PERNIKAHAN DENGAN AISYAH RADHIYALLAHU ‘ANHA

PERNIKAHAN DENGAN AISYAH RADHIYALLAHU ‘ANHA

Pada bulan Syawal tahun kesebelas kenabian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah radhiyallahu ‘anha saat Aisyah berusia 6 tahun.

Ketika Khadijah radhiyallahu ‘anha meninggal dunia, Khaulah binti Hakim bin al-Awqash, istri salah seorang sahabat bernama Utsman bin Mazh’un berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang kejadiannya berlangsung di Makkah, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau tidak menikah lagi?”

Rasulullah radhiyallahu ‘anha balik bertanya, “Dengan siapa?”

Khaulah bertanya lagi, “Engkau ingin menikah dengan perawan atau janda?”

Nabi balik bertanya, “Kalau perawan, siapa?”

Khaulah menjawab, “Putri dari orang yang paling engkau sayangi, Aisyah binti Abu Bakr.”

Rasulullah radhiyallahu ‘anha bertanya lagi, “Kalau janda, siapa?”

Khaulah menjawab, “Saudah binti Zam’ah. Dia telah beriman kepadamu dan mengikuti jalan yang engkau tempuh.”

Rasulullah radhiyallahu ‘anha bersabda, “Pergilah engkau dan beritakan kepada keduanya tentang aku!”

Maka Khaulah pergi ke rumah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dan bertemu dengan Ummu Ruman, ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Khaulah berkata, “Wahai Ummu Ruman, tahukah engkau kebaikan dan berkah yang dimasukkan oleh Allah kepada kalian? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk meminang Aisyah untuknya.”

Ummu Ruman berkata, “Aku sangat menginginkannya, tetapi tunggulah Abu Bakr. Dia sebentar lagi pulang.”

Tidak lama kemudian Abu Bakr datang.

Khaulah berkata kepada Abu Bakr, “Wahai Abu Bakr, tahukah engkau kebaikan dan berkah yang dimasukkan oleh Allah kepada kalian? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk meminang Aisyah untuknya.”

Abu Bakr berkata, “Apakah Aisyah boleh menikah dengannya? Aisyah kan putri saudaranya?”

Khaulah kembali ke rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan hal tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah kepadanya, engkau adalah saudaraku dalam Islam, dan aku saudaramu. Namun, putrimu boleh menikah denganku.”

Khaulah pun kembali mendatangi Abu Bakr untuk menyampaikan hal tersebut.

Abu Bakr berkata, “Panggillah untukku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Maka beliau pun datang dan Abu Bakr langsung menikahkah beliau dengan Aisyah (yang waktu itu masih berusia enam tahun).

Khaulah adalah seorang perempuan bangsawan yang berpengalaman. Ia sangat memahami apa yang dibutuhkan oleh rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengisi kekosongan di sana dengan kesetiaan, cinta, dan kasih sayang. Dengan kebijaksanaan yang dimilikinya, visinya yang jauh ke depan, dan kedalaman imannya, Khaulah amat memperhatikan sisi kejiwaan, kemasyarakatan, dan ketepatan waktu. Setelah berpikir panjang dan mempelajari berbagai sisinya, dia mengajukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tampaknya, tujuan Khaulah mengajukan persoalan ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ingin mendapatkan seseorang yang dapat memelihara keluarga beliau dan urusan rumah tangga beliau, yang menurutnya, semua itu terdapat pada diri Saudah bin Zam’ah, dan mendapatkan seseorang yang dapat menghibur hati beliau dan menguatkan hubungan persaudaraan beliau dengan sahabatnya Abu Bakr, yang menurutnya semua itu terdapat pada diri Aisyah.

Imam adz-Dzahabi berkata, “Pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Aisyah berlangsung setelah wafatnya Khadijah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah dan Saudah binti Zam’ah pada waktu yang bersamaan. Beliau langsung tinggal serumah dengan Saudah, tetapi tidak dengan Aisyah. Beliau baru tinggal serumah dengan Aisyah tiga tahun kemudian, yaitu pada bulan Syawal setelah Perang Badar. Beliau tidak pernah menikah dengan perawan selain Aisyah.”

Demikianlah, wahyu itu datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk lukisan Aisyah  dan memberitahukan kepada beliau bahwa dia akan menjadi istrinya di dunia dan akhirat. Aisyah sendiri, meski umurnya masih sangat muda, selalu bermimpi tentang suatu peristiwa di mana dia masuk ke rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai istri beliau, sang penghulu umat manusia, dulu dan kemudian, dan menjadi Ummul Mukminin.

Baca sebelumnya: PARA PERINTIS ISLAM DARI MADINAH

Baca setelahnya: ISRA’ DAN MI’RAJ

(Syekh Muhammad Hassan)

Kisah