SIFAT QANAAH

SIFAT QANAAH

Di antara sifat terpuji yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya adalah sifat qanaah.

ar-Raghib rahimahullah berkata, “Qanaah adalah merasa cukup dengan apa-apa yang dibutuhkan yang jumlahnya sedikit.”

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا

Dan janganlah kalian iri terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi para laki-laki ada bagian dari apa-apa yang mereka usahakan, dan bagi para perempuan (pun) ada bagian dari apa-apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” (QS an-Nisa: 32)

Allah Ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS an-Nahl: 97)

Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kehidupan yang baik adalah dengan qanaah.”

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Tidaklah kaya diukur dengan banyaknya harta, akan tetapi kaya itu adalah kaya hati (selalu merasa cukup).” (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Makna hadis di atas adalah bahwa kekayaan yang terpuji adalah kaya hati, berpuas diri, dan tidak terlalu mengejar harta dunia. Kekayaan yang terpuji bukan dilihat dari banyaknya harta dengan keinginan untuk terus menambahnya. Orang yang selalu ingin menambah harta dunia tidak pernah puas dengan apa-apa yang dimilikinya sehingga ia tidak pernah menjadi kaya (merasa cukup).

Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ. ورُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

Sungguh beruntung orang yang masuk Islam. Dia diberi rezeki yang cukup, dan Allah menjadikannya qanaah dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad)

Dari Ubaidillah bin Muhshan al-Khathami radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِناً فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَومِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا

Barangsiapa dari kalian di pagi hari merasa aman di tengah-tengah keluarganya, sehat badannya, memiliki kebutuhan pokok untuk hari itu, maka seakan-akan telah dikumpulkan untuknya dunia beserta isinya.” (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah, ath-Thabrani, Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan seorang mukmin untuk melihat kepada orang yang keadaan hidupnya lebih rendah agar dia dapat mensyukuri nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan kepadanya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ. فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ

Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian (dalam masalah harta dan dunia), dan janganlah kalian melihat kepada orang yang berada di atas kalian. Yang demikian itu adalah lebih layak bagi kalian sehingga kalian tidak meremehkan nikmat Allah kepada kalian.” (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Ibnu Jarir dan yang lainnya rahimahumullah berkata, “Hadis ini menghimpun banyak kebaikan. Orang yang melihat kepada orang yang dilebihkan urusan duniawi darinya akan menginginkan hal yang sama, dan menyepelekan nikmat Allah Ta’ala yang ada padanya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling qanaah dan paling zuhud terhadap dunia.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata kepada keponakannya, Urwah, “Sesungguhnya kami melihat tiga bulan sabit dalam dua bulan, akan tetapi api tidak pernah dinyalakan di rumah isteri-isteri Rasulullah.” Urwah bertanya, “Wahai bibi, apa yang kalian makan?” Ia menjawab, ‘Kurma dan air. Hanya saja Rasulullah mempunyai tetangga kaum Anshar yang sering memberi. Mereka sering mengirim susu kepada Rasulullah dari rumah-rumah mereka, lalu beliau memberikannya kepada kami.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa meminta kepada Rabbnya agar diberi rezeki sekadarnya, yaitu sebatas yang diperlukan saja.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,

اَللّهُمَّ اجْعَلْ رِزْقَ آلِ مُحَمَّدٍ قُوْتًا

Ya Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad sekadarnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada para sahabatnya agar bersikap warak dan hidup secukupnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، كُنْ وَرِعًا، تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ. وَكُنْ قَنِعًا، تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ

Wahai Abu Hurairah, jadilah engkau orang yang warak, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling ahli ibadah. Dan jadilah engkau orang yang qanaah, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling bersyukur.” (HR Ibnu Majah. Disahihkan oleh Syekh al-Albani)

Para sahabat sangat memerhatikan wasiat Nabi yang mulia ini.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Salman menderita sakit. Sa’ad menjenguknya. Sa’ad melihat Salman menangis. Sa’ad berkata, “Kenapa engkau menangis? Bukankah selama ini engkau telah menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Bukankah ini dan itu?” Salman menjawab, “Aku menangis bukan karena dua hal. Aku menangis bukan karena cinta dunia dan bukan pula karena benci akhirat. Aku menangis karena telah melanggar sebuah wasiat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Sa’ad berkata, “Apa yang beliau wasiatkan kepadamu?” Salman menjawab, “Beliau berwasiat agar seseorang mencukupkan hartanya bagaikan bekal seorang musafir.” (Tsabit berkata:) Lalu mereka menghitung apa yang ditinggalkan oleh Salman. Ternyata tidak lebih dari dua puluhan dirham. (HR Ahmad)

Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sifat tamak adalah kefakiran, dan sifat qanaah adalah kekayaan. Barangsiapa merasa cukup dari apa yang ada pada manusia, maka ia tidak akan membutuhkan mereka.”

Sifat qanaah merupakan harta karun yang sangat berharga, dan sebagai salah satu tanda ketakwaan. Oleh karena itu dikatakan, “Sifat qanaah adalah harta karun yang tidak akan pernah habis.”

Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Takwa adalah takut kepada Allah Ta’ala, melaksanakan apa yang diturunkan dalam al-Qur’an, qanaah dengan yang sedikit, dan menyiapkan diri untuk hari keberangkatan (kematian).”

Sebagian penguasa Bani Umayyah pernah menulis surat kepada Abu Hazem. Mereka menawarkan diri untuk memenuhi seluruh kebutuhan Abu Hazem. Namun Abu Hazem menjawab, “Sungguh aku telah menyerahkan seluruh kebutuhanku kepada Rabbku. Apa yang diberikan-Nya aku terima, dan apa yang tidak diberikan-Nya aku merasa cukup.”

Orang bijak ditanya, “Apakah kekayaan itu?” Ia menjawab, “Sedikitnya impian dan keridaan atas apa yang mencukupimu.”

Seorang penyair berkata,

Jadikanlah qanaah perisai dalam menghadapi duniamu, dan ridalah kepadanya

Bahkan walaupun engkau tidak memiliki apa-apa selain kesehatan tubuhmu

Lihatlah orang yang memiliki dunia secara keseluruhan

Apakah ia akan meninggalkannya dengan membawa selain kapas dan kain kafan?

al-Ghazali rahimahullah berkata, “Muhammad bin Wasi’ selalu membasahi roti kering dengan air, kemudian memakannya. Dia berkata, ‘Siapa yang merasa cukup dengan ini, maka dia tidak akan butuh kepada siapapun.’”

Baca juga: PENDEK ANGAN-ANGAN

Baca juga: HEMAT DALAM KEADAAN FAKIR DAN KAYA

Baca juga: MENGAMBIL HARTA YANG DIHALALKAN DAN MENINGGALKAN HARTA YANG DIHARAMKAN

Baca juga: KISAH ORANG YANG BERPENYAKIT KULIT, ORANG BOTAK, DAN ORANG BUTA

(Dr Amin bin ‘Abdullah asy-Syaqawi)

Kelembutan Hati