ISTINJA DAN ISTIJMAR

ISTINJA DAN ISTIJMAR

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk tempat buang air. Aku dan seorang pemuda yang sebaya denganku membawakan kantong kulit berisi air dan sebuah tombak pendek (untuk beliau). Lalu beliau istinja (cebok) dengan menggunakan air itu.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

PENJELASAN

Perkataannya Anas radhiyallahu ‘anhu, “Lalu aku dan seorang pemuda yang sebaya denganku membawakan…”

al-Idawah adalah wadah yang berisi sedikit air. Wadah itu sama seperti al-maththaarah  (wadah kecil untuk menyimpan dan memindahkan air) dan yang sejenisnya.

Di dalam hadis ini terdapat pensyariatan istinja (cebok dengan air). Pernah terjadi pada sebagian ulama salaf perbedaan pendapat yang syadz, bahwa tidak sah istinja kecuali dibarengi dengan istijmar (menggunakan batu). Akan tetapi, setelah itu umat Islam berijmak bahwa istinja hanya dengan air adalah sah.

Telah diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam istijmar (cebok dengan batu) saja. (HR al-Bukhari)

Diriwayatkan juga bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam istinja (cebok dengan air) saja, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis ini.

Juga telah diriwayatkan bahwa beliau menggabung istijmar (cebok dengan batu) dan istinja (cebok dengan air), (HR al-Baihaqi) dan ini lebih sempurna dan lebih utama.

Di dalam hadis ini terdapat anjuran agar seseorang mempersiapkan segala sesuatu yang dapat menyempurnakan ibadahnya, seperti alat untuk beristinja, bersuci, dan sutrah salat.

Di dalam hadis ini terdapat pensyariatan penggunaan sutrah untuk salat, karena tombak kecil itu ditancapkan untuk beliau, lalu beliau salat menghadap kepadanya.

al-‘Anazah adalah tombak kecil.

Di dalam hadis ini terdapat penjelasan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan pelayanan. Orang-orang yang melayani beliau adalah orang merdeka dan budak. Hal ini tidak termasuk kesombongan sama sekali. Banyaknya orang yang memiliki hubungan dengan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti istri-istri beliau, pelayan-pelayan beliau, dan para sahabat justru memberikan kemaslahatan yang besar, yaitu mereka dapat mengambil ilmu dari beliau dan menyebarkan sunahnya. Oleh karena itu, beliau dibolehkan untuk menikahi banyak perempuan, tidak seperti yang lainnya.

Baca juga: ADAB-ADAB BUANG HAJAT

Baca juga: BOLEHKAH BERISTINJA DENGAN MENGGUNAKAN SAPU TANGAN ATAU TISYU?

Baca juga: BOLEHKAH MENGHILANGKAN NAJIS DENGAN SELAIN AIR?

(Syekh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di)

Fikih