NIAT ADALAH SALAH SATU SYARAT SAH SALAT

NIAT ADALAH SALAH SATU SYARAT SAH SALAT

Sesungguhnya salat tidak sah kecuali dengan niat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

Sesungguhnya amal disertai dengan niat.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Ayat-ayat al-Qur’an menunjukkan pentingnya niat dalam ibadah sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam menyifati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya:

تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا

Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya.” (QS al-Fath: 29)

Dan firman Allah Ta’ala:

وَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ اللّٰهِ

Dan janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari rida Allah.” (QS al-Baqarah: 272)

Dan firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ يُّهَاجِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةً ۗوَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.” (QS an-Nisa’: 100)

Niat merupakan salah satu syarat sah salat. Pada dasarnya, niat bukanlah sesuatu yang sulit. Setiap orang yang berakal yang mengerjakan suatu pekerjaan pasti telah berniat dalam pekerjaannya itu. Niat tidak perlu susah payah diupayakan dan tidak perlu diucapkan karena niat bertempat di dalam hati.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

Sesungguhnya amal disertai dengan niat.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengucapkan niat dan tidak memerintahkan umatnya untuk mengucapkannya. Begitu pula, tidak seorang sahabat pun mengucapkan niat. Inilah hukum yang ditetapkan. Maka, mengucapkan niat adalah bidah dan inilah pendapat yang kuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya ketika mengerjakan salat tidak pernah mengucapkan, “Allahumma inni nawaitu an ushalli” (Ya Allah, sesungguhnya aku berniat mengerjakan salat).

Sebuah peristiwa yang menarik pernah terjadi, sebagaimana yang diceritakan oleh seseorang kepadaku:

Dahulu ada seseorang hendak mengerjakan salat di Masjidil Haram. Ketika salat akan didirikan (sesudah ikamah) ia mengucapkan, “Allahuma inni ushalli adz-dzuhra arba rakaatin lillah ta’ala khalfa imami masjidil haram (Ya Allah sesungguhnya aku berniat akan salat Zuhur empat rakaat karena Allah di belakang imam masjid al-Haram).”

Ketika ia hendak takbir, sang imam berkata kepadanya, “Tunggu dulu! Masih ada yang ketinggalan.”

Orang itu bertanya, “Apa yang ketinggalan?”

Sang imam menjawab, “Katakan juga: pada hari ini, tanggal ini, bulan ini, dan tahun ini sehingga dokumentasinya tidak hilang.”

Orang itu pun terheran-heran. Dan memang, persoalan ini sangat mengherankan.

Apakah kamu perlu memberitahu Allah tentang apa yang akan kamu kerjakan? Ketahuilah bahwa Allah Mahamengetahui apa yang terlintas di dalam hatimu. Jadi, kamu tidak perlu memberitahu Allah jenis salat yang akan kamu kerjakan beserta jumlah rakaatnya karena Allah telah mengetahui semua itu.

Kita tahu bahwa salat terdiri dari beberapa macam: salat sunah mutlak, salat sunah tertentu, dan salat fardu.

Salat fardu ada lima, yaitu salat Subuh, salat Zuhur, salat Asar, salat Magrib, dan salat Isya.

Jika kamu datang ke masjid di waktu Subuh, apakah kamu hendak mengerjakan salat Magrib? Tentu tidak. Tentu kamu akan mengerjakan salat Subuh.

Dalam hal ini terdapat permasalahan: Begitu tiba di masjid, kamu terkadang langsung bertakbir untuk salat. Tetapi, hilang dari pikiranmu bahwa kamu sedang mengerjakan salat apa. Ini sering terjadi, terutama pada orang yang terburu-buru karena takut ketinggalan rakaat salat jamaah. Jika hal ini terjadi, kamu tidak usah cemas dan tidak perlu mengulang salatmu, karena mengerjakan salat pada waktunya menunjukkan bahwa kamu ingin mengerjakan salat tersebut. Oleh karena itu, jika kamu pergi ke masjid di waktu Subuh, lalu seseorang bertanya kepadamu apakah kamu hendak salat Asar, tentu kamu akan menjawab bahwa kamu hendak mengerjakan salat Subuh.

Dengan demikian, kita tidak perlu melafazkan niat untuk melaksanakan salat Subuh, misalnya. Memang, terkadang kesadaran kita tentang waktu tertentunya hilang. Untuk menetapkan waktu salat fardu yang hilang itu, kita dapat melakukannya dengan dua cara:

Pertama. Menetapkan langsung jenis salat yang sedang dikerjakan di dalam hati, seperti berniat untuk mengerjakan salat fardu. Dan ini sangat jelas.

Kedua. Selama kamu masih dalam waktu salat yang kamu kerjakan, atau waktu salat belum habis ketika kamu salat, berarti kamu mengerjakan salat fardu yang diwajibkan pada waktu itu.

Cara kedua diterapkan pada salat yang dikerjakan pada waktunya.

Jika seseorang mengerjakan salat fardu secara qadha, seperti orang yang tertidur sehari semalam sehingga salat Zuhur, Asar, dan Magrib terlewatkan, maka ketika ingin mengqadhanya, ia harus menetapkan jenis salat yang dikerjakannya, karena ia berada di luar waktunya.

Salat sunah tertentu seperti salat Witir, salat Duha, dan sunah rawatib harus ditetapkan namanya di dalam hati, tetapi tidak perlu diucapkan dengan lisan.

Jika kamu ingin mengerjakan salat Witir lalu bertakbir, sedangkan kamu belum berniat witir, lalu di pertengahan salat kamu berniat witir, maka salat Witir kamu tidak sah karena salat Witir adalah salat sunah tertentu yang harus ditetapkan dengan niat tertentu pula. Adapun salat sunah mutlak tidak perlu niat tertentu, cukup niat salat saja, seperti seseorang yang berada di waktu duha, lalu berwudu dan ingin mengerjakan salat. Menurut kami, ia cukup berniat salat saja, dan tidak perlu menentukan salat tertentu.

Apakah mungkin mengubah niat salat dari salat yang satu ke salat yang lain?

Jawaban: Perubahan niat dari salat tertentu ke salat tertentu lainnya atau dari salat mutlak ke salat tertentu hukumnya tidak boleh. Adapun perubahan niat salat dari salat tertentu ke salat mutlak hukumnya sah.

Contoh perubahan niat dari salat mutlak ke salat tertentu adalah sebagai berikut: Seseorang melaksanakan salat sunah mutlak. Di pertengahan salat, ia teringat bahwa ia belum mengerjakan salat rawatib Subuh. Kemudian ia mengubah niatnya ke salat rawatib Subuh. Menurut kami, niat mengerjakan salat rawatib Subuh itu tidak sah, karena ia berpindah dari salat mutlak ke salat tertentu. Salat tertentu harus dikerjakan sejak awal dengan niat salat tertentu tersebut. Dengan demikian, salat rawatib Subuh harus diniatkan sejak takbir hingga salam.

Contoh perubahan niat dari salat tertentu ke salat tertentu lainnya adalah sebagai berikut: Seseorang mengerjakan salat Asar. Di pertengahan salat ia teringat bahwa ia belum mengerjakan salat Zuhur atau ia sudah salat Zuhur tetapi tanpa berwudu. Lalu ia mengubah niatnya menjadi salat Zuhur. Maka salat Zuhurnya tidak sah karena ia memindahkan niat salat tertentu ke salat tertentu lainnya. Salat Asarnya juga tidak sah, karena ia telah memutuskan untuk berpindah ke salat Zuhur.

Contoh perubahan niat dari salat tertentu ke salat mutlak adalah sebagai berikut: Seseorang mengerjakan salat Zuhur. Di pertengahan salat ia teringat sebuah janji yang tidak boleh terlambat. Lalu ia mengubah niat salatnya menjadi salat sunah mutlak. Dalam hal ini, salat sunah mutlaknya sah selama waktu salat masih ada dan tidak meninggalkan salat berjamaah.

Untuk kasus ketiga, terdapat dua hal yang harus diperhatikan. Jika waktunya cukup dan salat berjamaah tidak terlewatkan, maka ia tidak mungkin mengubah niatnya dari salat fardu berjamaah ke salat sunah mutlak karena ia meninggalkan salat berjamaah. Jika waktunya sempit sehingga tidak ada waktu lagi baginya untuk mengerjakan salat fardu itu, maka tidak sah baginya mengubah niat dari salat fardu ke salat sunah mutlak.

Dengan demikian, terdapat tiga perubahan dalam niat salat:

Perubahan niat dari salat sunah mutlak ke salat tertentu. Dalam hal ini salat tertentunya tidak sah dan salat itu tetap menjadi salat sunah mutlak.

Perubahan niat dari salat tertentu ke salat tertentu yang lain. Dalam hal ini salat tertentu yang pertama batal, dan salat tertentu yang kedua tidak sah.

 Perubahan niat dari salat tertentu ke salat mutlak. Dalam hal ini, salah sunah mutlaknya sah dan ia masih punya tanggungan mengerjakan salat tertentu.

Baca juga: KIAT-KIAT UNTUK MERAIH KHUSYUK DALAM SALAT

Baca juga: BEBERAPA PERMASALAHAN TENTANG WAKTU SALAT

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Fikih