BEJANA

BEJANA

Aaniyah adalah bentuk jamak dari inaa’ yang berarti bejana, yaitu wadah yang digunakan untuk menyimpan atau menampung sesuatu. Hukum asal mengenai bejana adalah halal. Tidak ada perbedaan antara bejana kecil dan bejana besar, begitu juga dengan bejana mahal yang terbuat dari permata, zamrud, intan, dan bejana murah. Semua bejana tersebut boleh dimiliki dan digunakan berdasarkan firman Allah Ta’ala:

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا

Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS al-Baqarah: 29)

Dengan demikian, diperbolehkan memiliki segala bentuk bejana, memperdagangkannya dengan menjual dan membeli, serta memanfaatkannya untuk makan, minum, dan hal-hal semisalnya.

Dimakruhkannya penggunaan bejana mahal tidak lain karena dalam penggunaannya terkandung makna kesombongan dan pemborosan. Namun, ada pengecualian terhadap hukum-hukum di atas, yaitu terkait dengan bejana emas dan perak, serta bejana yang digunakan oleh orang-orang musyrik.

1. Bejana Emas dan Perak

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَلْبَسُوا الْحَرِيرَ وَلَا الدِّيبَاجَ، وَلَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا؛ فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ.

Janganlah kalian mengenakan sutera halus maupun sutera kasar, dan janganlah minum dari bejana emas dan perak, serta jangan pula makan dengan piring yang terbuat dari keduanya, karena bejana-bejana tersebut adalah untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia dan untuk kalian di akhirat.” (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Hadis ini menunjukkan haramnya makan dan minum dengan menggunakan bejana emas dan perak, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Adapun berhias dengan keduanya, emas diharamkan bagi laki-laki kecuali untuk mengenakan cincin perak, sementara perempuan diperbolehkan berhias dengan keduanya.

Ulama berbeda pendapat tentang hukum menggunakan emas dan perak selain untuk makan dan minum. Mayoritas ulama mengharamkannya, namun Imam asy-Syaukani dalam Nailul Authar berpendapat bahwa hal tersebut diperbolehkan karena tidak ada dalil yang jelas yang menerangkan keharamannya, dan pengharaman dalam hadis hanya terbatas pada makan dan minum. Apalagi terdapat hadis dari Utsman bin Abdullah bin Mauhab yang berkata, “Aku diutus oleh keluargaku untuk menemui Ummu Salamah dengan membawa cangkir berisi air. Adalah kebiasaan orang-orang pada masa sahabat, apabila tertimpa penyakit ‘ain (pandangan jahat) atau tertimpa sesuatu, mereka akan mendatanginya dengan membawa bejana. Lalu Ummu Salamah mengeluarkan beberapa helai rambut milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disimpan dalam juljul (lonceng kecil) yang terbuat dari perak. Ia menggerak-gerakkannya dan (si sakit) minum dari bejana tersebut.” (HR al-Bukhari)

al-Juljul adalah bejana yang serupa dengan lonceng, sedangkan al-mikhdhab adalah jenis bejana lainnya.

Berdasarkan ketetapan di atas, diperbolehkan berwudhu, mandi, dan segala bentuk penggunaan lainnya selain makan dan minum dari bejana emas atau perak. Pendapat ini dirajihkan oleh ash-Shan’ani dalam Subulussalam dan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam asy-Syarhu al-Mumti’.

Beberapa catatan:

🏀 Di antara hadis-hadis yang mengancam orang yang makan dan minum dengan menggunakan bejana emas dan perak adalah hadis sahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الَّذِي يَشْرَبُ فِي إِنَاءِ الْفِضَّةِ إِنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ

Orang yang minum dari bejana perak, tidak lain akan dicurahkan ke dalam perutnya api Jahanam.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dalam satu lafaz dari Muslim disebutkan, “Barangsiapa yang minum dari bejana emas dan perak.”

Ini menunjukkan bahwa makan dan minum dari kedua bejana tersebut termasuk dosa besar.

🏀 Hukum di atas tidak berlaku pada batu-batu berharga seperti yaqut dan permata, karena hukum asal pada sesuatu adalah mubah, dan tidak ada satu dalil pun yang mengharamkan penggunaannya, sekalipun untuk makan dan minum.

🏀 Boleh mematri bejana yang retak dengan perak, dan tidak dilarang mengunakan bejana tersebut.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, diriwayatkan bahwa cangkir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam retak, lalu beliau menyambung bagian yang retak tersebut dengan perak. (HR Muslim)

asy-Syi’bu dengan mengkasrahkan syin yang bertasydid bermakna pecah atau retak. Salsalah berarti menyambung sesuatu dengan sesuatu yang lain.

🏀 Ketahuilah bahwa bejana-bejana yang mubah (diperbolehkan) jika berbentuk seperti hewan, maka bejana tersebut diharamkan. Pengharamannya bukan karena zat bejana tersebut, tetapi karena alasan lainnya.

🏀 Jika seseorang tidak mendapatkan bejana untuk makan dan minum selain bejana emas dan perak, maka ia boleh mempergunakan keduanya karena alasan darurat.

2. Bejana Orang-orang Kafir

Diperbolehkan makan dan minum dengan menggunakan bejana orang-orang kafir, berdasarkan dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah makan daging kambing yang dihadiahkan oleh seorang wanita Yahudi dari Khaibar (HR al-Bukhari). Juga terdapat dalam hadis Shahihain dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu dalam sebuah hadis yang panjang, di mana di antaranya disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu dari mazadah (tempayan besar) milik seorang perempuan musyrik (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan Abu Dawud)

Mazadah adalah tempayan yang diisi air di dalamnya.

Namun, yang lebih utama adalah tidak menggunakan bejana mereka kecuali setelah dicuci terlebih dahulu, terutama jika diketahui bahwa mereka memasak babi dan meminum khamar dari bejana tersebut.

Dari Abu Tsa’labah al-Khasyniy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berada di bumi kaum ahli kitab. Apakah kami boleh makan dengan menggunakan bejana mereka?”

Beliau menjawab,

إِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَلَا تَأْكُلُوا فِيهَا، وَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَاغْسِلُوهَا وَكُلُوا فِيهَا

Jika kalian mendapatkan yang lainnya, maka janganlah kalian makan di dalamnya. Jika kalian tidak mendapatkan (yang lain), maka cucilah bejana tersebut dan makanlah di dalamnya.’” (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan Abu Dawud)

Dalam riwayat Ahmad dan Abu Dawud disebutkan, “Sesungguhnya bumi yang kami pijak adalah bumi ahli kitab, dan sesungguhnya mereka memakan daging babi dan meminum khamar. Lalu, bagaimana kami menggunakan bejana mereka?” (HR Abu Dawud)

Baca juga: APAKAH NAJIS BOLEH DIHILANGKAN DENGAN SELAIN AIR?

Baca juga: MEMBACA BASMILLAH SEBELUM MAKAN DAN MINUM, DAN HAMDALAH SESUDAHNYA

Baca juga: TATA CARA BERWUDHU YANG SEMPURNA

(Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy)

Fikih