TAKZIAH (BELASUNGKAWA) YANG MASYRU’ DAN YANG DILARANG

TAKZIAH (BELASUNGKAWA) YANG MASYRU’ DAN YANG DILARANG

Takziah adalah salah satu sarana yang disyariatkan. Dengan takziah beban keluarga mayit yang terkena musibah dapat berkurang. Takziah kepada keluarga mayit dengan menyebut-nyebut kebaikan mayit dan berdoa agar mayit mendapatkan ampunan dan rahmat Allah Ta’ala dapat meringankan beban keluarga mayit yang sedang bersedih.

Takziah disyariatkan sejak seseorang mendengar berita kematian. Ia tidak harus menunggu hingga selesai penguburan untuk takziah. Takziah di kuburan pun diisyaratkan, baik sebelum penguburan maupun setelahnya.

Di antara ucapan takziah adalah apa yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada utusan putri beliau. Ketika itu utusan putri beliau menyampaikan kepada beliau bahwa anaknya sedang dalam detik kematian.

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Salah seorang putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk menyampaikan berita kepada beliau, “Anakku telah meninggal dunia. Datanglah kepada kami.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan sang utusan untuk menyampaikan salam kepada putrinya. Beliau bersabda,

إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى. وَكُلٌّ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى، فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ

Sesungguhnya milik Allah apa yang diambil-Nya dan apa yang diberi-Nya. Segala sesuatu di sisi-Nya sudah ditentukan ajalnya. Maka hendaklah engkau bersabar dan berharap pahala dari-Nya.”

Selang beberapa lama kemudian putri beliau mengutus kembali sang utusan kepada beliau untuk mendesak beliau datang ke kediamannya. Maka beliau datang bersama Sa’ad bin ‘Ubadah, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan beberapa yang lain. Sesampai di kediaman putrinya sang anak diserahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hati beliau berguncang sedih. Suaranya seperti air yang ditumpahkan. Maka mengalirlah air mata beliau.

Sa’ad berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau menangis?”

Beliau berkata,

هَذِهِ رَحْمَةٌ جَعَلَهَا اللَّهُ فِي قُلُوبِ عِبَادِهِ. وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ

Ini adalah kasih sayang Allah yang Dia berikan kepada hati hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya Allah menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Jika seseorang melakukan takziah dengan mengucapkan,

أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ، وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ، وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ

“Semoga Allah memperbesar pahalamu, memperbagus dalam menghiburmu dan mengampuni mayatmu,” in syaa Allah baik.

Dalam takziah seseorang harus berhati-hati terhadap ucapan ‘almarhum Fulan’ (Fulan yang dirahmati), sebab ucapan yang disyariatkan adalah ‘Fulan rahimahullah’ (Fulan semoga Allah merahmatinya).

Lafaz almarhum (yang dirahmati) adalah bentuk kabar tentang keadaan akhir mayit, bahwa ia telah diampuni dan dirahmati oleh Allah. Padahal hal itu merupakan perkara gaib. Sedangkan lafaz rahimahullah (semoga Allah merahmatinya) merupakan doa untuk mayit agar ia mendapatkan rahmat. Jelaslah bahwa di antara keduanya terdapat perbedaan.

Disyariatkan untuk membuat makanan bagi keluarga mayit pada hari itu.

Dari Abdullah bin Ja’far, ia berkata: Ketika jasad Ja’far tiba, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا، فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ

Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa-apa yang menyibukkan mereka.” (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Abu Dawud)

Akan tetapi, banyak orang enggan melaksanakan sunah. Mereka bahkan menentangnya.

Dari Jarir bin Abdullah al-Bajali, dia berkata, “Kami menganggap bahwa berkumpul dengan keluarga mayit dan membuat makanan setelah penguburannya adalah bagian dari  meratap.”

Yang dimaksud dengan membuat makanan pada perkataan al-Bajali adalah keluarga mayit membuat makanan untuk orang-orang yang datang untuk takziah. Perbuatan ini bertentangan dengan sunah.

Tidak disyariatkan duduk-duduk bertakziah selama beberapa hari setelah kematian mayit, seperti yang dilakukan orang-orang sekarang ini. Perbuatan ini membuang-buang waktu dan menghabiskan uang untuk menyediakan makanan, minuman dan lain-lain. Ini termasuk perkara yang diada-adakan yang tidak ada dasarnya dalam agama Islam.

al-Lajnah ad-Daimah dalam salah satu jawabannya atas pertanyaan tentang duduk-duduknya orang bertakziah selama beberapa hari di rumah keluarga mayit berkata, “Takziah disyariatkan. Di dalamnya terdapat tolong menolong untuk bersabar dalam menghadapi musibah. Duduk-duduk dalam takziah dan menjadikannya tradisi bukanlah amalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bukan pula amalan para sahabat. Tetapi mereka menganggapnya sebagai ajaran agama. Mereka mengeluarkan harta dalam jumlah banyak untuk keperluan itu. Terkadang sebagian harta itu dibagi-bagikan kepada anak yatim tanpa menyisakan harta untuk keperluan sendiri. Lebih dari itu, mereka mencela orang-orang yang tidak mengikuti kebiasaan tersebut dan mencaci orang yang meninggalkan syiar ini. Ini adalah perkara baru yang diada-adakan yang dicela oleh Rasuluilah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ، فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam perkara kami yang tidak termasuk darinya, maka hal itu tertolak.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat Muslim,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا، فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak kami perintahkan atasnya, maka hal itu tertolak.”

Juga dalam hadis,

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Hendaklah kalian berpegang-teguh dengan sunahku dan sunah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunah itu dengan gigi geraham. Dan janganlah kalian mengikuti perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya semua bidah adalah sesat.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk mengikuti sunah beliau dan sunah Khulafaur Rasyidin sepeninggal beliau, sedangkan mereka tidak melakukan takziah seperti itu. Beliau juga memperingatkan umatnya dari mengadakan bidah dan hal-hal baru dalam urusan agama sekaligus menjelaskan bahwa perbuatan itu adalah sesat. Hendaklah kaum muslimin tolong-menolong mengingkari adat buruk ini dan berupaya membinasakannya dalam rangka mengikuti sunah, memelihara harta dan waktu, menjauhi pemicu kesedihan, menjauhi berbangga dengan banyaknya sembelihan, menjauhi berkumpulnya para penakziah dan duduk berlama-lama, melapangkan keluarga mayit, sebagaimana para sahabat dan salafush shalih melapangkan dan menghibur keluarga mayit dengan bersedekah, serta berdoa memohonkan ampunan dan rahmat untuk mayit.

Kaum muslimin tidak boleh memenuhi undangan jamuan makan dalam rangka takziah, karena hal itu adalah bidah. Jika ditinggalkan, maka hal itu adalah sikap taat kepada Allah Ta’ala, dan bukan bentuk boikot, sebagaimana isu yang disebarkan oleh orang yang tidak berilmu. Barangsiapa mampu mengingkari kemungkaran dengan tidak makan dari makanan yang disajikan untuk tujuan itu, maka ia boleh menghadirinya. Wallahu a’lam.

Semoga Allah senantiasa mencurahkan selawat, salam, dan berkah-Nya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, seluruh keluargnya, dan para sahabatnya dengan diiringi salam. Dan segala puji bagi Allah, Rabb alam semesta.

Baca juga: UCAPAN TAKZIAH TERBAIK

Baca juga: DI BALIK KEHENDAK ALLAH TERSIMPAN HlKMAH

(Fuad bin Abdul ‘Aziz asy-Syalhub)

Fikih