MENAFKAHI KELUARGA

MENAFKAHI KELUARGA

Keluarga adalah setiap orang yang ditanggung oleh seseorang, yaitu istri, anak, karib kerabat dan budak. Karib kerabat memiliki hak, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

 وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak dan karib kerabat.” (QS an-Nisaa’: 36)

Karib kerabat memiliki hak untuk dinafkahi, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (QS al-Baqarah: 233)

al-Mauludi lahu’ adalah ayah. Ia berkewajiban memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya serta orang yang menyusui anaknya, walaupun bukan istrinya, karena Allah Ta’ala berfirman, “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” Yakni karena menyusui anak sang ayah. Jika anak sang ayah dari kandungannya, maka hak dia atas nafkah adalah karena hubungan suami istri.

Firman-Nya, “Dan kewajiban ayah,” mencakup ayah ke bawah atau ayah ke atas, seperti kakek dan orang-orang di atasnya. Maka seorang kakek wajib menafkahi cucunya dan seterusnya ke bawah.

Dalam perkara menafkahi keluarga terdapat beberapa syarat:

Pertama. Hendaklah orang yang menafkahi memiliki kemampuan. Jika tidak mampu, maka ia tidak wajib menafkahi keluarga, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya.” (QS ath-Thalaaq: 7)

Kedua. Orang yang dinafkahi tidak mampu menafkahi diri sendiri. Jika mampu menafkahi diri sendiri, maka hal itu lebih baik. Orang lain tidak wajib menafkahinya karena ia berkecukupan.

Ketiga. Hendaklah orang yang dinafkahi termasuk ahli waris dari orang yang menafkahi, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ

Dan warispun berkewajiban demikian.” (QS al-Baqarah: 233)

Jika ia seorang kerabat tetapi bukan ahli waris, maka ia tidak wajib dinafkahi.

Apabila ketiga syarat ini terpenuhi, maka saudara dekat wajib menafkahi keluarga yang membutuhkan nafkah, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan menikahkan. Jika saudaranya itu hanya mampu mencukupi sebagian nafkah saja, maka kerabat lain yang termasuk pewaris wajib menyempurnakan kekurangannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan warispun berkewajiban demikian.”

Baca juga: HAK ISTRI ATAS SUAMI

Baca juga: MENDAHULUKAN SEDEKAH WAJIB DARIPADA SEDEKAH SUNAH

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Adab