MIMPI ORANG BERIMAN

MIMPI ORANG BERIMAN

Manusia selalu ingin mengetahui perubahan dan keadaan dirinya di masa depan. Ini merupakan perkara gaib. Ilmu segala sesuatu yang terjadi di siang dan malam hari ada pada Allah Ta’ala, yang tersembunyi dari makhluk-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَ

Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya. Tidak ada yang mengetahuinya selain Dia.” (QS al-An’am: 59)

Allah Ta’ala berfirman:

وَلِلّٰهِ غَيْبُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ

Dan milik Allah meliputi rahasia langit dan bumi.” (QS Huud: 123)

Sebagian orang berusaha untuk mengetahui perkara gaib dengan bantuan tukang sihir, dukun, peramal, orang pintar (paranormal), ahli nujum, dengan cara menerawang dengan menggunakan cangkir, mengamati bintang (zodiak) dan lain sebagainya. Dengan perbuatan haram yang mereka lakukan itu, mereka telah sesat dan menyesatkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Barangsiapa mendatangi dukun lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Baththah)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR Ahmad dan al-Baihaqi. Disahihkan oleh al-Hakim, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya tentang sesuatu, maka salatnya tidak diterima selama empat puluh hari.” (HR Muslim)

Sesungguhnya para penyihir dan dukun tidak mengetahui perkara gaib, sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an, tetapi mereka menipu manusia dengan kebatilan yang ada pada dirinya.

Adapun orang-orang yang beriman, Allah Ta’ala telah menjadikan bagi mereka mimpi yang benar, yang memberitakan kebaikan dan memperingatkan dari keburukan. Selain itu, mereka  memperoleh berita gembira setelah melakukan amal saleh dengan mendapatkan mimpi dalam tidurnya, seperti yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

لَمْ يَبْقَ مِنَ النُّبُوَّةِ إِلَّا مُبَشِّرَاتِ

Tidak ada yang tersisa dari kenabian kecuali beberapa kabar gembira.”

Para sahabat bertanya, “Apa kabar gembira itu?”

Beliau menjawab,

الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ

Mimpi yang baik.” (HR al-Bukhari)

Mimpi ada tiga macam, sebagaimana yang diriwayatkan dari Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرُّؤْيَا ثَلَاثٌ: مِنْهَا أَهَاوِيلُ مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ بِهَا ابْنَ آدَمَ. وَمِنْهَا مَا يَهُمُّ بِهِ الرَّجُلُ فِي يَقَظَتِهِ فَيَرَاهُ فِي مَنَامِه. وَمِنْهَا جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنْ النُّبُوَّةِ

Sesungguhnya mimpi ada tiga macam: Di antaranya adalah mimpi buruk yang berasal dari setan yang membuat anak Adam bersedih. Di antaranya adalah apa yang dipedulikan seseorang ketika terjaga, kemudian terbawa dalam mimpinya. Di antaranya adalah satu bagian dari empat puluh enam bagian kenabian.” (HR Ibnu Majah)

Kata (الرُّؤْيَا) biasanya digunakan untuk mimpi yang benar, sedangkan kata (الْحُلْمُ) digunakan untuk mimpi yang tidak benar, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ مِنَ اللَّهِ، وَالْحُلْمُ مِنَ الشَّيْطَانِ

Mimpi yang benar berasal dari Allah, dan mimpi yang tidak benar berasal dari setan.” (HR al-Bukhari)

Hakikat mimpi menurut Ibnu Qayyim rahimahullah adalah, “Sebuah gambaran dari malaikat yang diberi mandat oleh Allah Ta’ala yang diperlihatkan kepada seseorang sehingga ia memahaminya, kemudian menafsirkannya.”

Mimpi yang benar dalam Islam mempunyai kedudukan yang tinggi, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الرُّؤْيَا الْحَسَنَةُ مِنَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ

Mimpi yang benar dari orang yang saleh adalah salah satu dari empat puluh enam bagian sifat kenabian.” (HR al-Bukhari)

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدِ انْقَطَعَتْ فَلَا رَسُولَ بَعْدِي وَلَا نَبِيَّ

Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah berhenti, maka tidak ada rasul dan nabi setelahku.”

Anas berkata, “Hal tersebut terasa berat bagi orang-orang.”

Beliau bersabda,

لَكِنَ الْمُبَشِّرَاتُ

Namun, (tetap ada) berita-berita gembira.”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan berita gembira?”

Beliau bersabda,

وَهِيَ جُزْءٌ مِنْ أَجْزَاءِالنُّبُوَّةِ

Mimpi seorang muslim merupakan bagian dari (sifat) kenabian.” (HR at-Tirmidzi)

Banyak masyarakat keliru dan sesat dalam masalah ini. Mereka menjadikan mimpi sebagai sumber hukum syariat. Para ulama mengingkari hal tersebut.

as-Syathibi berkata, “Di antara mereka ada yang berkata, ‘Aku melihat Nabi dalam mimpi. Beliau berkata kepadaku begini dan memerintahkan aku untuk melakukan ini.’ Kemudian orang itu melaksanakannya walaupun bertentangan dengan koridor syariat. Ini merupakan kesalahan, karena mimpi orang yang bukan nabi tidak bisa dijadikan hukum syariat dalam keadaan apa pun, kecuali mimpi yang tidak bertentangan dengan syariat. Jika mimpi itu sesuai dengan hukum syariat, maka boleh dijalankan. Jika tidak, maka kita wajib meninggalkannya. Manfaat dari mimpi hanya sebagai berita yang baik atau peringatan, bukan untuk menetapkan sebuah hukum.”

Orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling beriman, beramal saleh, dan berbuat baik, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا اقْتَرَبَ الزَّمَانُ لَمْ تَكَدْ رُؤْيَا الْمُؤْمِنِ أَنْ تَكْذِبَ. وَأَصْدَقُهُمْ رُؤْيَا أَصْدَقُهُمْ حَدِيثًا

Jika waktu sudah semakin dekat, mimpi seorang mukmin pasti tidak bohong. Dan orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling benar (jujur) ucapannya.” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ahmad)

Dalam kitab Fath al-Bari disebutkan, “Terkadang dalam sebuah mimpi, orang yang jujur melihat sesuatu yang buruk, dan orang yang suka berbohong melihat sesuatu yang baik, tetapi yang umum terjadi adalah sebaliknya. Hanya Allah Ta’ala yang Mahamengetahui.”

Di antara adab bermimpi adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ رُؤْيَا يُحِبُّهَا، فَإِنَّمَا هِيَ مِنَ اللَّهِ. فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ عَلَيْهَا وَلْيُحَدِّثْ بِهَا. وَإِذَا رَأَى غَيْرَ ذَلِكَ مِمَّا يَكْرَهُ، فَإِنَّمَا هِيَ مِنَ الشَّيْطَانِ. فَلْيَسْتَعِذْ مِنْ شَرِّهَ،ا وَلَا يَذْكُرْهَا لِأَحَدٍ، فَإِنَّهَا لَا تَضُرُّهُ

Jika salah seorang dari kalian bermimpi yang ia sukai, sesungguhnya mimpi itu berasal dari Allah. Maka hendaklah ia memuji Allah karenanya dan menceritakannya kepada orang lain. Jika ia bermimpi selainnya yang tidak ia sukai, sesungguhnya mimpi itu berasal dari setan. Maka mohonlah perlindungan (kepada Allah) dari kejahatannya, dan janganlah menceritakannya kepada orang lain sehingga mimpi itu tidak membahayakannya.” (HR al-Bukhari)

Jika seseorang melihat sesuatu yang dibenci, maka lakukanlah seperti yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

وَإِذَا رَأَى مَا يَكُرَهُ، فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّالشَّيْطَانِ، وَلْيَتْفِلْ ثَلَاثًا، وَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا،  فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ

Dan jika bermimpi yang ia benci, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari keburukannya dan dari kejahatan setan, lalu meludahlah tiga kali, dan janganlah menceritakannya kepada orang lain sehingga mimpi itu tidak membahayakannya.” (HR al-Bukhari)

Juga dalam sabdanya,

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ الرُّؤْيَا يَكْرَهُهَا، فَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا، وَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ ثَلَاثًا، وَلْيَتَحَوَّلْ عَنْ جَنْبِهِ الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ

Jika salah seorang dari kalian bermimpi yang ia benci, maka meludahlah ke arah kirinya tiga kali, kemudian mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan tiga kali, lalu ubahlah tidurnya dari posisi semula.” (HR Muslim)

Dan dalam sabdanya,

لَا يُحَدِّثَنَّ أَحَدُكُمْ بِتَلَعُّبِ الشَّيْطَانِ بِهِ فِي مَنَامِهِ

Janganlah salah seorang dari kalian menceritakan gangguan setan terhadapnya dalam mimpinya.” (HR Muslim)

Seorang muslim harus berhati-hati dalam masalah ini, tidak perlu memikirkan mimpi-mimpi kosong serta tidak banyak mempertanyakannya. Janganlah mempertanyakan sebuah mimpi kecuali ia melihat bahwa mimpi itu pantas untuk ditakbirkan. Jika tidak mempertanyakan, maka hal itu tidak mengapa.

Terkadang apa yang dilihat dalam mimpi terjadi dalam kehidupan nyata jika ia menakbirkannya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الرُّؤْيَا عَلَى رِجْلِ طَائِرٍ مَا لَمْ تُعَبَّرْ، فَإِذَا عُبِّرَتْ وَقَعَتْ

Mimpi berada di kaki seekor burung (tidak akan terjadi) selama tidak ditakbirkan, (namun) jika ditakbirkan, ia akan terjadi.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan untuk tidak berbohong dalam keadaan terjaga dan dalam pengakuan terhadap suatu mimpi. Beliau mengancam orang yang berdusta dalam mimpinya karena mimpi adalah bagian dari kenabian, sebagaimana sabdanya,

مَنْ تَحَلَّمَ بِحُلْمٍ لَمْ يَرَهُ كُلِّفَ أَنْ يَعْقِدَ بَيْنَ شَعِيرَتَيْنِ وَلَنْ يَفْعَلَ

Barangsiapa menyatakan diri bermimpi padahal tidak, maka ia akan dipaksa untuk menyatukan dua biji gandum, dan tentu saja ia tidak akan mampu melakukannya.” (HR al-Bukhari)

إِنَّ مِنْ أَفْرَى الْفِرَى أَنْ يُرِيَ عَيْنَيْهِ مَا لَمْ تَرَ

Kedustaan yang paling besar adalah mengaku melihat sesuatu (dalam mimpinya) yang sebetulnya tidak ia lihat.” (HR al-Bukhari)

Ya Allah, tuntunlah kami untuk melakukan amalan yang baik, dan jadikanlah kami termasuk orang-orang berhak mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat, yang tidak merasa takut dan tidak bersedih.

Baca juga: KEWAJIBAN BERTOBAT

Baca juga: ‘LAA ILAAHA ILLALLAAH’ LEBIH BERAT DALAM TIMBANGAN DARIPADA LANGIT DAN BUMI BESERTA ISINYA

Baca juga: BERKEMBANGNYA ILMU DAN TEKNOLOGI MERUPAKAN BERKAH PENGAJARAN DARI ALLAH

(Abu Malik bin Muhammad Abdurrahman al-Qasim)

Adab