ORANG KUAT MAMPU MENGENDALIKAN DIRI KETIKA MARAH

ORANG KUAT MAMPU MENGENDALIKAN DIRI KETIKA MARAH

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ. إنَّمَا الشَدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

Orang kuat bukanlah orang yang pandai bergulat. Sesungguhnya orang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan diri ketika marah.” (Muttafaq ‘alaihi)

PENJELASAN

Marah adalah bara api yang dilemparkan setan ke dalam hati anak Adam sehingga ia menjadi marah. Tubuhnya memanas, urat lehernya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ia berbicara dengan kata-kata yang tidak ia sadari serta bertindak dengan tindakan yang tidak ia sadari pula.

Ketika seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Berilah aku nasihat,” beliau bersabda, “Jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya beberapa kali, dan beliau tetap bersabda, “Jangan marah!

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa orang kuat bukanlah orang yang pandai bergula. Beliau bersabda, “Bukanlah orang kuat adalah orang yang pandai bergulat,” yakni orang kuat bukanlah orang yang pandai bergulat yang sering menjatuhkan orang lain dan mengalahkan mereka dalam bergulat.

Bagi kebanyakan orang, orang seperti ini dikatakan kuat dan hebat. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa bukan itu yang sebenarnya kuat. “Sesungguhnya orang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” Yakni, orang yang benar-benar kuat adalah orang yang mampu mengalahkan dirinya ketika marah. Ia menguasainya dan mengendalikannya. Itulah kekuatan hakiki, kekuatan batin dan moral yang dengannya manusia mengalahkan setan, karena setanlah yang melemparkan bara api ke dalam hatimu agar kamu marah.

Hadis ini mendorong agar seseorang mampu mengendalikan dirinya dan tidak membiarkan kemarahan menguasainya, agar dia tidak menyesal di kemudian hari. Seringkali seseorang marah lalu menceraikan istrinya, dan mungkin saja talak tersebut adalah talak terakhir. Seringkali seseorang marah lalu merusak hartanya, baik dengan membakarnya atau menghancurkannya. Seringkali juga seseorang marah kepada anaknya hingga memukulnya, dan mungkin saja anaknya meninggal karena pukulannya. Demikian juga, seseorang bisa marah pada istrinya dan memukulnya dengan keras. Hal-hal semacam ini sering terjadi pada manusia ketika marah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang hakim memutuskan perkara di antara dua orang ketika ia sedang marah, (HR al-Bukhari dan Muslim) karena marah menghalangi hakim untuk memahami permasalahan dengan jernih, kemudian menerapkan hukum syariah kepadanya, sehingga ia salah dan memutuskan perkara di antara orang-orang dengan tidak adil.

Baca juga: JANGAN MARAH

Baca juga: MENAHAN MARAH PADAHAL SANGGUP MELAMPIASKANNYA

Baca juga: BERLAKU ADIL DALAM KEADAAN MARAH DAN RIDA

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati Riyadhush Shalihin