SIKAP SUAMI JIKA MELIHAT PADA ISTRINYA SESUATU YANG TIDAK DISUKAI

SIKAP SUAMI JIKA MELIHAT PADA ISTRINYA SESUATU YANG TIDAK DISUKAI

Kewajiban suami jika melihat pada istrinya sesuatu yang tidak ia sukai adalah segera mengingat kebaikan istri, tidak mengesampingkan kelebihan dan susah payah istrinya dalam menunaikan hak-hak suami dan mengurusi kepentingan-kepentingannya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ

Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak menyukai satu akhlak padanya, hendaklah ia menyukai akhlak lain padanya.” (HR Muslim)

Seorang suami wajib mengingat kebaikan istri dan menjadikan sisi yang tidak ia sukai pengganti sisi yang ia sukai. Dengan demikian, insya Allah, ia mendapatkan banyak pahala. Allah Ta’ala memerintahkan suami agar berbuat baik kepada istrinya dan memperlakukan istrinya secara makruf hingga sekalipun sang suami tidak menyukainya, karena sebenarnya ia tidak mengetahui di mana kebaikan itu. Bisa jadi itu merupakan peyebab munculnya banyak kebaikan dan pintu manfaat yang besar, seperti karunia anak-anak yang saleh yang mengangkat derajatnya di dunia dan di akhirat, atau diberkahi dengan taufik berkat kesalehan dan ketulusan doa anak-anak untuknya, selain tentu saja pahala besar dari merawat dan mendidik anak-anak saat kecil.

Allah Ta’ala berfirman:

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik. Jika kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah), karena boleh jadi kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS an-Nisa’: 19)

Orang yang paling sedikit taufiknya dan paling jauh dari kebaikan adalah orang yang menutup mata rapat-rapat kebaikan istrinya, melupakan atau pura-pura tidak mengetahui kebaikan istrinya, sedangkan terhadap keburukan dan kekurangan istrinya ia membuka mata lebar-lebar, membesarkannya dan menyebutnya setiap saat, seolah-olah istrinya tidak memiliki kelebihan sedikit pun. Apa pun yang ada pada istrinya selalu dipandang negatif dan buruk.

Sungguh hal itu bertentangan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

للَّهُمَّ إِنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَعِيفَين: اليَتِيم والمَرْأَة

Ya Allah, sesungguhnya aku menimpakan dosa terhadap orang yang menyia-nyiakan hak dua golongan yang lemah, yaitu anak yatim dan perempuan (istri).” (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh an-Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim. Dihasankan oleh Syekh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ dan Silsilah Ahadits ash-Shahihah)

Beliau juga menjelaskan bahwa manusia terbaik dan paling sempurna imannya adalah manusia yang paling baik terhadap istrinya. Dikatakan dalam hadis sahih:

 خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya. Dan aku adalah orang terbaik di antara kalian terhadap istriku.” (HR Ibnu Majah)

Beliau juga bersabda,

أَكْمَل الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحَا سِنُهُمْ أَخْلَاقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ

Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (HR at-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Hibban. Disahihkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Syekh al-Albani)

Ini adalah kesaksian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pembicaraannya tidak mengikuti hawa nafsu, bahwa orang yang paling baik adalah orang yang paling baik terhadap istrinya. Oleh karena itu, seorang suami hendaklah berusaha keras untuk memperoleh kebaikan dan kemuliaan ini.

Banyak kaum laki-laki keliru dengan menganggap bahwa lunak terhadap istri, memperlakukannya dengan baik, dan terlibat dalam urusan rumah tangga merupakan kelemahan dan dominasi perempuan atas laki-laki. Oleh karena itu, mereka menginginkan kata-kata mereka dituruti, pendapat mereka dilaksanakan dan tidak boleh dibantah atau didiskusikan. Ini sama sekali bukan kekuatan laki-laki, bukan pula akhlak orang terhormat. Hakikat orang terhormat adalah orang yang mengalah di rumah untuk keluarganya dengan toleransi dan perlakuan baik, sedangkan di luar rumah ia mengalahkan musuh dengan kejantanan dan kekuatannya.

Seorang laki-laki berkata kepada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu, “Wahai Amirul Mukminin, bagaimana mungkin kami menisbahkan engkau pada kecerdasan nalar, sedangkan engkau dikalahkan oleh setengah manusia (maksudnya istrinya)?” Mu’awiyah menjawab, “Tidak demikian! Sesungguhnya mereka (kaum perempuan) mengalahkan orang-orang terhormat dan dikalahkan oleh orang-orang hina.”

Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, dan kita tahu bahwa tidak ada orang yang memiliki kekuatan dan wibawa seperti dirinya, “Seorang laki-laki di tengah keluarganya hendaklah seperti anak kecil. Namun ketika ia mencari apa yang ia miliki, ia mendapati seorang laki-laki sejati.”

Luqman al-Hakim berkata, “Orang yang berakal selayaknya seperti anak kecil di tengah keluarganya. Begitu berada di tengah masyarakat, ia mendapati dirinya seorang laki-laki.”

Di manakah ketenteraman, ketenangan dan kasih sayang bila kepala rumah tangga adalah seorang laki-laki yang berwatak keras yang memperlakukan anggota keluarga dengan buruk, berwawasan sempit, selalu dikalahkan oleh kedunguannya, dibutakan oleh kebodohannya, mudah marah, dan sempit dada? Ketika di dalam rumah, ia banyak berbicara yang menyakitkan. Ketika di luar rumah, ia berburuk sangka.

Terkadang setelah bertahun-tahun menjalani hidup bersama istrinya, seorang suami belum pernah memperdengarkan kata-kata pujian untuk istrinya. Ia belum pernah mengakui kesetiaan, kepatuhan, kecerdasan, kecekatan, kecantikan, serta keindahan busana dan perhiasan istrinya. Ia sangat kikir untuk megucapkan kata-kata cinta, enggan mencumbui dan merayu istrinya.

Ia tidak menyadari bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling baik terhadap keluarganya, bahwa kebahagiaan rumah tangga terwujud hanya dengan perlakuan dan perangai baik, wajah berseri, ungkapan terima kasih, serta pengakuan dan keinginan untuk menyenangkan istrinya. Ia tidak menyadari bahwa istrinya ingin dimanja, dipuji dan diperlakukan bak bayi.

Selain memberi ketenangan, kata-kata pujian yang didengar istri dari suaminya memberi kesan mendalam dan menambah cinta kepada suaminya. Hatinya berbunga-bunga dan gairahnya muncul sehingga pengabdian dan kesetiaan kepada suaminya bertambah. Ini dapat mengusir rasa jenuh dengan tugas-tugas rumah tangga yang sering dialami oleh istri yang tidak mendapatkan pengakuan dan pujian dari suaminya.

Baca juga: SUAMI WAJIB MEMBERI NAFKAH KEPADA ISTRI

Baca juga: SYARAT MENAFKAHI ISTRI

Baca juga: LEMAH LEMBUT KEPADA ORANG DI BAWAH KITA

Baca juga: HUKUM MEMIKIRKAN SESUATU YANG HARAM TANPA MELAKUKANNYA

(Abdul Aziz bin Fauzan bin Shalih al-Fauzan)

Adab