendapat yang mendekati kebenaran, menggunakan sesuatu yang bukan air seperti batu dalam beristinja sama seperti menggunakan air yang dapat menyucikannya dengan sempurna.

Berikut adalah adab beristinja:

1️⃣ Mengucapkan ‘Bismillaah’ (dengan nama Allah) ketika masuk WC atau kamar mandi

Ini adalah sunah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan riwayat dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 سِتْرُ مَا بَيْنَ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ إِذَا دَخَلَ الْكَنِيفَ أَنْ يَقُولَ بِسْمِ اللَّهِ

Penutup antara (penglihatan) jin dan aurat anak Adam ketika mereka masuk ke tempat buang hajat (WC) adalah mengucapkan bismillaah (dengan nama Allah).” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi. Disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam al-Irwa)

2️⃣ Mengucap ‘a’uudzubillaah minal khubutsi wal khabaa’its’

Ini juga merupakan sunah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tampat buang hajat, beliau selalu berdoa,

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan jin laki-laki dan jin perempuan.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Manfaat basmalah adalah untuk menutupi penglihatan jin agar tidak dapat melihat (tubuh) manusia (yang sedang telanjang), sedangkan manfaat isti’aadzah adalah agar mendapatkan perlindungan Allah Ta’ala dari kejahatan jin laki-laki dan jin perempuan, sebab tempat membuang hajat adalah kotor dan tempat yang kotor adalah sarang jin dan sarang setan. Oleh karena itu, sangat relevan apabila anak Adam yang hendak masuk ke tempat buang hajat mengucap ‘A’uudzubillaah minal khubutsi wal khabaaits’ sehingga dia tidak terkena kejahatan dan tidak terkena jiwa-jiwa yang jahat.

3️⃣ Ketika keluar dari tempat buang hajat, hendaklah mengucapkan غُفْرَانَكَ ‘Ghufraanaka’

Doa ini adalah sunah. Kita disunahkan untuk mengucapkan doa ini ketika keluar dari tempat buang hajat.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari tempat buang hajat, beliau biasa berdoa,

غُفْرَانَكَ ‏

Berilah aku ampunan-Mu.” (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Dihasankan oleh Syekh al-Albani dalam Shahih al-Jami’)

Maghfirah (ampunan) adalah menutupi dosa dan tidak lagi melakukannya. Diambil dari kata maghfir yang berarti sitr (tutupan) dan wiqaayah (perlindungan). Selain itu, makna “ghufraanaka” adalah berilah aku ampunan-Mu. Maksudnya, tutupilah dosa-dosaku dan maafkanlah kesalahan-kesalahanku sehingga aku selamat dari siksaan dan hinaan yang diakibatkan oleh dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan tersebut.

Ada yang mengatakan bahwa kecocokan bacaan masuk dan keluar tempat buang hajat adalah ketika manusia sudah merasa terbebas dari gangguan fisik, dia teringat dengan gangguan dosa. Dia pun memohon kepada Allah Ta’ala agar Dia membebaskannya dari gangguan dosa, sebagaimana Dia telah membebaskannya dari gangguan fisik. Kecocokan makna ini termasuk dalam bab mengingat sesuatu dengan sesuatu.

4️⃣ Mendahulukan kaki kiri saat masuk tempat buang hajat

Disunahkan mendahulukan kaki kiri saat masuk tempat buang hajat dan mendahulukan kaki kanan saat keluar dari tempat buang hajat. Ini adalah kias (analogi). Kanan didahulukan saat masuk mesjid sebagaimana yang terdapat dalam sunah, dan kiri didahulukan saat keluar masjid. Tempat buang hajat adalah kebalikan dari masjid.

5️⃣ Bertumpu pada kaki kiri

Disunahkan bertumpu pada kaki kiri saat buang hajat. Ulama menyebutkan dua alasan tentang hal ini:

🟢 Lebih memudahkan kotoran keluar. Namun, hal ini harus ditanyakan kepada dokter. Jika terbukti secara medis, maka ini termasuk ke dalam bab menjaga kesehatan.

🟢 Bertumpu pada kaki kiri, tidak kaki kanan termasuk dalam bab memuliakan kanan. Ini adalah alasan yang jelas. Akan tetapi, bertumpu pada kaki kiri adalah sangat sulit, apalagi jika dilakukan oleh orang gemuk, orang tua atau orang yang berbadan lemah. Posisi bertumpu pada kaki kiri saja dapat membuatnya capek.

Ada yang berkata, “Selama hal itu bukan sunah yang pasti dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bertumpu pada dua kaki adalah lebih baik dan lebih mudah.”

Kesimpulannya, semuanya kita kembalikan kepada pembuktian secara medis.

6️⃣ Tertutup

Maksudnya, seluruh badan tertutup. Inilah yang lebih utama, sebab ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan hajat, beliau menutup seluruh tubuh beliau dan menjauh.

Baca juga: CUKUPKAH ISTIJMAR DENGAN MENGGUNAKAN SAPU TANGAN?

Baca juga: AIR YANG SUCI DAN MENYUCIKAN

Baca juga: BERPAMITAN KETIKA HENDAK BEPERGIAN

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Adab