ADAB BERGAUL DENGAN NON MUSLIM

ADAB BERGAUL DENGAN NON MUSLIM

Syekh bin Baz rahimahullah ditanya:

Apa kewajiban seorang muslim terhadap non muslim, baik mereka yang hidup di negara Islam atau bukan?

Syekh bin Baz rahimahullah menjawab:

Di antara perkara atau adab yang diperintahkan kepada setiap muslim ketika bergaul dengan non muslim seperti Yahudi dan Nasrani adalah:

Pertama. Mendakwahi atau mengajak mereka ke jalan Allah dengan menjelaskan hakikat Islam sesuai dengan kesanggupan. Hal itu karena berdakwah merupakan tanggung jawab setiap muslim, termasuk kebaikan yang sangat besar, dan salah satu tugas yang sangat penting.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ، فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

Barangsiapa menunjukkan (seseorang) kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke Khaibar untuk mendakwahkan Islam,

فَوَالله، لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمَ

Demi Allah, sekiranya seorang laki-laki diberi petunjuk oleh Allah karena engkau, hal itu lebih baik bagimu daripada unta merah.” (Muttafaq ‘alaih)

Beliau juga bersabda,

مَنْ دَعَا إِلَى هُدَىً، كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أجُورِ مَنْ تَبِعَه، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أجُورِهمْ شَيئًا. وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيهِ مِنَ الْإثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيئًا

Barangsiapa menunjukkan kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala tersebut. Barangsiapa mengajak kepada kesesetan, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa tersebut.” (HR Muslim)

Jadi, mendakwahkan Islam dan memberi nasihat kepada orang lain, baik muslim maupun non muslim, termasuk perkara yang paling penting dan ibadah yang utama.

Kedua. Tidak menzaliminya, baik dalam diri, harta, maupun kehormatannya jika ia kafir dzimmi (orang kafir yang hidup di negara Islam yang, sebagai balasan membayar pajak, mendapatkan perlindungan dan keamanan) atau mustamin (orang kafir yang meminta perlindungan) atau mu’ahad (orang kafir yang terikat perjanjian). Kalian wajib menunaikan hak-haknya. Tidak menzaliminya dalam harta adalah tidak mencuri, menipu atau memperdayainya. Tidak menzalimi dalam diri adalah tidak membunuh, memukul atau melukainya.

Ketiga. Diperbolehkan bermuamalah dengan mereka dalam jual beli, sewa-menyewa dan sejenisnya. Dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan jual beli dengan orang-orang kafir penyembah berhala dan membeli barang dari orang Yahudi. Bahkan ketika beliau wafat, baju besi beliau masih tergadaikan pada seorang Yahudi untuk membeli makanan keluarga beliau.

Keempat. Mengenai salam, seorang muslim tidak boleh mendahului mengucapkan salam kepada non muslim, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ

Janganlah kamu mendahului orang Yahudi dan Nasrani dalam mengucapkan salam.” (HR Muslim)

Apabila mereka mengucapkan salam kepada orang muslim, maka hendaklah orang muslim menjawab ‘wa ‘alaikum,’ sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ

Jika Ahli Kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka ucapkanlah wa ‘alaikum.’” (Muttafaq ‘alaih)

Kelima. Di antara adab bergaul dengan non muslim adalah menjadi tetangga yang baik bagi mereka. Kita tidak boleh menyakiti, membantunya jika ia fakir, memberi nasihat yang baik dan lain-lain. Itu semua dapat mengubah persepsi mereka tentang Islam sehingga mereka tertarik masuk Islam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

Jibril senantiasa berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga sampai-sampai aku mengira bahwa antar tetangga akan saling mewarisi.” (Muttafaq ‘alaih)

Jika orang kafir itu tetangga kita, maka ia mempunyai satu hak, yaitu hak bertetangga. Jika ia juga kerabat kita, maka ia punya dua hak, yaitu hak  bertetangga dan hak kekerabatan.

Keenam. Seorang muslim diperintahkan untuk bersedekah kepada tetangganya yang kafir yang bukan kafir harbi (kafir yang menyerang dan memerangi kaum muslimin). Tetapi sedekah itu bukan zakat karena zakat khusus untuk orang muslim, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam urusan agama dan tidak mengusir kalian dari kampung halaman kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS al-Mumtahanah: 8)

Ketujuh. Selain itu, berdasarkan hadis sahih dari Asma’ bin Abu Bakr radhiyallahu ‘anhuma bahwa ibunya datang kepadanya pada saat perjanjian Hudaibiyah sementara ia masih musyrik. Ibunya ingin meminta bantuannya. Asma’ meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah ia boleh berhubungan dengan ibunya? Beliau menjawab,

صِلِيْ أُمًّكِ

Sambunglah tali sillaturahim dengan ibumu!” (HR al-Bukhari)

Adapun ikut serta dalam perayaan hari raya orang kafir, setiap muslim tidak boleh melakukannya.

Baca juga: BOLEHKAH MENCINTAI NON-MUSLIM

Baca juga: WALA DAN BARA

Baca juga: MEWASPADAI ORANG-ORANG MUNAFIK

(Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz)

Adab