PEMBOIKOTAN SOSIAL

PEMBOIKOTAN SOSIAL

Orang-orang Quraisy menyadari bahwa Islam telah menyebar ke seluruh kabilah. Mereka juga menyadari bahwa kaum muslimin telah mendapatkan tempat yang aman, terutama setelah Umar dan Hamzah masuk Islam. Di sisi lain, upaya mereka dalam memerangi kaum muslimin belum membuahkan hasil. Oleh karena itu, akal busuk mereka selanjutnya adalah membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Berita rencana pembunuhan Rasulullah sampai ke telinga Abu Thalib. Ia segera mengumpulkan Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib dan mengajak mereka untuk membela Rasulullah dari siapapun yang ingin membunuhnya. Mereka menyambut seruan itu, hingga yang masih kafir sekali pun, demi menjaga kehormatan keluarga. Rasulullah pun dimasukkan ke pemukiman mereka.

Mengetahui hal itu, orang-orang kafir Quraisy mengadakan pertemuan. Mereka bersekongkol untuk membuat nota kesepakatan di antara mereka sendiri untuk melawan Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib. Dalam nota tersebut disepakati bahwa orang-orang kafir Quraisy dilarang bergaul, berkunjung, berbicara, mengadakan pernikahan, mengadakan jual beli dengan Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib kecuali jika mereka menyerahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam untuk dibunuh. Nota itu ditulis oleh Manshur bin Ikrimah di atas sebuah lembaran yang digantung di dalam Ka’bah.

Seluruh Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib bergabung dengan Abu Thalib, kecuali Abu Lahab. Ia memilih bergabung bersama orang-orang kafir Quraisy.

Pemboikotan dimulai pada bulan Muharram tahun ketujuh kenabian. Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib berada dalam keadaan demikian selama tiga tahun sehingga mereka sangat menderita. Tidak ada makanan yang datang kepada mereka kecuali yang dikirim secara sembunyi-sembunyi. Bahkan orang-orang kafir Quraisy menyakiti siapa pun yang mereka temukan mengirimkan sesuatu kepada kerabatnya dari Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib.

Kelaparan yang dialami Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib luar biasa. Mereka terpaksa memakan dedaunan sehingga salah seorang dari mereka mengeluarkan kotoran seperti kotoran domba.

Suatu malam Sa’ad bin Abu Waqqash menginjak benda yang basah. Ia mengambil benda itu. Karena sangat lapar ia memakannya.  Di malam yang lain, Sa’ad bin Abu Waqqash buang air kecil. Ia mendengar suara pantulan air kencingnya di bawah. Ketika dilihatnya, ternyata air kencing itu memantul pada selembar kulit unta. Sa’ad mengambil kulit unta itu, mencucinya, membakarnya, mengetuk-ngetuknya dengan dua batu, dan memakannya dengan air. Dengan memakan kulit itu Sa’ad cukup kuat untuk tiga hari berikutnya.

Jika mendengar kafilah dagang datang ke Makkah seorang kaum muslimin pergi ke pasar untuk membeli sedikit makanan untuk keluarganya. Namun bukanlah Abu Lahab apabila ia tidak menyakiti kaum muslimin. Abu Lahab mengetahui hal itu. Ia berkata kepada kafilah dagang, “Wahai para pedagang, jika sahabat-sahabat Muhammad ingin membeli barang dari kalian, naikkanlah harganya sehingga mereka tidak bisa membeli barang dari kalian. Kalian sudah mengetahui kekayaanku dan sikapku dalam menunaikan kewajiban. Aku jamin kalian tidak akan merugi.”

Para pedagang pun menaikkan harga barang dagangannya sehingga kaum muslimin pulang kepada anak-anak mereka yang kelaparan tanpa membawa apa-apa untuk dimakan. Lalu para pedagang menjual barang dagangannya kepada Abu Lahab. Mereka mendapatkan keuntungan dari makanan dan pakaian yang mereka jual kepada Abu Lahab. Situasi ini menjadikan kaum muslimin dan orang-orang yang bersama mereka semakin kesulitan untuk mendapatkan makanan dan pakaian. Banyak di antara mereka yang meninggal.

Meskipun mengalami boikot sosial, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap berdakwah. Beliau keluar pada musim haji untuk menemui orang-orang yang datang ke Makkah, menawarkan Islam kepada mereka. Beliau juga tetap menawarkan Islam kepada kaumnya yang berhubungan dengannya.

Setelah tiga tahun pemboikotan, pada bulan Muharram tahun kesepuluh kenabian, pemboikotan dibatalkan. Ini bermula dari pertentangan yang terjadi di kalangan Quraisy sendiri, yaitu antara mereka yang ingin meneruskan pemboikotan dan mereka yang menentang pemboikotan dengan alasan bahwa di antara yang menderita atas pemboikotan tersebut adalah sanak saudara mereka sendiri. Mereka yang menentang adalah Hisyam bin Amru bin al-Harits, Zuhair bin Abu Umayyah, al-Muth’im bin Adi, Zam’ah bin al-Aswad, dan Abu al-Bakhtari bin Hisyam bin al-Harits. Mereka memiliki ikatan kekerabatan dengan Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib.

Mendengar beberapa orang kafir menentang pemboikotan, Rasulullah memerintahkan seseorang meyeru, “Wahai penduduk Makkah, tidak seorang Quraisy pun mendapatkan keamanan, kecuali Abu al-Bakhtari. Barangsiapa menawannya, hendaklah ia melepaskannya. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjamin keamanannya.”

Namun ternyata Abu al-Bakhtari didapati telah tewas terbunuh.

Sementara itu, Abu Thalib diberitahu oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bahwa Allah Ta’ala telah mengutus rayap-rayap untuk memakan lembar nota kesepakatan. Abu Thalib menyampaikan hal itu kepada orang-orang kafir Quraisy.

Abu Thalib berkata, “Jika ia berdusta, kami akan biarkan kalian berbuat sesuka hati kalian kepadanya. Tetapi, jika ia benar, hendaklah kalian menghentikan pemboikotan dan kezaliman yang kalian lakukan terhadap kami.”

Ketika Muth’im bermaksud merobek lembar nota kesepakatan boikot itu, ia mendapati rayap-rayap benar-benar telah memakan lembar tersebut kecuali bagian yang terdapat tulisan kalimat dzikir (lafaz Allah).

Dengan demikian pemboikotan pun berakhir.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan kaum muslimin kembali kepada kehidupan semula. Orang-orang kafir, meskipun tidak memboikot lagi, tetap berupaya menghalangi dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.

Baca sebelumnya: UMAR BIN KHATHTHAB MASUK ISLAM

Baca sesudahnya: ABU THALIB WAFAT

(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)

Kisah