MATI SYAHID

MATI SYAHID

Dari Abu Tsabit, dan disebutkan bahwa ia adalah Abu Said, dan ada yang mengatakan bahwa ia adalah Abu al-Walid Sahl bin Hunaif, yang ikut dalam Perang Badar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَأَلَ الله تَعَالَى الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ، بَلَّغَهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ

Barangsiapa benar-benar memohon kepada Allah untuk mendapatkan mati syahid, Allah akan menyampaikannya ke derajat para syuhada, meskipun dia meninggal di atas tempat tidurnya.” (HR Muslim)

PENJELASAN

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa benar-benar memohon kepada Allah untuk mendapatkan mati syahid...”

Syahadah (mati syahid) adalah kedudukan yang tinggi setelah ash-shiddiqiyyah (kejujuran), sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ

Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka akan bersama orang-orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh.” (QS an-Nisa’: 69)

Syahadah terbagi menjadi beberapa jenis:

🏀 Di antaranya adalah kesaksian terhadap hukum-hukum Allah ‘Azza wa Jalla atas hamba-hamba-Nya, dan ini adalah kesaksian para ulama yang Allah Ta’ala firmankan tentangnya:

شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلْعِلْمِ

Allah menyatakan bahwa tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Dia, (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu.” (QS Ali Imran: 18)

Banyak ulama menafsirkan firman Allah (وَالشُّهَدَاءُ)  dengan mengatakan bahwa mereka adalah para ulama. Tidak diragukan lagi bahwa para ulama adalah saksi (syuhada). Mereka bersaksi bahwa Allah Ta’ala telah mengutus Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan petunjuk dan agama yang benar. Mereka juga bersaksi atas umat ini bahwa beliau telah menyampaikan syariat Allah. Selain itu, para ulama bersaksi dalam hukum-hukum Allah: ini halal, ini haram, ini wajib, ini sunah, dan ini makruh. Tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali para ulama. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai saksi (syuhada).

🏀 Di antara para syuhada adalah orang-orang yang meninggal karena penyakit tha’un, penyakit perut, kebakaran, tenggelam, dan yang serupa dengan mereka.

Dari Dari Jabir bin Atik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ: الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ

Selain yang terbunuh di jalan Allah, mati syahid ada tujuh: mati karena tha’un syahid, mati karena tenggelam syahid, mati karena radang selaput dada syahid, mati karena sakit perut syahid, mati karena terbakar syahid, mati karena tertimpa benda keras syahid, perempuan yang mati karena melahirkan syahid.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud. Disahihkan oleh Syekh al-Albani).

🏀 Di antara para syuhada adalah mereka yang terbunuh di jalan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ، فَهُوَ شَهِيدٌ

Barangsiapa terbunuh di jalan Allah, dia mati syahid.” (HR Muslim)

🏀 Di antara para syuhada adalah orang-orang yang terbunuh dalam mempertahankan harta dan diri mereka, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika seorang laki-laki bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika seseorang datang untuk mengambil hartaku?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

لَا تُعْطِهِ مَالَكَ

Jangan serahkan hartamu.”

Dia bertanya lagi, “Bagaimana jika dia menyerangku?”

Nabi menjawab,

قَاتِلْهُ

Lawanlah dia.”

Dia bertanya lagi, “Bagaimana jika dia membunuhku?”

Nabi menjawab,

فَأَنْتَ شَهِيدٌ

Maka engkau mati syahid.”

Dia bertanya lagi, “Bagaimana jika aku membunuhnya?”

Nabi menjawab,

هُوَ فِي النَّارِ

Dia di Neraka.” (HR Muslim)

Dia berada di Neraka karena dia adalah seorang yang melampaui batas dan zalim.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ

Barangsiapa terbunuh dalam mempertahankan darahnya (nyawanya), ia adalah syahid, barangsiapa terbunuh dalam mempertahankan keluarganya, ia adalah syahid, dan barangsiapa terbunuh dalam mempertahankan hartanya, ia adalah syahid.” (HR Abu Dawud)

🏀 Termasuk dalam golongan para syuhada adalah orang yang dibunuh secara zalim, di mana seseorang menyerangnya dan membunuhnya dengan licik — dengan zalim —. Orang ini juga dianggap sebagai syahid.

Namun, derajat tertinggi di antara para syuhada adalah mereka yang terbunuh di jalan Allah, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala:

وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتًۢا ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا۟ بِهِم مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ ٱلْمُؤْمِنِينَ

Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya mereka itu hidup di sisi Rabb-nya mendapat rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya dan bergirang hati terhadap orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia dari Allah. Dan sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (QS Ali ‘lmran: 169-171)

Para syuhada yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah mereka yang berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi. Mereka tidak berperang untuk kepentingan diri sendiri atau harta mereka, melainkan semata-mata agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang seorang laki-laki yang berperang karena keberanian, membela kesukuan, atau untuk menunjukkan keberanian, siapakah di antara mereka yang berada di jalan Allah?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ الله هِيَ الْعُلْيَا، فَهُوَ فِي سَبِيلِ الله

Barangsiapa berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi, dia berada di jalan Allah.” (Muttafaq ‘alaih)

Timbangan ini adalah timbangan yang adil, yang tidak mengurangi sedikit pun. Ini adalah timbangan yang telah ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana manusia akan ditimbang berdasarkan amalannya. Barangsiapa berperang untuk kalimat ini, maka dia berada di jalan Allah. Jika kamu terbunuh, maka kamu adalah syahid; dan jika kamu memperoleh kemenangan, maka kamu akan berbahagia, sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَآ إِلَّآ إِحْدَى ٱلْحُسْنَيَيْنِ ۖ وَنَحْنُ نَتَرَبَّصُ بِكُمْ أَن يُصِيبَكُمُ ٱللَّهُ بِعَذَابٍ مِّنْ عِندِهِۦٓ أَوْ بِأَيْدِينَا

Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak ada yang kalian tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan kami menunggu-nunggu bagi kalian bahwa Allah akan menimpakan azab kepada kalian dari sisi-Nya, atau (azab) melalui tangan kami.” (QS at-Taubah: 52)

Firman-Nya: “Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak ada yang kalian tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan.” Yakni, mati syahid atau kemenangan dan pertolongan.

Firman-Nya: “‘Dan kami menunggu-nunggu bagi kalian bahwa Allah akan menimpakan azab kepada kalian dari sisi-Nya.’” Artinya, Allah akan mengazab kalian dan menyelamatkan kami dari kejahatan kalian, sebagaimana yang dilakukan Allah terhadap kelompok-kelompok yang berkumpul di sekitar Madinah untuk memerangi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Allah mengirimkan kepada mereka angin dan bala tentara (yang tidak dapat kalian lihat) serta menanamkan rasa takut di dalam hati mereka, “atau (azab) melalui tangan kami,” sebagaimana yang terjadi di Badar. Sesungguhnya Allah mengazab kaum musyrikin dengan tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Inilah orang yang berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi. Dialah yang disebut syahid.

Jika seseorang berdoa kepada Rabb-nya, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu mati syahid di jalan-Mu,” – di mana mati syahid hanya terjadi dengan berperang untuk menjadikan kalimat Allah yang tertinggi – maka sesungguhnya Allah Ta’ala, apabila mengetahui kejujuran perkataan dan niatnya, akan menempatkannya pada derajat para syuhada, meskipun ia meninggal di atas ranjangnya.

Tersisa bagi kita pembahasan mengenai seseorang yang berperang untuk membela negarinya: Apakah dia berada di jalan Allah atau tidak?

Kami katakan: Jika kamu berperang untuk membela negerimu karena negerimu adalah negari Islam dan kamu ingin melindunginya karena alasan bahwa negerimu adalah negari Islam, maka hal itu termasuk di jalan Allah, karena kamu berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi. Namun, jika kamu berperang hanya karena negarimu adalah tanah air saja, maka tindakan tersebut bukanlah di jalan Allah, karena timbangan yang telah diletakkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sesuai dengannya. Barangsiapa berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi, maka dia berada di jalan Allah. Selain itu, tidak berada di jalan Allah. Oleh karena itu, kita harus memperbaiki niat seseorang dalam berperang untuk membela negarinya, dengan memastikan bahwa niatnya adalah berperang demi negari tersebut karena negari tersebut adalah negari Islam dan dia ingin melindungi Islam yang ada di dalamnya. Dengan demikian, jika dia terbunuh, dia adalah syahid yang mendapatkan pahala syuhada. Jika dia menang, dia akan bahagia dan mendapatkan keuntungan, baik keuntungan dunia maupun keuntungan akhirat.

Pembahasan mengenai masalah ini telah disampaikan sebelumnya.

Semoga Allah memberikan taufik.

Baca juga: AMALAN TERGANTUNG AKHIRNYA

Baca juga: TIDAK ADA HIJRAH SETELAH PENAKLUKAN MAKKAH

Baca juga: ORANG YANG MEMBUNUH DAN YANG DIBUNUH SAMA-SAMA MASUK SURGA

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Akidah Riyadhush Shalihin