TIDAK DITERIMA SHALAT TANPA BERWUDHU

TIDAK DITERIMA SHALAT TANPA BERWUDHU

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Allah tidak menerima salat salah seorang dari kalian apabila dia berhadas sampai dia berwudu.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

PENJELASAN

Teks hadis ini menyatakan dengan jelas tentang syarat wudu untuk salat, sebagaimana ditunjukkan pula oleh al-Qur’an. Oleh karena itu, umat Islam berijmak bahwa orang yang mengerjakan salat dalam keadaan berhadas, salatnya batal.

Hadas adalah segala sesuatu yang keluar dari dua lubang pembuangan. Termasuk ke dalamnya adalah segala sesuatu yang membatalkan wudu, seperti menyentuh zakar dengan telapak tangan. Batasannya adalah al-ku’, menyentuh wanita dengan syahwat secara mutlak, baik dengan tangan maupun dengan anggota lainnya, dan pembatal-pembatal wudu lainnya.

Sebagian ulama menjadikan hadis di atas dan hadis berikut,

Bertawaf di Baitullah (Ka’bah) adalah salat,” (HR an-Nasa-i) sebagai dalil yang menunjukkan syarat bersuci untuk melaksanakan tawaf. Akan tetapi istidlal tersebut tergantung pada kesahihan hadis, “Bertawaf di Baitullah (Ka’bah) adalah salat.” Ditambah lagi bahwa perkara-perkara tawaf yang menyelisihi salat lebih banyak daripada yang menyamainya. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan orang-orang yang datang setelah mereka apabila telah selesai melaksanakan tawaf, mereka segera melaksanakan salat dua rakaat. Tidak diriwayatkan bahwa salah seorang dari mereka berwudu untuk salat dua rakaat setelah tawaf. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa mereka tidak melaksanakan tawaf melainkan dalam keadaan suci.

Wudu adalah membasuh empat anggota tubuh melalui tata cara yang telah ditentukan.

Jika seseorang melaksanakan salat dalam keadaan berhadas, maka salatnya tidak sah, baik dia mengetahui hukumnya, tidak mengetahui, atau pun lupa. Hal itu karena wudu adalah perkara yang diperintahkan, dan dzimmah (tanggungan perintah) seseorang tidak dapat terlepas darinya kecuali dengan mengerjakannya. Akan tetapi, orang yang tidak mengetahui hukumnya atau lupa, dia tidak terkena dosa. Yang terkena dosa adalah orang yang sengaja melakukannya, sedangkan dia mengetahui hukumnya.

Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang melaksanakan salat dalam keadaan berhadas dianggap kafir karena telah bermain-main atau mempermainkan agama. Akan tetapi, menurut pendapat yang sahih, dia tidak dianggap kafir. Selain itu, jika seorang imam melaksanakan salat dalam keadaan berhadas, maka ia harus mengulangi salat itu sendirian.

Baca juga: MENGUSAP SEPATU DAN PENUTUP

Baca juga: SIFAT WUDU NABI

Baca juga: ISTINSYAQ, ISTIJMAR DAN MENCUCI TANGAN

(Syekh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di)

Fikih