AIR YANG SUCI TETAPI TIDAK MENYUCIKAN

AIR YANG SUCI TETAPI TIDAK MENYUCIKAN

Pada asalnya air adalah suci dan menyucikan, yakni suci pada zatnya dan menyucikan benda lain. Namun apabila air telah bercampur dengan benda lain yang suci dan benda itu mengubah status air, maka air itu menjadi air yang suci tetapi tidak menyucikan.

Contoh air yang suci tetapi tidak menyucikan adalah pewarna, cuka, air kembang, tinta, dan air kuah. Air-air ini tidak boleh digunakan untuk mandi atau wudu karena bersuci hanya boleh dengan air mutlak. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala:

فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا

“…sedangkan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci).” (QS an-Nisa’: 43)

Dari Atha’, bahwasanya ia membenci berwudu dengan susu atau air perasan kurma. Ia berkata, “Sesungguhnya tayamum lebih aku sukai daripada menggunakan keduanya untuk berwudu.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari)

Dari Abu Kahaldah, dia berkata, “Aku bertanya kepada Abul Aliyah tentang laki-laki yang junub yang tidak memiliki air kecuali air perasan kurma. Apakah orang itu boleh mandi dengan air perasan kurma?” Ia menjawab, “Tidak.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud)

al-Bukhari rahimahullah berkata dalam Shahihnya, “Bab: Tidak boleh berwudu dengan menggunakan air perasan kurma atau minuman yang memabukkan. Hal itu dimakruhkan oleh al-Hasan dan Abul Aliyah.”

Abu Isa at-Tirmidzi rahimahullah berkata, “Orang yang berpendapat bahwa tidak boleh berwudu dengan air perasan kurma lebih dekat dan lebih mirip dengan keterangan al-Qur’an, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا

“…sedangkan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci).” (QS an-Nisa’: 43)

فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا

“…sedangkan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan tanah yang suci.” (QS al-Ma’idah: 6)

Baca juga: AIR YANG SUCI DAN MENYUCIKAN

Baca juga: AIR UNTUK BERSUCI

Baca juga: AIR YANG TERCAMPUR DENGAN BENDA NAJIS

(Syekh Husain bin ‘Audah al-‘Awaisyah)

Fikih