Kehidupan adalah ladang ujian, sedangkan akhirat adalah tempat memetik hasil. Dalam kehidupan rumah tangga seorang laki-laki terkadang diuji dengan kedurhakaan istri. Dalam agama disebut dengan nusyuz. Perempuan nusyuz kepada suami artinya perempuan yang membangkang dan bersikap buruk kepada suami.
Para ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah memberi definisi bahwa nusyuz adalah keluarnya istri dari ketaatan yang wajib kepada suami (istri tidak menjalankan kewajiban taat kepada suami-red). Perbuatan nusyuz (dalam arti bersikap tidak baik) bisa bersumber dari suami kepada istri atau sebaliknya, tetapi yang terkenal adalah sikap buruk yang bersumber dari istri kepada suami.
Para ulama menyatakan bahwa nusyuz termasuk perbuatan dosa, karena istri menyelisihi kewajibannya untuk menaati suami, padahal kedudukan suami bagi istri adalah sangat agung. Banyak keterangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hak suami yang begitu tinggi kepada istrinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Kalau aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku sudah memerintahkan para istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR at-Tirmidzi. Syekh al-Albani berkata, “Hadis hasan sahih.”)
Bentuk-Bentuk Nusyuz dan Ancamannya
Nusyuz atau kedurhakaan istri kepada suami sangat banyak bentuknya. Berikut adalah di antaranya:
1. Tidak bersyukur kepada suami
Kebaikan suami kepada istri sangat banyak, mulai dari memberi nafkah kepada keluarga, menjaga anak istri, memberikan ketenangan dan ketentraman rumah tangga, dan lain-lain. Maka kewajiban istri adalah bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla, kemudian kepada suaminya. Tidak bersyukur kepada suami menjadi sebab kemurkaan Allah kepada istri, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لَا تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat seorang istri yang tidak berterima kasih kepada (kebaikan) suaminya, padahal ia selalu butuh kepada suaminya.” (HR an-Nasa-i)
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sikap istri yang tidak bersyukur kepada suami merupakan sebab banyaknya perempuan masuk Neraka.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ
“Neraka telah diperlihatkan kepadaku. Ternyata mayoritas penghuninya adalah perempuan. Mereka kufur (mengingkari).”
Beliau ditanya, “Apakah mereka kufur (mengingkari) Allah?”
Beliau menjawab,
يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Mereka mengingkari suami dan mengingkari perbuatan baiknya. Jika engkau telah berbuat baik kepada perempuan (istri) dalam waktu lama, kemudian dia melihat sesuatu (yang menyakitkannya-red) darimu, dia berkata, ‘Aku sama sekali tidak melihat kebaikan darimu.’” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud bersyukur kepada kebaikan suami bukan sekedar mengakui kebaikannya, sebab “syukur” dalam Bahasa Arab dilakukan oleh hati, lidah, dan anggota badan. Oleh karena itu, istri wajib mengakui berbagai kebaikan suami dengan hatinya, mengungkapkan dengan lidahnya, dan melakukan segala yang menyenangkan suaminya dengan anggota badannya.
2. Menyakiti suami
Termasuk kewajiban istri adalah menaati perintah suami dan menyenangkan ketika dilihat suami. Ketika istri berbuat sebaliknya, yaitu menyakiti suami yang mukmin dengan bentuk apapun, maka dia akan mendapatkan murka Allah Azza wa Jalla, bahkan murka bidadari Surga yang akan menjadi istri suaminya.
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا، إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الحُورِ العِينِ: لاَ تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ اللَّهُ، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكَ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia, melainkan istrinya dari kalangan bidadari berkata, ‘Janganlah engkau menyakitinya! Semoga Allah memusuhimu. Dia (sang suami) hanyalah tamu di sisimu. Hampir saja ia meninggalkanmu menuju kepada kami.’” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadis ini dihukumi sebagai hadis sahih oleh Syekh al-Albani)
3. Menolak ajakan suami
Istri berkewajiban melayani suami sebatas kemampuannya, selama bukan dalam perkara maksiat. Termasuk ketika suami mengajaknya ke tempat tidur, istri tidak boleh menolak.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang suami memanggil isterinya ke tempat tidur, namun istrinya enggan (datang), lalu suami bermalam dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknat sang isteri sampai masuk waktu Subuh.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadis ini merupakan dalil tentang haramnya istri menolak ajakan suami ke tempat tidur tanpa halangan syar’i. Dan haid bukan merupakan halangan menolak, sebab suami punya hak bersenang-senang dengan istrinya di atas sarungnya (maksudnya boleh bersenang-senang selama bukan jimak-red).”
4. Keluar rumah tanpa izin suami
Seorang istri tempatnya adalah di rumah. Ia tidak boleh keluar rumah kecuali dengan izin suami.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kalian (para istri Nabi) tetap di rumahmu, dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu, dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai ahlul bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” (QS al-Ahzab: 33)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa perempuan tidak boleh keluar rumah kecuali ada kebutuhan.”
Syaikhul Islam berkata, “Tidak halal bagi seorang istri keluar rumahnya tanpa izin suaminya. Tidak halal bagi seorang pun menjemputnya dan menahannya dari suaminya, baik dia sebagai perempuan yang menyusui, atau sebagai dukun bayi (bidan), atau pekerjaan lainnya. Jika dia keluar rumah tanpa izin suaminya, berarti ia telah berbuat nusyuz (durhaka), bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan layak mendapat hukuman.”
Setelah kita mengetahui hak besar suami atas istrinya, maka selayaknya para perempuan memperhatikannya, sehingga membawa kebahagiaan bagi keluarganya.
Baca juga: ISTRI YANG SALEH ADALAH NIKMAT YANG BESAR
Baca juga: TIDAK MEMUKUL ISTRI DAN TIDAK MENERTAWAKAN KENTUT
(Ustaz Abu Isma’il Muslim al-Atsari)
Disalin dari: https://almanhaj.or.id/11050-istri-durhaka-diancam-neraka.html