TERJADINYA SYIRIK DALAM TAUHID ULUHIYAH

TERJADINYA SYIRIK DALAM TAUHID ULUHIYAH

Seorang muslim, selain mengetahui kebenaran, wajib mengetahui kebatilan yang menjadi lawan kebenaran agar dapat menjauhinya.

Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata, “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena aku khawatir terjatuh ke dalamnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tali simpul Islam dapat terurai simpul demi simpul apabila tumbuh dalam Islam orang-orang yang tidak mengenal jahiliah.”

Sebelum itu Ibrahim al-Khalil ‘alaihissalam berkata,

رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ اٰمِنًا وَّاجْنُبْنِيْ وَبَنِيَّ اَنْ نَّعْبُدَ الْاَصْنَامَ ۗ رَبِّ اِنَّهُنَّ اَضْلَلْنَ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ

Wahai Rabb-ku, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman. Jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari penyembahan berhala-berhala. Wahai Rabb-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak manusia.” (QS Ibrahim: 35-36)

Ini adalah beberapa dalil di antara dalil-dalil yang mewajibkan seorang muslim mengetahui syirik, takut kepadanya dan menghindarinya.

Syirik adalah memperuntukkan sebagian ibadah kepada selain Allah, seperti doa, menyembelih, nazar, istigasah kepada selain Allah dalam urusan yang hanya Allah yang kuasa atasnya.

Tauhid adalah mengesakan Allah dengan ibadah. Tauhid adalah sesuatu yang telah ada secara asli pada diri manusia, sedangkan syirik adalah sesuatu yang terjadi kemudian.

Allah Ta’ala berfirman:

كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ

Manusia pada mulanya adalah umat yang satu. (Kemudian mereka berselisih. Sebagian dari mereka berbuat syirik). Lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Allah menurunkan bersama mereka kitab yang membawa kebenaran untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (QS al-Baqarah: 213)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Antara Adam dan Nuh adalah 1000 tahun. Semuanya di atas Islam.” (HR al-Hakim)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Inilah pendapat yang sahih tentang makna ayat ini.” Dan pendapat ini juga disahihkan oleh Imam Ibnu Katsir rahimahullah.

Syirik pertama kali terjadi di bumi pada kaum Nabi Nuh ketika mereka berlebih-lebihan terhadap orang-orang saleh.

وَقَالُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا ەۙ وَّلَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًا

Dan mereka berkata, ‘Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan janganlah pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan janganlah pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr’.” (QS Nuh: 23)

al-Bukhari berkata dalam kitab Shahihnya dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Semua itu adalah nama orang-orang saleh dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka telah wafat (satu demi satu), setan membisikkan kepada kaum mereka untuk membuat area-area di majelis-majelis mereka dan menamainya dengan nama-nama mereka. Mereka pun melakukannya. Ketika itu area-area itu belum disembah. Hingga setelah mereka meninggal dan ilmu dilupakan, area-area itu pun disembah.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Banyak dari kaum salaf berkata, ‘Mereka adalah orang-orang saleh di kalangan kaum Nabi Nuh. Ketika mereka telah mati, orang-orang beritikaf di atas kuburan mereka. Kemudian mereka membuat area-area. Ketika zaman berganti, mereka pun menyembahnya.”

Dari atsar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh al-Bukhari ini tentang sikap kaum Nuh yang berlebih-lebihan terhadap orang-orang saleh di antara mereka, membuat area-area di majelis-majelis mereka, menunjukkan kepada kita bahaya area atau gambar makhluk hidup, bahaya memasangnya di dinding, bahaya memasang patung-patung di jalan-jalan dan lapangan-lapangan, dan bahwa hal itu dapat menyeret kepada perbuatan syirik, pengagungan kepada area dan patung, lalu menyeret kepada penyembahannya, sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh.

Dari sini, Islam mengharamkan gambar makhluk hidup dan melaknat pembuatnya, mengancamnya dengan ancaman yang sangat berat, bahwa mereka adalah orang-orang yang paling berat siksanya pada Hari Kiamat. Hal itu adalah dalam rangka menutup jalan (sarana) menuju syirik dan menjauhi sikap menyaingi Allah Ta’ala dalam menciptakan.

Kisah di atas menunjukkan kepada kita kesungguhan setan dalam menyesatkan anak cucu Adam dan makarnya kepada mereka. Setan datang kepada mereka untuk menggugah emosi mereka dengan alasan ingin berbuat baik. Ketika setan melihat kegandrungan kaum Nabi Nuh kepada orang-orang saleh dan kecintaan mereka kepada orang-orang saleh itu, dia mengajak mereka mencintainya secara berlebih-lebihan, memerintahkan mereka untuk membuat area-area atau memasang gambar sebagai kenangan tentang mereka, dengan tujuan menyeret mereka selangkah demi selangkah dari kebenaran kepada kesesatan. Setan tidak hanya memandang kepada orang-orang yang hadir, tetapi juga melongok kepada generasi-generasi sesudahnya yang minim ilmu dan dikuasai kebodohan. Dia menghiasi penyembahan kepada area-area tersebut. Dia berhasil menjerumuskan mereka ke dalam syirik besar hingga mereka pun menentang Nuh, Nabi mereka dengan berkata,

لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ

Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian.” (QS Nuh: 23)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Setan mempermainkan orang-orang musyrik sehingga mereka menyembah berhala dengan berbagai sebab. Setan mempermainkan setiap kaum, sesuai kadar akal mereka. Setan mengajak suatu kaum untuk menyembah berhala melalui sikap mengagungkan orang-orang mati. Kaum tersebut membuat area orang-orang saleh yang sudah mati, sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh.

Sebab itu merupakan sebab yang paling dominan terhadap kaum musyrikin yang awam. Adapun terhadap kaum musyrikin yang yang terpelajar, setan menyuruh mereka membuat berhala-berhala yang menurut mereka merupakan area bintang-bintang yang berpengaruh terhadap alam. Lalu mereka membuat bangunan untuknya, menunjuk pelayan dan juru kunci. Setelah itu, mereka melakukan perjalanan ke sana dan menyembelih kurban di sana. Perbuatan seperti ini sudah ada di dunia, dulu dan sekarang.

Asal akidah ini adalah kaum musyrikin Shabiin, yaitu kaum Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim mendebat mereka dan menetapkan kebatilan syirik mereka. Beliau menghancurkan hujah mereka dengan ilmu yang beliau miliki, menghancurkan tuhan-tuhan mereka dengan tangan beliau. Mereka pun menangkap Nabi Ibrahim dan membakarnya.

Kelompok lain membuat berhala untuk bulan. Mereka menganggap bulan berhak diagungkan dan disembah dan memandang pengaturan alam bawah berada di tangan bulan.

Kelompok lain menyembah api. Mereka adalah kaum majusi. Kelompok lain menyembah air. Kelompok lain menyembah hewan seperti kuda, sapi, bahkan manusia yang masih hidup atau sudah mati. Kelompok lain menyembah jin. Kelompok lain menyembah pohon. Kelompok lain menyembah malaikat.”

Dengan penjelasan di atas kita mengetahui makna firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَكَاَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاۤءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ اَوْ تَهْوِيْ بِهِ الرِّيْحُ فِيْ مَكَانٍ سَحِيْقٍ

Barangsiapa mempersekutukan Allah, ia seakan-akan jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS al-Hajj: 31)

Juga firman Allah Ta’ala:

ءَاَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُوْنَ خَيْرٌ اَمِ اللّٰهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُۗ مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِهٖٓ اِلَّآ اَسْمَاۤءً سَمَّيْتُمُوْهَآ اَنْتُمْ وَاٰبَاۤؤُكُمْ مَّآ اَنْزَلَ اللّٰهُ بِهَا مِنْ سُلْطٰنٍۗ اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ ۗاَمَرَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ

Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam atau Allah yang Mahaesa lagi Mahaperkasa? Apa yang kalian sembah selain Dia hanyalah nama-nama yang kalian buat-buat, baik oleh kalian sendiri maupun oleh nenek moyang kalian. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanya milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Yusuf: 39-40)

Juga firman Allah Ta’ala:

ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا رَّجُلًا فِيْهِ شُرَكَاۤءُ مُتَشٰكِسُوْنَ وَرَجُلًا سَلَمًا لِّرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيٰنِ مَثَلًا

Allah membuat perumpamaan, (yaitu) seorang laki-laki (hamba sahaya) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat tetapi dalam perselisihan, dan seorang hamba sahaya yang menjadi milik penuh seorang (saja). Adakah kedua hamba sahaya itu sama keadaannya?” (QS az-Zumar: 29)

Ketika kaum musyrikin menolak menyembah Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya, yang untuk tujuan ini mereka diciptakan, dan ia merupakan kebahagiaan mereka, mereka pun dikuasai oleh setan. Hawa nafsu dan syahwat mencerai-beraikan mereka.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ketika mereka berlari dari penghambaan yang untuk itu mereka diciptakan, maka mereka dilimpahkan malapetaka dengan penghambaan kepada nafsu dan setan.”

Tidak ada ketenangan hati, tidak ada kebaikan alam semesta kecuali dengan tauhid, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

اَمِ اتَّخَذُوْٓا اٰلِهَةً مِّنَ الْاَرْضِ هُمْ يُنْشِرُوْنَ لَوْ كَانَ فِيْهِمَآ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَاۚ فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ

Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi yang dapat menghidupkan (orang-orang yang mati)? Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki Arasy dari apa mereka sifatkan.” (QS al-Anbiya: 21-22)

Dari sini, bila bumi sudah sepi dari tauhid, maka Hari Kiamat pun tiba, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لَا يُقَالَ فِي الْأَرْضِ: اللَّهُ اللَّهُ

Hari Kiamat tidak akan terjadi hingga di bumi tidak dikatakan lagi, ‘Allah, Allah’.” (HR Muslim)

Para pemuja kuburan di zaman ini bercerai-berai dalam menyembah kuburan, sebagaimana bercerai-berainya kaum musyrikin zaman dulu dalam menyembah berhala. Setiap pemuja kuburan memiliki tempat pemujaan sendiri-sendiri di atas kuburan. Di sana mereka mendekatkan diri kepada penghuninya dalam berbagai bentuk ibadah. Setiap tarekat sufi memiliki syekh yang diangkat oleh murid-muridnya sebagai tuhan selain Allah. Syekh itu mensyariatkan agama bagi mereka yang tidak diizinkan oleh Allah Ta’ala.

Begitulah setan mempermainkan manusia. Tidak ada benteng dari makar dan kejahatan setan kecuali dengan tauhid, berpegang teguh kepada kitab Allah Ta’ala dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Baca juga: GHULUW TERHADAP ORANG SALEH ADALAH AWAL KESYIRIKAN

Baca juga: SYIRIK KEPADA ALLAH

Baca juga: TAUHID, MAKNA DAN JENIS-JENISNYA

(Syekh Shalih bin Fauzan al-Fauzan)

Akidah