BARANGSIAPA DIBERI TAUFIK, DIA BERUNTUNG DAN MENANG

BARANGSIAPA DIBERI TAUFIK, DIA BERUNTUNG DAN MENANG

Sesungguhnya seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari taufik Allah Azza Wa Jalla, baik di dunia ataupun di akhirat.

Allah Ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ وَمَنْ يَّتَّبِعْ خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ فَاِنَّهٗ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ مَا زَكٰى مِنْكُمْ مِّنْ اَحَدٍ اَبَدًاۙ وَّلٰكِنَّ اللّٰهَ يُزَكِّيْ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan mungkar. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tidak seorang pun dari kalian bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya. Tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (QS al-Nur: 21)

Barangsiapa diberi taufik oleh Allah Ta’ala sehingga dia bisa membersihkan dirinya, maka sungguh dia telah beruntung dan menang.

Firman Allah Ta’ala:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّىٰ

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman).” (QS al-A’la: 14)

Tingkatan taufik Allah Ta’ala yang paling tinggi bagi hamba-Nya adalah rasa cinta terhadap keimanan dan ketaatan serta rasa benci terhadap kekufuran dan kemaksiatan yang tertanam di dalam diri seorang hamba. Tingkatan inilah yang telah dianugrahkan oleh Allah Ta’ala kepada para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti yang disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala:

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ فِيْكُمْ رَسُوْلَ اللّٰهِ ۗ لَوْ يُطِيْعُكُمْ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنَ الْاَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ حَبَّبَ اِلَيْكُمُ الْاِيْمَانَ وَزَيَّنَهٗ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ اِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الرَّاشِدُوْنَۙ

Dan ketahuilah oleh kalian bahwa di kalangan kalian ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauan kalian dalam beberapa urusan, benar-benarlah kalian mendapat kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kalian ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hati kalian, serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS al-Hujurat: 7)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala berbicara kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, ‘Seandainya bukan karena taufik-Ku kepada kalian, niscaya jiwa-jiwa kalian tidak tunduk kepada keimanan. Keberadaan iman itu bukan karena kesepakatan kalian, dan bukan pula karena upaya pribadi kalian. Akan tetapi Aku telah menjadikanya dicintai oleh kalian dan menghiasinya di dalam hati-hati kalian. Dan Aku memberi kalian rasa benci kepada lawan keimanan, yaitu kekufuran dan kefasikan.

Taufik termasuk perkara yang tidak dimohon kecuali dari Allah Ta’ala, sebab tidak seorang pun mampu memberikan taufik kecuali Allah Ta’ala. Barangsiapa meminta taufik kepada selain Allah Ta’ala, maka dia pasti kecewa.

Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (QS al-Qashash: 56)

Hidayah yang disebutkan oleh Allah Ta’ala pada ayat di atas adalah hidayah taufik.

Syu’aib berkata:

وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ

Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya Aku kembali.” (QS Hud: 88)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Orang-orang yang mengenal Allah Ta’ala bersepakat bahwa yang dimaksud dengan taufik adalah bahwa Allah Ta’ala tidak menyerahkan urusanmu kepada dirimu sendiri. Kekecewaan muncul apabila Allah membiarkanmu mengurusi dirimu sendiri.”

Dalam makna inilah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan.

Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دَعَوَاتُ الْمَكْرُوبِ: اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو، فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Doa orang yang sedang dalam kesusahan, ‘Ya Allah, rahmat-Mu-lah yang aku harapkan. Maka janganlah Engkau serahkan urusanku kepada diriku (tanpa rahmat-Mu) walau sekejap. Perbaikilah semua urusanku. Tidak ada sembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.” (HR Abu Dawud dan Ahmad. Disahihkan oleh Syekh al-Albani)

Di antara kesalahan yang sering terjadi adalah anggapan sebagian orang bahwa orang yang diberi oleh Allah Ta’ala harta atau jabatan atau kedudukan atau perkara-perkara dunia lainnya adalah orang yang telah diberi taufik. Perkaranya bukan seperti apa yang mereka duga, sebab dunia ini diberikan oleh Allah kepada orang yang dicintai-Nya dan orang yang tidak dicintai-Nya. Dan Allah telah menyinggung masalah dan perkara ini bukan seperti apa yang diduga oleh manusia.

Allah Ta’ala berfirman:

فَاَمَّا الْاِنْسَانُ اِذَا مَا ابْتَلٰىهُ رَبُّهٗ فَاَكْرَمَهٗ وَنَعَّمَهٗۙ فَيَقُوْلُ رَبِّيْٓ اَكْرَمَنِۗ وَاَمَّآ اِذَا مَا ابْتَلٰىهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهٗ ەۙ فَيَقُوْلُ رَبِّيْٓ اَهَانَنِۚ

Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata, ‘Rabbku telah memuliakanku.’ Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, ‘Rabbku menghinakanku’.” (QS al-Fajr: 15-16)

Yang benar adalah bahwa orang yang diberi taufik adalah orang yang apabila diberi kekuasaan dan kedudukan, ia memanfaatkannya untuk menggapai rida Allah, membela agama Allah, dan memberi manfaat kepada saudaranya. Jika dia dikaruniai harta, maka dia mengambil yang halal dari harta tersebut dan menyalurkannya dalam ketaatan kepada Allah, sebab hikmah Allah menuntut agar setiap hamba diuji. Dan orang yang mendapat taufik adalah orang yang apabila dianugerahi karunia-Nya, dia bersyukur kepada-Nya. Dan orang terlantar adalah orang yang apabila diberi karunia-Nya, dia melampaui batas dan kafir.

Allah Ta’ala berfirman:

كَلَّآ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَيَطْغٰىٓ اَنْ رَّاٰهُ اسْتَغْنٰى

Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS al-Alaq: 6-7)

Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Sulaiman ‘alahissalam:

قَالَ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ

“…iapun berkata, ‘Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencobaku apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Mahakaya lagi Mahamulia.” (QS an-Naml: 40)

Taufik Allah Ta’ala bagi hamba-Nya terwujud dalam beberapa kenyataan. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Suatu kebaikan datang kepada manusia, namun dia menolaknya. Kemudian Allah Ta’ala mempermudah kebaikan tersebut bagi orang yang dikehendaki-Nya untuk mendapat kebaikan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap lebih dari sepuluh tahun menawarkan dakwahnya kepada berbagai kabilah agar mereka menolong beliau, namun mereka menolak. Kemudian Allah Ta’ala memberikan taufik-Nya kepada kaum Anshar sehingga mereka mendapat kemuliaan yang agung, baik di dunia maupun di akhirat.

Di antara taufik Allah Ta’ala bagi hamba-Nya adalah ada orang yang diberi taufik oleh Allah di akhir hayatnya dengan beramal saleh sehingga dia meninggal dalam beramal saleh. Dan Allah menutup semua amalnya dengan amal saleh tersebut.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Sesungguhnya seorang anak Yahudi yang biasa melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menderita sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membesuknya. Beliau duduk di samping kepalanya, lalu berkata,

أَسْلِمْ

Masuk Islamlah.”

Sang anak memandang bapaknya yang ada di samping kepalanya. Sang bapak berkata kepadanya, “Taatilah Abal Qasim shallallahu alaihi wa sallam!” Maka anak itu pun masuk Islam.

Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam keluar seraya bersabda,

اَلْحَمدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ

Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari Neraka.” (HR Bukhari)

Di antara taufik Allah Ta’ala bagi hamba-Nya adalah bahwa Allah memberikan taufik-Nya kepada para hamba-Nya dengan beramal yang sedikit namun memiliki pahala yang besar di sisi Allah.

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Seorang berpenutup kepala dari besi datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah aku harus berperang dulu baru masuk Islam?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya,

أَسْلِمْ ثُمَّ قَاتِلْ

Masuklah Islam, baru berperang!

Dia pun masuk Islam dan berperang sehingga terbunuh. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَمِلَ قَلِيلًا وَأُجِرَ كَثِيرًا

Dia telah beramal yang sedikit namun mendapat pahala yang besar.” (HR al-Bukhari)

Barangsiapa bertakwa kepada Allah Ta’ala dan hatinya penuh ikhlas karena Allah, dan Allah Mahamengetahui kebenaran niatnya, banyak berdoa kepada Allah, maka sungguh dia telah mendapat sebab yang paling besar yang menyampaikan kepada taufik.

Baca juga: ORANG YANG BERUNTUNG

Baca juga: TIDAK MENYEKUTUKAN ALLAH DAN WASIAT LAINNYA

(Dr Amin bin Abdullah asy-Syaqawi)

Kelembutan Hati