BEBERAPA PERMASALAHAN TENTANG WAKTU SHALAT

BEBERAPA PERMASALAHAN TENTANG WAKTU SHALAT

Terdapat dua permasalahan terkait dengan waktu shalat fardu yang dibahas di sini.

Shalat Perempuan yang Suci dari Haid

Jika seorang perempuan suci dari haid pada sepertiga malam terakhir, maka ia tidak wajib shalat Isya dan Magrib. Itu karena ia suci setelah waktu shalat Isya dan Magrib berakhir.

Telah jelas di dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ

Waktu shalat Isya adalah sampai pertengahan malam.” (HR Muslim)

Tidak ada hadis yang menunjukkan bahwa waktu shalat Isya sampai terbit fajar. Oleh karena itu, pendapat yang kuat dalam hal ini adalah bahwa waktu shalat Isya adalah hingga pertengahan malam. Ayat al-Qur’an juga menunjukkan hal ini. Allah Ta’ala memisahkan waktu shalat Fajar dari waktu shalat-shalat yang empat lainnya.

Allah Ta’ala berfirman:

اَقِمِ الصَّلٰوةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ اِلٰى غَسَقِ الَّيْلِ وَقُرْاٰنَ الْفَجْرِۗ اِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh disaksikan (oleh malaikat).” (QS al-Isra’: 78)

Shalat Subuh tidak bersambung dengan shalat sebelumnya maupun sesudahnya. Antara shalat Subuh dan shalat Dzuhur terdapat jarak waktu setengah hari yang pertama. Shalat Isya dan shalat Subuh dipisahkan oleh shalat malam yang terakhir. Hanya Allah yang memberi taufik.

Shalat di Luar Waktu

Ketahuilah bahwa sesungguhnya shalat sebelum waktunya tidak diterima walaupun seseorang hanya melakukan takbiratul ihram sebelum waktu shalat masuk, dan setelah takbiratul ihram waktu shalat masuk. Shalatnya tidak diterima karena shalat itu adalah shalat fardu.

Sesuatu yang ditentukan waktunya tidak sah jika dilakukan sebelum waktunya. Jika seseorang berpuasa sehari sebelum bulan Ramadan, maka puasa itu tidak disebut puasa Ramadan walaupun ia meniatkan puasa itu sebagai puasa Ramadan. Begitu juga shalat. Jika seseorang mengerjakan shalat Isya sebelum masuk waktu Isya, maka shalat itu tidak disebut shalat Isya, walaupun setelah takbiratul ihram waktu shalat Isya masuk. Tetapi, jika ia tidak mengetahui, apakah waktu shalat Isya telah masuk atau belum, maka shalatnya adalah shalat sunah. Ia wajib mengulangi shalat Isyanya.

Jika ia mengerjakan shalat fardu setelah waktu shalat itu habis, maka ia tidak lepas dari dua hal:

1️⃣ Ia terlambat mengerjakan shalat karena uzur (berhalangan), seperti tidak tahu, lupa atau tertidur. Dalam keadaan demikian ia dimaafkan dan shalatnya diterima.

◼️ Tidak tahu

Misalnya tidak tahu bahwa waktu shalat sudah masuk atau telah habis. Dalam hal ini ia tidak berdosa. Jika kemudian ia tahu, maka ia harus segera mengerjakan shalat, dan shalatnya diterima.

◼️ Lupa

Ini seperti orang yang sibuk dengan pekerjaan yang besar sehingga lupa akan waktu shalat. Dalam keadaan demikian ia harus mengerjakan shalat walaupun waktunya sudah lewat.

◼️ Tertidur

Seseorang tidur sebelum waktu shalat fardu masuk. Ia berniat bangun ketika azan dikumandangkan. Tetapi ternyata ia tidak bangun dan tidak seorang pun membangunkannya hingga waktu shalat habis. Ketika bangun ia harus langsung mengerjakan shalat fardu tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَامَ عَنْ صَلَاةٍ أَوْ نَسِيَهَا،  فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا. لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ

Barangsiapa tertidur dari shalat atau lupa mengerjakannya, hendaklah ia segera melaksanakan shalat itu ketika mengingatnya. Tidak ada kafarat baginya kecuali hal itu.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

2️⃣ Ia sengaja mengakhirkan shalat tanpa uzur. Para ulama sepakat bahwa ia berdosa. Ia telah bermaksiat kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagian ulama berpendapat bahwa ia telah kafir dan keluar dari agama Islam. Akan tetapi, mereka berselisih pendapat dalam hal ia mengerjakan shalat dalam keadaan demikian, yaitu sengaja tidak shalat sampai waktunya habis tanpa uzur. Setelah itu ia shalat.

Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa shalatnya diterima dengan dua alasan. Pertama: Ia telah kembali kepada petunjuk dan jalan yang benar. Kedua: Jika orang yang lupa shalatnya diterima walaupun sudah lewat waktu, tentu orang yang sengaja mengakhirkan shalat shalatnya pun diterima.

Akan tetapi, pendapat yang benar yang dikuatkan oleh dalil adalah bahwa shalat yang sengaja dikerjakan di luar waktu tanpa uzur tidak diterima, walaupun ia mengerjakannya ribuan kali, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا، فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa melakukan amalan yang tidak kami perintahkan atasnya, maka amalan itu tertolak.” (HR Muslim)

Yakni, amalan itu tertolak, tidak diterima di sisi Allah.

Jika shalatnya tertolak, berarti shalatnya tidak diterima di sisi Allah. Ini bagi orang yang sengaja mengerjakan shalat di luar waktunya tanpa uzur. Shalatnya tidak diterima karena ia mengerjakannya tidak sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Ia harus bertobat kepada Allah dan istikamah melakukan amal saleh dan istigfar. Barangsiapa bertobat kepada Allah, Allah akan menerima tobatnya.

Baca juga: WAKTU SHALAT FARDU

Baca juga: BEBERAPA PERINGATAN PENTING TENTANG SHALAT

Baca juga: HUKUM MEMAKAI PIL PENCEGAH HAID KETIKA HAJI

(Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)

Fikih