KISAH PASUKAN BERGAJAH

KISAH PASUKAN BERGAJAH

Sesungguhnya tujuan terpenting Allah Ta’ala menurunkan al-Qur’an selain untuk menjadi panutan adalah agar dipahami maknanya lalu diamalkan isi kandungannya, seperti yang tersirat pada ayat berikut:

اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا

Maka tidakkah mereka menghayati al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?” (QS Muhammad: 24)

Diantara sekian banyak surat pendek yang sering kita dengar di telinga adalah surat al-Fiil. Surat ini memotivasi kita untuk lebih memahami dan menyelami isi dan kandungan hukum yang tersimpan di dalamnya. Surat ini dimulai dengan kisah perjalanan pasukan bergajah.

Allah Ta’ala menjelaskan:

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ

Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Rabbmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? Dan Dia mengirim kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS al-Fiil: 1-5)

Allah Ta’ala memulai suratnya dengan ayat yang mengisahkan tentang pasukan bergajah.

Allah Ta’ala berfirman:

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِ

Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Rabbmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?” (QS al-Fiil: 1)

al-Hafidh Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, “Ini merupakan nikmat yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada kaum Quraisy yang menghindarkan mereka dari bencana yang ditimbulkan oleh pasukan bergajah yang bertekad menyerang dan menghancurkan Ka’bah serta menghilangkan semua jejak dan sisa yang berkaitan dengannya. Akan tetapi, Allah Ta’ala membinasakan mereka semua sehingga ambisi mereka berantakan, rencananya gagal, usahanya tidak membuahkan hasil, dan mereka kembali dalam keadaan ketakutan dan binasa.

Pasukan bergajah itu adalah dari kaum Nasrani, yang pada masa itu merupakan agama yang mendekati paganisme yang telah berakar dalam daging suku Quraisy. Namun, kejadian itu menjadi pertanda saatnya Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus. Pada tahun yang sama beliau lahir, berdasarkan pendapat yang valid dari kalangan para ulama. Takdir itu seakan-akan menjelaskan, “Wahai kaum Quraisy, kami menolong kalian dari tentara Habasyah bukan karena kalian lebih baik dari mereka. Kami menolong kalian untuk menjaga rumah tua yang sebentar lagi Kami muliakan, Kami agungkan, dan Kami jadikan berwibawa dengan diutusnya utasan Kami, yaitu nabi yang buta baca tulis Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, nabi penutup para nabi.”

Kisah Ringkas Pasukan Bergajah

Gubernur Yaman saat itu, Abrahah sangat berambisi untuk mengalihkan tempat orang-orang berhaji dari di Ka’bah ke negerinya. Untuk mewujudkan ambisi tersebut dia membangun sebuah gereja yang menyerupai Ka’bah. Dia menyebarkan ambisinya dengan mengajak orang-orang berhaji ke tempatnya dan mencegah mereka berhaji ke rumah Allah. Mendengar berita itu orang-orang Arab marah besar. Seseorang di antara mereka datang ke gereja itu. Dia membuang kotoran di sana dan melumurkannya di tembok gereja.

Mengetahui kejadian itu, gubernur sangat marah. Ketika diketahuinya bahwa pelakunya adalah orang Arab, dia memobilisasi sebuah pasukan besar menuju Makah untuk menghancurkan Ka’bah. Mereka menunggangi gajah. Di tengah jalan, tatkala melewati negeri Khats’am, mereka dihadang oleh Nufail bin Habid al-Khats’ami bersama kaumnya. Namun dengan mudahnya Abraham dan pasukannya mengalahkan para penghadang. Nufail bin Habib ditawan dan dijadikan penunjuk jalan ke negeri Hijaz.

Ketika Abrahah dan pasukannya mendekati kota Makah dan bersiap memasukinya, dan tengah mempersiapkan gajah paling besar yang bernama Mahmud, datanglah Nufail bin Habib yang berdiri disamping gajah itu. Dia memegang daun telinganya sambil berbisik, “Mogoklah, wahai Mahmud! Kembalilah dengan benar ke tempat dirimu datang, sebab kamu sekarang berada di negeri Allah yang haram!” Lalu dia melepaskan daun telinga sang gajah. Tidak lama kemudian gajah itu benar-benar mogok, tidak mau berdiri. Nufail bin Habib langsung berlari kencang ke puncak gunung, bersatu dengan kaum Quraisy.

Beberapa tentara memukuli Mahmud dengan cambuk agar mau berdiri, namun sang gajah bergeming. Mereka juga menusukkan ujung senjata ke bagian tubuh Mahmud yang lembek supaya Mahmud mau berdiri, namun tetap saja tidak berhasil. Anehnya, begitu sang gajah diarahkan ke Yaman, ia segera bangkit dan berjalan cepat. Ketika diarahkan ke Syam, juga demikian. Sang gajah bangkit dan berjalan cepat. Begitu pula ke arah timur. Namun, jika diarahkan ke Makah, sang gajah langsung duduk.

Dalam kondisi seperti itu, Allah Ta’ala mengirim kepada mereka burung-burung dari arah laut. Mereka bagaikan layang-layang yang menyambar dan berbondong-bondong. Setiap burung membawa tiga batu seukuran kerikil. Satu berada di paruhnya, dan dua di kakinya. Burung-burung itu melepaskan batu-batu itu ke arah tentara Abrahah. Tidak satu batu pun menimpa kepala mereka melainkan mereka pasti hancur. Namun tidak semua tentara terkena lemparan batu-batu tersebut. Mereka lari berpencar mencari jalan pulang. Mereka mencari Nufail untuk bertanya jalan pulang ke negerinya, sedangkan Nufail sudah berada di puncak gunung bersama kaum Quraisy dan kabilah Arab lainnya, menyaksikan siksaan yang Allah timpakan kepada pasukan bergajah. Lalu Nufail melantunkan bait syair:

Tiada tempat berlari bila Rabb mengejarnya

Dan Asyram-lah yang kalah, bukan yang menang

Peristiwa itu terjadi empat puluh tahun sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian saksi mata peristiwa itu masih hidup ketika Muhammad diutus menjadi rasul.

Kemudian Allah Ta’ala menjelaskan dalam ayat kedua:

اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍ

Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?” (QS al-Fiil: 2)

Maksudnya bukankah Allah Ta’ala telah menjadikan tipu daya mereka serta usaha yang mereka lakukan untuk menghancurkan Ka’bah sebagai perbuatan yang tidak punya pegangan yang mengantarkan mereka pada kebinasaan?

Kemudian Allah Ta’ala mengatakan sebab kehancuran mereka:

وَاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَ

Dan Dia mengirim kepada mereka burung yang berbondong-bondong.” (QS al-Fiil: 3)

Maksudnya sekumpulan burung yang berbondong-bondong. Burung-burung itu berwarna hitam dan berasal dari arah laut. Setiap burung membawa tiga buah batu seukuran kerikil. Dua batu di kakinya dan satu lagi di paruhnya. Tidaklah batu-batu itu mengenai sesuatu melainkan batu-batu menghancurkanya.

Selanjutnya Allah Ta’ala menjelaskan tugas burung tadi dengan mengatakan:

تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍ

“…yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar. (QS al-Fiil: 4)

Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa batu tersebut terbuat dari tanah yang dibakar di Neraka Jahanam yang khusus diperuntukan bagi mereka dengan nama-nama kaum tersebut tertulis di situ. Apabila mengenai mereka, batu itu menembus sampai keluar dari duburnya. Ukuran batu itu seperti kerikil. Lalu Allah Ta’ala menerangkan akhir dari perjalanan anak manusia yang sombong di muka bumi ini dengan berfirman:

فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ

…sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS al-Fiil: 5)

Yaitu, mereka seperti dedaunan yang dimakan ulat, lalu ulat tersebut melemparkan sisanya jatuh ke bawah. Ada yang mengatakan, maksudnya adalah mereka seperti dedaunan yang dimakan ulat sehingga tinggal batangnya.

Adapun maksud ayat secara global adalah bahwa Allah Ta’ala menghancurkan serta memorak-porandakan tipu daya yang mereka rencanakan sehingga mereka tidak mendapat keuntungan sedikit pun. Allah Ta’ala membinasakan mereka semua kecuali satu tentara yang mengabarkan pada kaumnya, namun kondisinya terluka parah seperti halnya raja mereka Abrahah. Dada dan hati tentara itu terbelah hingga ketika sampai di negerinya, Shan’a dan mengabarkan kejadian itu, dia pun mati.

Pelajaran dari Surat

Pertama. Inilah akhir perjalanan dari setiap orang yang menentang dan memerangi Allah Ta’ala, serta menghalalkan apa yang telah diharamkan-Nya. Allah Ta’ala menjelaskan hal itu dalam ayat yang lain:

 وَمَنْ يُّرِدْ فِيْهِ بِاِلْحَادٍۢ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ اَلِيْمٍ

Dan siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zalim di dalamnya, niscaya akan Kami rasakan kepadanya siksa yang pedih.” (QS al-Hajj: 25)

Di dalam sebuah hadis, dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni seorang yang zalim hingga ketika Allah menyiksanya, Dia tidak memedulikannya.”

Kemudian beliau membaca firman Allah Ta’ala:

وَكَذٰلِكَ اَخْذُ رَبِّكَ اِذَآ اَخَذَ الْقُرٰى وَهِيَ ظَالِمَةٌ ۗاِنَّ اَخْذَهٗٓ اَلِيْمٌ شَدِيْدٌ

Dan begitulah siksa Rabbmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, sangat berat.” (QS Huud: 102) (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua. Kekuasaan Allah Ta’ala yang Mahaperkasa. Dan Dia Mahamampu melakukan segala sesuatu. Allah Ta’ala menjelaskan dalam ayat lain:

اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔاۖ اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ

Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.” (QS Yaasin: 82)

Dalam ayat lain Allah Ta’ala menjelaskan:

وَمَآ اَمْرُنَآ اِلَّا وَاحِدَةٌ كَلَمْحٍ ۢبِالْبَصَرِ

Dan perintah Kami hanyalah (dengan) satu perkataan seperti kejapan mata.” (QS al-Qamar: 50)

Dan tidak ada yang menghalangi kehendak Allah Ta’ala untuk melakukan segala sesuatu. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُعْجِزَهٗ مِنْ شَيْءٍ فِى السَّمٰوٰتِ وَلَا فِى الْاَرْضِۗ اِنَّهٗ كَانَ عَلِيْمًا قَدِيْرًا

Dan tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sungguh, Dia Mahamengetahui, Mahakuasa.” (QS Faathit: 44).

Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Ta’ala, Rabb semesta alam. Selawat dan salam semoga Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.

Baca juga: NASAB RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM

Baca juga: KISAH KARAMAH SUAMI ISTRI YANG KELAPARAN

(Dr Amin bin Abdullah asy-Syaqawi)

Kisah