Diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Qurrah, dari ayahnya, ia berkata: “Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kami dilarang salat pada saf di antara dua tiang. Kami menjauhi perbuatan itu sejauh-jauhnya.” (Shahih lighairihi. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Hakim, al-Baihaqi, ath-Thabrani, ath-Thayalisi, dan ad-Daulabi)
Diriwayatkan dari Abdul Hamid bin Mahmud, ia berkata: “Aku salat di samping Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu di antara tiang-tiang. Ia berkata, “Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kami menghindari perbuatan semacam ini.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, ad-Tirmidzi, an-Nasa-i, al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Hibban, Abdurrazzaq, dan Ibnu Khuzaimah)
Kandungan Hadis
1️⃣ Makmum dilarang (haram) salat di antara tiang-tiang. Dalilnya adalah larangan tegas dan indikasi kuat yang mengharamkannya, yaitu diusirnya makmum yang bersaf di antara tiang-tiang.
2️⃣ Saf di antara tiang-tiang dapat menyebabkan terputusnya saf, dan dapat menyebabkan pelakunya jatuh ke dalam ancaman yang disebutkan pada hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ
“Barangsiapa memutus saf, niscaya Allah akan memutusnya.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud)
3️⃣ Jika masjid penuh dan tidak tersedia lagi tempat bagi makmum untuk bersaf tidak di antara tiang-tiang, maka orang-orang boleh membuat saf di antara tiang-tiang tanpa ada perselisihan di antara para ulama dalam masalah ini.
4️⃣ Mimbar yang tinggi yang memiliki banyak anak tangga hingga memutus saf hukumnya sama seperti tiang (yaitu tidak boleh bersaf di antaranya).
5️⃣ Sebagian orang di zaman sekarang yang tidak memiliki ilmu membolehkan bersaf di antara tiang-tiang. Mereka menyamakannya dengan imam atau orang yang salat sendirian (yang tentunya boleh salat di antara tiang-tiang). Mereka menulis berhalaman-halaman untuk mendukung pendapat ini. Ini adalah kias (analogi) yang batil dan pendapat yang keliru. Imam atau orang yang salat sendirian tentu ma’dzur (ada dispensasi hukum), sedangkan makmum tidak ma’dzur (tidak ada dispensasi hukum). Terlebih lagi kias ini bertabrakan dengan nash yang jelas dan sahih.
asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authar, “Menyamakan makmum dengan imam atau orang yang salat sendirian adalah kias yang keliru karena bertentangan dengan hadis-hadis yang disebutkan dalam bab ini.”
Baca juga: SALAT ADALAH PENGHUBUNG HAMBA DAN RABBNYA
Baca juga: POSISI KAKI SAAT BERDIRI DALAM SALAT
Baca juga: RIYA’ DAN SUM’AH
(Syekh Salim bin ‘Ied-al-Hilali)