ADIL DALAM BERAKTIVITAS

ADIL DALAM BERAKTIVITAS

Bila kita perhatikan ibadah-ibadah fisik yang kita lakukan seperti salat dan puasa, kita dapati bahwa ibadah-ibadah itu menghabiskan sedikit waktu dalam sedikit aktivitas. Bila kita perhatikan ibadah-ibadah kita yang menyangkut harta seperti zakat dan sedekah, kita dapati bahwa ibadah-ibadah itu meminta sedikit harta. Meski demikian, hasil yang diperoleh sangat banyak dan sangat besar. Hal itu karena hasil dari semua ibadah adalah kebaikan di dunia dan di akhirat.

Jika kita renungkan, ternyata kita masih menyia-nyiakan ibadah-ibadah itu. Sebaliknya, kita sangat bersemangat, berhati-hati dan teliti dalam melaksanakan aktivitas keduniaan. Padahal kita tahu bahwa hidup di dunia tidaklah kekal, dan dunia yang kita miliki juga tidaklah kekal. Sebaliknya amal-amal saleh adalah kekal dan ganjarannya terus kita rasakan.

Banyak orang pergi untuk salat dengan malas. Ketika sedang salat, mereka tergesa-gesa melakukannya sehingga mengurangi kesempurnaan salat. Mereka tidak tuma’ninah, tidak hati-hati, tidak tepat, dan tidak merenungkan ucapan salatnya. Badannya berada di tempat salat, tetapi hatinya menjelajah dunia. Usai salat, tidak sedikit pun bagian salat terlintas di ingatannya. Akan tetapi, begitu melakukan aktivitas dunia, mereka sangat berhati-hati dan sangat teliti. Mereka berkeinginan kuat untuk mengerjakannya sesempurna mungkin, memfokuskan pikiran dan memberdayakan raga semaksimal mungkin, meskipun menghabiskan banyak waktu. Adil dan logiskah orang yang mengerjakan amalan akhirat seadanya, namun mengerjakan aktivitas dunia sesempurna mungkin, padahal aktivitas dunia akan musnah, sedangkan amalan akhirat kekal?

Allah Ta’ala berfirman:

اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS al-Kahfi: 46)

Seseorang diperintahkan untuk mengeluarkan zakat harta, akan tetapi ia kikir dan bakhil, tidak mau mengerluarkannya. Jika pun mengeluarkannya, nilainya kurang dari semestinya, belum bisa membebaskan diri dari kewajiban. Sebaliknya, untuk urusan-urusan dunia ia sangat mudah mengeluarkan harta, yang mungkin menjadi bencana baginya dan mengurangi kesempurnaan agamanya. Alangkah banyak harta yang dia keluarkan untuk berfoya-foya dan bermewah-mewah, sebaliknya alangkah sedikit harta yang dia keluarkan untuk menunaikan kewajiban zakat, kafarat, serta menafkahi keluarga dan sanak kerabat. Apakah ini aktivitas yang adil?

Banyak orang merasa berat memanfaatkan harta dan raganya untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, tetapi ringan mengeluarkan harta, tenaga, dan raganya untuk berwisata ke berbagai negera. Bisa jadi wisata itu dilakukan dengan meninggalkan istri dan anak-anaknya, sehingga waktu untuk berada di tengah keluarga dan mendidik anak-anak hilang.

Demikianlah, semakin sering kita berpikir tentang keadaan diri kita, semakin kita mendapati diri kita atau kebanyakan kita mengabaikan dan melalaikan amalan-amalan akhirat, namun berlebih-lebihan dalam aktivitas dunia. Ini bukan aktivitas yang adil. Allah Ta’ala berfirman:

فَاَمَّا مَنْ طَغٰىۖ؛ وَاٰثَرَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۙ؛ فَاِنَّ الْجَحِيْمَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ؛ وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰىۙ؛ فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰى

Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya Nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya Surgalah tempat tinggal(nya).” (an-Nazi’at: 37-41)

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۖ؛ وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰى

Tetapi kalian (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.” (al-A’la: 16-17)

Wahai kaum muslimin, Allah tidak memerintahkan kalian untuk meninggalkan seluruh aktivitas dunia. Allah tidak mungkin memerintahkan demikian, karena kelangsungan hidup manusia di dunia menuntut mereka beraktivitas untuk dunia. Allah memerintahkan kalian agar tidak lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, tidak menjadikan dunia obsesi terbesar kalian, seakan-akan kalian diciptakan untuk dunia, seakan-akan dunia adalah tempat yang abadi. Ambillah jatah dunia kalian. Laksanakan amalan-amalan akhirat kalian sesuai dengan yang diperintahkan. Laksanakanlah amalan akhirat kalian sebaik-baiknya, sebagaimana kalian melaksanakan aktivitas dunia sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin. Jika kalian tidak melakukan demikian, berarti kalian telah mengutamakan dunia daripada akhirat, dan kalian akan kembali ke kehidupan akhirat dengan membawa beban dosa dan kerugian yang besar.

Ya Allah, limpahkan taufik kepada kami untuk menjalankan apa yang Engkau cintai dan Engkau ridai. Karuniakanlah petunjuk kepada kami dalam melaksanakan urusan kami. Ampunilah kami dan kaum muslimin. Sesungguhnya Engkau Mahapengampun lagi Mahapenyayang.

Baca juga: PANJANG ANGAN-ANGAN

Baca juga: AMALAN YANG PALING UTAMA

Baca juga: BESARNYA PAHALA SEBANDING DENGAN BESARNYA UJIAN

(Syekh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin)

Serba-Serbi