JAUHILAH PERKATAAN KEJI, KOTOR DAN KASAR

JAUHILAH PERKATAAN KEJI, KOTOR DAN KASAR

Di antara perbuatan haram yang sering terjadi pada sebagian pemuda adalah berkata keji, kotor dan kasar. Mereka melontarkan kata-kata tersebut sebagai bumbu percakapan di antara mereka sehari-hari, baik sengaja maupun tidak sengaja, di tempat tertutup maupun tempat terbuka. Bahkan perkataan itu diucapkan oleh kalangan terpelajar di tempat perkumpulan mereka seperti kantin kampus atau di area terbuka yang banyak mahasiswa lain berkumpul di sana, tanpa rasa sungkan dan malu. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ، وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الفَاحِشَ البَذِيءَ

Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang paling berat di timbangan kebaikan seorang mukmin pada Hari Kiamat seperti akhlak yang mulia, dan sungguh (benar-benar) Allah membenci orang yang lisannya kotor dan kasar.” (Hadis hasan sahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi)

Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan akhlak seseorang dengan lisannya, seakan-akan beliau berkata bahwa jika ingin akhlakmu mulia, maka janganlah kamu memiliki lisan yang keji, kotor dan kasar. Oleh karena itu, hendaklah para pemuda menjaga lisannya dari perkataan keji, kotor dan kasar karena sesungguhnya orang yang perkataannya seperti itu dibenci oleh Allah Ta’ala. Meskipun isinya benar, namun bila diucapkan dengan kata-kata keji, kotor dan kasar, Allah tetap membencinya. Apabila seseorang dibenci oleh Allah, maka tidak ada lagi kebaikan pada dirinya.

Perkataan keji, kotor dan kasar dapat menodai agama, akal, dan kehormatan. Juga dapat membangkitkan kedengkian, permusuhan, dan menggelitik syahwat yang berujung pada timbulnya berbagai kejahatan.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا كَانَ الْفُحْشُ فِي شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ، وَمَا كَانَ الْحَيَاءُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ

Tidaklah kekejian ada pada sesuatu melainkan merusaknya, dan tidaklah rasa malu ada pada sesuatu melainkan memperindahnya.” (HR at-Tirmidzi dan Abu Dawud)

Sebaliknya, malu merupakan adab terpuji yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan yang memperindah dan menghias diri. Malu juga mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dapat merusak dan mengotori diri sehingga menghalanginya dari dosa dan melalaikan hak orang lain.

Nabi shallallahu ‘alaihl wa sallam adalah seorang yang pemalu. Beliau lebih pemalu dari gadis pingitan, yaitu gadis yang belum menikah yang biasanya pemalu. Namun demikian, beliau tidak pernah malu pada kebenaran. Beliau berani menyampaikan kebenaran dan menyebarkannya kepada siapa pun. Beliau akan merasa malu bila melakukan hal-hal yang merugikan orang lain.

Baca juga: SIFAT MALU

Baca juga: MALU ADALAH BAGIAN DARI IMAN

Baca juga: LARANGAN MENGINGKARI KEBAIKAN SUAMI

(Abu Fairuz al-Kadudampiti)

Adab