HIJRAH KEDUA KE HABASYAH DAN UPAYA KAUM KAFIR QURAISY MENGEMBALIKAN KAUM MUHAJIRIN

HIJRAH KEDUA KE HABASYAH DAN UPAYA KAUM KAFIR QURAISY MENGEMBALIKAN KAUM MUHAJIRIN

Orang-orang yang kembali dari Habasyah mendapati bahwa siksaan yang dihadapi kaum mukminin di Makkah ternyata lebih dahsyat dari sebelumnya. Keadaan ini mendorong Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan kaum mukminin untuk kembali hijrah ke Habasyah. Maka hijrah kedua pun terjadi. Kali ini jumlah mereka lebih dari delapan puluh laki-laki dan sembilan belas perempuan. Di antaranya adalah Ja’far bin Abu Thalib, Abdullah bin Arfathah, Utsman bin Mazh’un, dan Abu Musa.

Begitu tiba di Habasyah, para muhajirin disambut dengan sangat baik dari Raja an-Najasyi. Mereka merasa agama mereka aman. Mereka dapat beribadah kepada Allah tanpa seorang pun menyakiti. Mereka pun tidak mendengar sesuatu yang tidak disukai.

Ketika orang-orang musyrik Quraisy mendengar hijrah kedua, mereka mengadakan rapat. Mereka sepakat untuk mengirim dua orang utusan yang gigih dalam pendapatnya untuk menemui Raja an-Najasyi guna membahas tentang kaum muslimin di sana. Kedua utusan itu adalah Abdullah bin Abu Rabi’ah dan Amru bin Ash. Keduanya membawa sejumlah hadiah untuk Raja an-Najasyi yang diambil dari harta kekayaan Makkah. Yang menakjubkan adalah keduanya juga membawa kulit yang banyak. Kulit-kulit itu akan dihadiahkan kepada setiap komandan pasukan di Habasyah.

Para petinggi Quraisy meminta Abdullah dan Amru untuk menjalankan keputusan yang telah mereka ambil. Para petinggi Quraisy berkata kepada keduanya, “Berikan kulit-kulit ini kepada setiap komandan pasukan sebelum kalian berbicara dengan Raja an-Najasyi tentang kaum muhajirin. Serahkan pula kepada Raja an-Najasyi hadiah-hadiah untuknya. Mintalah agar Raja an-Najasyi menyerahkan orang-orang muhajirin sebelum ia berbicara kepada mereka!”

Berangkatlah Abdullah dan Amru ke Habasyah. Begitu tiba di negeri itu mereka langsung menemui semua komandan pasukan. Tidak seorang komandan pun melainkan telah mereka beri hadiah sebelum mereka berbicara kepada Raja an-Najasyi. Mereka berkata kepada semua komandan, “Sesungguhnya beberapa anak muda yang bodoh dari negeri kami telah memasuki negeri kalian. Mereka telah meninggalkan agama kaumnya. Mereka juga enggan masuk ke agama kalian. Mereka datang membawa agama baru yang tidak kami kenal dan tidak pula kalian kenal.”

Kedua utusan ini berhasil menjalin kesepakatan dengan para komandan, yaitu meminta Raja an-Najasyi untuk menyerahkan kaum muhajirin kepada mereka tanpa didahului pembicaraan antara Raja Najasyi dan kaum mujahirin. Namun ketika Raja an-Najasyi diminta demikian, ia bersikeras untuk memanggil kaum mujahirin dan mendengar sendiri apa yang akan mereka katakan.

Kaum mujahirin pun hadir di hadapan mereka. Ja’far bin Abu Thalib berbicara mewakili mereka. Ia menjelaskan kepada Raja an-Najasyi hakekat dari agama yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sikap kaum mereka terhadapnya.

Ketika Raja an-Najasyi meminta penjelasan sebagian dari yang dibawa oleh Rasulullah, Ja’far membacakan kepadanya pembukaan surat Maryam. Raja an-Najasyi pun menangis hingga jenggotnya basah. Para uskup pun ikut menagis sehingga kitab-kitab yang mereka bawa basah.

Raja an-Najasyi berkata kepada kedua utusan Quraisy, “Sesungguhnya ini dan apa yang dibawa oleh Isa keluar dari sumber yang sama. Pergilah kalian dari sini! Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian selamanya.”

Ketika mereka keluar dari tempat pertemuan itu, Amru berkata kepada Abdullah, “Demi Allah, aku akan mendatangi mereka besok dengan senjata untuk merobohkan mereka.”

Esok harinya Amru mendatangi Raja an-Najasyi dan berkata, “Sesungguhnya orang-orang itu mengatakan suatu perkara besar tentang Isa bin Maryam.”

Raja an-Najasyi memanggil kaum muhajirin. Mereka pun hadir. Raja an-Najasyi menanyai pendapat mereka tentang al-Masih.

Ja’far menjawab, “Kami berkata tentang al-Masih menurut apa yang dibawa kepada kami. Dia adalah hamba Allah, Rasul-Nya, roh-Nya dan kalimat-Nya yang ditiupkan kepada Maryam yang suci dan perawan.”

Mendengar penjelasan Ja’far, Raja an-Najasyi mengambil sebuah tongkat dari tanah. “Sungguh apa yang engkau katakan tentang Isa sedikit pun tidak lebih dari tongkat ini,” katanya kepada Ja’far.

Para komandan keberatan dengan pemberian keamanan bagi kaum muhajirin di negeri Habasyah. Namun sang raja tidak peduli. Bahkan sang raja mengembalikan hadiah dari orang-orang Quraisy.

Misi yang diemban oleh kedua utusan Quraisy gagal total. Orang-orang Quraisy tidak menemukan cara lain selain meningkatkan siksaan terhadap orang-orang yang berada di bawah kekuasaan mereka. Sementara itu Islam telah mendapatkan Raja an-Najasyi dan sekaligus Amru bin Ash berada di sampingnya.

Kaum muslimin tinggal di negeri Habasyah untuk beberapa lama sesuai dengan kehendak Allah. Di antara mereka ada yang kembali setelah hijrahnya kaum muslimin ke Madinah dan sebelum perang Badar. Mereka terdiri dari tiga puluh tiga laki-laki dan delapan perempuan. Sedangkan sisanya kembali bersama Ja’far ketika Rasulullah baru saja menaklukkan Khaibar pada tahun ketujuh hijrah.

Baca sebelumnya: HIJRAH PERTAMA KE HABASYAH

Baca setelahnya: AN-NAJASYI, RAJA HABASYAH YANG MEMELUK ISLAM

(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)

Kisah