SUJUD SAHWI

SUJUD SAHWI

Sujud sahwi adalah dua sujud yang disyariatkan karena lupa sesuatu dalam salat. Lupa dalam salat adalah lupa yang tidak berakibat sangsi dan tidak pula berdosa. Hal itu karena lupa dalam salat bukan pilihan seseorang. Allah Ta’ala tidak membebani seseorang kecuali dalam batas kemampuannya.

Adapun melupakan salat, yaitu meninggalkan dan menyia-nyiakan salat berakibat sangsi dan hukuman, berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, yaitu orang-orang yang lupa dari salat mereka.”

Sujud sahwi terjadi karena penambahan, pengurangan atau keraguan.

1. Penambahan

Jika seseorang menambah rukuk, sujud, berdiri, duduk dalam salat dengan sengaja, maka salatnya batal. Penambahan dengan sengaja berarti ia telah melaksanakan salat yang tidak sesuai dengan cara yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ، فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa membuat perkara-perkara baru dalam agama ini yang tidak ada dasarnya dari agama ini, maka dia tertolak.” (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

Adapun jika penambahan itu karena lupa, maka shalatnya sah, akan tetapi ia harus sujud sahwi setelah salam.

Terdapat dua kasus penambahan:

a. Penambahan yang disadari di tengah-tengah shalat

Jika penambahan disadari di tengah-tengah shalat, maka ia kembali ke shalatnya, lalu sujud sahwi.

Contoh: Seseorang shalat Dzuhur lima rakaat dan mengingatnya di tengah-tengah rakaat kelima. Maka ia hendaklah langsung duduk tasyahud lalu salam. Setelah itu sujud sahwi lalu salam.

Dalilnya adalah hadis Abu Hurairah radhiyallaahu anhu ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan salam pada rakaat kedua dalam salah satu shalat beliau yang empat rakaat (Dzuhur atau Ashar). Ketika para sahabat mengingatkan beliau, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam segera melaksanakan rakaat yang masih tersisa dari shalat tersebut. Setelah salam, beliau melakukan sujud dua kali, kemudian salam. (HR al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah)

b. Penambahan yang disadari seusai shalat

Jika penambahan disadari seusai shalat, maka ia wajib sujud sahwi.

Contoh: Seseorang shalat Dzuhur lima rakaat karena lupa dan baru ingat seusai shalat, maka hendaklah ia sujud sahwi dan salam.

Dalil kasus ini adalah hadis Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Dzuhur bersama para sahabat sebanyak lima rakaat. Ketika beliau selesai salat, para sahabat bertanya kepada beliau, “Apakah shalat (Dzuhur) telah ditambah (rakaatnya)?”

Beliau bertanya, “Mengapa demikian?

Mereka menjawab, “Engkau salat lima rakaat.”

Maka beliau melipat kakinya dan menghadap kiblat, lalu sujud dua kali, lalu salam. (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)

2. Pengurangan

Pengurangan ada dua:

a. Pengurangan rukun shalat

Jika seseorang mengurangi salah satu rukun shalat, maka ia harus mengganti rukun tersebut. Dalam hal ini terdapat dua kemungkinan:

Pertama. Ia mengingatnya sebelum sampai di tempatnya (rukun yang luput) di rakaat berikutnya. Maka ketika itu ia wajib untuk kembali dan melakukan rukun yang luput dan rukun setelahnya. Ia melakukan sujud sahwi setelah salam.

Contoh: Seseorang langsung berdiri selesai sujud pertama pada rakaat pertama. Ia tidak duduk di antara dua sujud dan tidak sujud kedua. Ketika akan mulai membaca surat, ia teringat bahwa ia tidak duduk di antara dua sujud dan tidak sujud kedua. Maka ketika itu ia harus kembali dan duduk di antara dua sujud, kemudian sujud. Setelah itu ia berdiri dan melaksanakan hal-hal yang tersisa dari shalatnya. Setelah salam, ia sujud dua kali, kemudian salam.

Kedua. Ia mengingatnya ketika telah sampai ke tempatnya (rukun yang luput) di rakaat berikutnya. Maka, rakaat berikutnya itu menjadi pengganti dari rakaat sebelumnya yang luput. Dalam hal ini ia telah mengganti rukun yang luput dengan satu rakaat. Ia melakukan sujud sahwi setelah salam.

Contoh: Seseorang langsung berdiri setelah sujud pertama pada rakaat pertama. Ia tidak duduk di antara dua sujud dan tidak pula sujud kedua. Ia tidak mengingatnya kecuali saat duduk di antara dua sujud pada rakaat kedua. Pada keadaan seperti ini rakaat kedua menjadi rakaat pertama. Ia menambah satu rakaat dalam shalatnya dan salam, kemudian sujud sahwi dan kembali salam.

b. Pengurangan wajib shalat

Seseorang yang mengurangi wajib shalat dan berpindah dari tempat wajib shalat itu ke tempat setelahnya, maka ia tidak perlu mengganti wajib shalat tersebut. Cukup menggantinya dengan sujud sahwi sebelum salam.

Contoh: Seseorang lupa mengucapkan ‘subhaana rabbiyal a’la’, dan tidak ingat kecuali setelah bangkit dari sujud, maka ia telah meninggalkan salah satu wajib shalat karena lupa. Dalam hal ini ia tetap melanjutkan shalatnya dan tidak kembali ke tempat wajib shalat yang luput tersebut. Dia melakukan sujud sahwi sebelum salam.

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika meninggalkan tasyahhud pertama, beliau tetap melanjutkan shalatnya dan tidak kembali. Beliau sujud sahwi sebelum salam. (Muttafaq ‘alaih)

3. Ragu-ragu

Yaitu ragu-ragu, apakah telah terjadi penambahan atau pengurangan. Dalam hal ini terdapat dua kemungkinan:

a. Tidak satu pun lebih diyakini

Jika tidak ada satupun yang lebih diyakini dari keduanya. Maka ia hendaknya menghilangkan keraguan dan membangun shalatnya di atas apa yang ia yakini. Kemudian ia sujud dua kali sebelum salam.

Dari Abu Said al-Khudri radhiyallaahu anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian berada dalam shalatnya, lalu tidak tahu telah berapa rakaat shalatnya itu, tiga atau empat, maka hendaklah ia menghilangkan keraguan dan membangun shalatnya di atas apa yang ia yakini. Kemudian sujud dua kali sebelum salam. Jika ia telah shalat lima rakaat, maka ia (sujud sahwi) menjadi penggenap bagi shalatnya. Bila ia telah shalat empat rakaat, maka kedua sujud itu untuk mengecewakan setan.” (HR Muslim)

b. Timbul keyakinan terhadap salah satunya

Jika timbul keyakinan terhadap salah satunya, maka ia menyempurnakan shalatnya di atas yang ia yakini itu, kemudian salam, kemudian sujud sahwi.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya, hendaklah ia berusaha menentukan yang benar, kemudian menyempurnakan shalatnya di atas hal itu, kemudian memberi salam, kemudian hendaklah sujud dua kali.” (Muttafaq ‘alaih)

Baca juga: SUJUD SAHWI OLEH MAKMUM

Baca juga: HUKUM SHALAT BAGI YANG KETIDURAN ATAU LUPA

Baca juga: SUJUD TILAWAH

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Fikih