KEKHAWATIRAN RASULULLAH DENGAN DIBENTANGKANNYA HARTA DUNIA

KEKHAWATIRAN RASULULLAH DENGAN DIBENTANGKANNYA HARTA DUNIA

Dari ‘Amr bin ‘Auf al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, bahawasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Abu ‘Ubaidah al-Jarrah radhiyallahu ‘anhu ke Bahrain -sebuah daerah yang masuk wilayah Irak – untuk mengumpulkan pajak. Sekembali dari Bahrain Abu ‘Ubaidah membawa harta yang banyak. Kaum Anshar mendengar kedatangannya. Mereka mengerjakan salat Fajar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah salat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi. Para sahabat mengerumuninya. Beliau tersenyum melihat mereka, lalu bersabda,

أظُنُّكُمْ سَمِعْتُمْ أنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ قَدِمَ بِشَيْءٍ مِنَ الْبَحْرَيْنِ؟

Kukira kalian sudah mendengar bahwa Abu ‘Ubaidah telah datang dari Bahrain dengan membawa harta yang banyak.”

Mereka menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.”

Beliau bersabda,

أبْشِرُوا وَأَمِّلْوا مَا يَسُرُّكُمْ. فَوَاللَّهِ، مَا الْفَقْرَ أخْشَى عَلَيْكُمْ، وَلَكِنِّي أخْشَى أنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ. فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أهْلَكَتْهُمْ

Bergembiralah kalian dan berharaplah apa yang akan menyenangkan kalian. Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan menimpa kalian, akan tetapi aku khawatir seandainya harta dunia dibentangkan kepada kalian, sebagaimana dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian. Kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba mendapatkannya, sehingga harta dunia menghacurkan kalian sebagaimana ia menghancurkan mereka.” (Muttafaq ‘alaih)

PENJELASAN

Kehidupan dunia tidak seberapa dibandingkan dengan kehidupan akhirat, karena dunia laksana jembatan penyeberangan atau ladang akhirat.

Kehidupan dunia ada tiga macam: (1) berbahaya bagi kehidupan akhirat, (2) bermanfaat bagi kehidupan akhirat, dan (3) tidak bermanfaat dan juga tidak berbahaya bagi kehidupan akhirat.

Warak adalah meninggalkan perkara-perkara yang berbahaya di akhirat. Warak terlaksana dengan meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah Ta’ala.

Zuhud adalah meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat di akhirat. Orang zuhud adalah orang yang hanya mengambil perkara-perkara yang bermanfat baginya. Ia tidak mengambil setiap yang tidak bermanfaat karena mengutamakan yang lebih utama. Maka kedudukan zuhud lebih tinggi daripada keutamaan warak. Setiap orang yang zuhud adalah orang yang warak, sedangkan orang warak yang belum tentu orang yang zuhud.

Nabi shallallahu ‘alalhi wa sallam memperingatkan kita dari dibukakannya dunia untuk kita, sebagaimana dibukakannya untuk orang-orang sebelum kita, kemudian kita binasa seperti mereka.

Ketika Abu ‘Ubaidah radhiyallahu ‘anhu pulang dari Bahrain dengan membawa harta pajak, orang-orang Anshar mengetahuinya. Mereka mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di saat salat Subuh. Seusai salat mereka mengerumuni Nabi. Beliau tersenyum mengetahui mereka hadir untuk mendapatkan harta.

Beliau berkata kepada mereka, “Kukira kalian sudah mendengar bahawa Abu ‘Ubaidah telah datang dari Bahrain dengan membawa harta yang banyak.” Mereka menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Maksudnya, benar bahwa kami mendengar tentang kepulangan Abu ‘Ubaidah dan kami datang untuk menerima bagian kami.

Beliau bersabda, “Bergembiralah kalian dan berharaplah apa yang akan menyenangkan kalian. Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan menimpa kalian.” Ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengkhawatirkan kefakiran menimpa kita, sebab bisa saja kefakiran adalah baik bagi kita, sebagaimana hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنَّ مِنْ عِبَادِي مَنْ لَا يُصْلِحُ إِيْمَانَهُ إِلاَّ الْفَقْرُ. وَإِنْ بَسَطْتُ لَهُ أَفْسَدَهُ ذَلِكَ

Dan di antara hamba-Ku, keimanannya adalah baik jika Aku memberikan kemiskinan kepadanya. Seandainya Aku bentangkan harta dunia untuknya, itu akan merusaknya.” Yaitu, harta dunia akan menyesatkan dan menghalang-halanginya dari akhirat.

وَلَوْ أَفْقَرْتُهُ لْأَفْسَدَهُ ذَلِكَ

Seandainya Aku memberinya kemiskinan, itu akan merusaknya.” (Hadis ini dinilai daif, namun maknanya sahih karena memiliki dasar sahih dari surat asy-Syura ayat 27)

Pada umumnya kefakiran lebih dekat kepada kebenaran daripada berkecukupan. Simaklah kisah para nabi Allah ‘alaihimussalam. Siapakah yang mendustakan mereka? Yang mendustakan mereka adalah para pemuka kaum yang bergelimang harta. Kebanyakan pengikut para nabi adalah orang fakir. Begitu juga dengan pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alalhi wa sallam.

Maka kefakiran bukanlah sesuatu yang dikhawatirkan beliau, tetapi dibentangkannya harta dunia kepada kita, sebagaimana sabda beliau, “Aku khawatir jika harta dunia dibentangkan kepada kalian, sebagaimana dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian. Kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba mendapatkannya, sehingga harta dunia menghacurkan kalian sebagaimana ia menghancurkan mereka.”

Perhatikanlah keadaan kita sekarang ini. Ketika orang-orang lebih dekat kepada kemiskinan, mereka lebih dekat kepada ketakwaan dan lebih khusyuk dalam beribadah. Ketika mereka memiliki banyak harta, mereka sering berpaling dari jalan Allah. Mereka bersenang-senang dengan keindahan dan perhiasan dunia, seperti kendaraan, rumah, tempat tidur, dan pakaian. Mereka saling membanggakan semua itu. Mereka berpaling dari akhirat yang penuh manfaat.

Media massa seperti koran dan majalah tidak memuat kecuali kemewahan dan perkara-perkara dunia serta mengajak berpaling dari jalan Allah sehingga masyarakat rusak, kecuali yang dirahmati oleh Allah Ta’ala.

Kesimpulannya, jika manusia kepadanya dibentangkan harta dunia, ia akan rusak dan menyimpang dari agama, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

كَلَّآ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَيَطْغٰىٓ اَنْ رَّاٰهُ اسْتَغْنٰى

Ketahullah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS al-Alaq: 6-7)

Fir’aun berkata kepada kaumnya,

يٰقَوْمِ اَلَيْسَ لِيْ مُلْكُ مِصْرَ وَهٰذِهِ الْاَنْهٰرُ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِيْ

Wahai kaumku, bukankah kerajaan Mesir kepunyaanku, dan sungai-sungai mengalir dari bawahku.” (QS az-Zukhruf: 51)

Ia sangat bangga dengan dunia sehingga dunia sangat berbahaya baginya.

Baca juga: SIFAT KANAAH

Baca juga: TAKUT KEPADA DUNIA

Baca juga: PANJANG ANGAN-ANGAN

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati