MEMBANGUN KA’BAH

MEMBANGUN KA’BAH

Allah Ta’ala mewahyukan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk membangun sebuah rumah Allah di bumi. Ibrahim gelisah karenanya. Allah mengirim angin kencang berkepala untuk membuat Ibrahim tenang. Ibrahim mengikuti angin itu bertiup hingga berhenti di suatu tempat. Ibrahim menundukkan kepalanya seperti ular menundukkan kepalanya. Tempat itulah yang di atasnya akan dibangun rumah Allah.

Ibrahim mulai membangun rumah di tempat itu. Setiap hari ia membangun setinggi satu kaki. Ketika telah sampai ke tempat hajar aswad, Ibrahim berkata kepada putranya, “Carilah sebuah batu untukku!” Putranya mencari batu, lalu membawanya kepada ayahnya. Namun putranya melihat hajar aswad telah diletakkan di sana. Putranya bertanya, “Dari mana engkau mendapatkan batu ini?” Ibrahim menjawab, “Jibril membawanya dari langit dan menyempurnakan pembangunannya.”

Ketika Ka’bah runtuh, rumah itu dibangun kembali oleh kabilah Amaliqah. Ketika runtuh untuk yang kedua kalinya, ia dibangun kembali oleh kabilah Jurhum. Ketika runtuh untuk yang ketiga kalinya, ia dibangun kembali oleh Quraisy dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu usia beliau tiga puluh lima tahun.

Untuk membangun kembali Ka’bah bangunan lama harus diruntuhkan. Namun mereka dikejutkan oleh seekor ular yang berada di pagar Ka’bah. Orang-orang Quraisy berkumpul di dekat Ka’bah, memohon kepada Allah agar menghilangkan bencana itu dari mereka. Maka Allah mengirim seekor burung yang mencengkeram punggung ular itu dengan cakarnya, kemudian menariknya dan membawanya pergi. Orang-orang Quraisy pun bisa meruntuhkan Ka’bah untuk memulai pembangunan.

Ketika mereka hendak mengangkat hajar aswad ke tempatnya, mereka bertengkar tentang siapa yang berhak meletakkannya di tempatnya. Mereka berkata, “Kita akan menentukan seorang penengah di antara kita.” Mereka berkata, “Kita akan berhukum tentang perkara ini kepada orang yang pertama kali keluar dari jalan ini.” Ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang pertama yang keluar dari jalan itu yang berjalan ke arah mereka. Mereka berkata, “Kita telah mendapatkan al-Amin (yang jujur).” Lalu mereka menceritakan masalahnya kepada beliau.

Beliau menyarankan agar mereka meletakkan hajar aswad di atas sehelai kain untuk kemudian diangkat bersama-sama oleh utusan setiap kabilah. Setelah itu beliau meletakkan hajar aswad di tempatnya.

Jikalau bukan karena hikmah dari Allah dan petunjuk-Nya kepada Rasul-Nya, niscaya pertumpahan darah terjadi di antara kabilah. Diriwayatkan bahwa pertikaian dalam perkara peletakan hajar aswad telah sampai pada titik dimana Bani Abdud Dar mengeluarkan sebuah mangkuk yang penuh dengan darah. Kemudian mereka mengikat perjanjian dengan Bani Adi untuk setia sampai mati. Orang-orang Quraisy berada dalam keadaan demikian selama empat atau lima malam tanpa jalan keluar yang bisa mendamaikan mereka, hingga api fitnah itu padam melalui tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ketika mereka telah menyelesaikan pembangunan Ka’bah, Allah menuntun sebuah kapal kepada mereka dari negeri Romawi. Kapal itu pecah di dekat Jedah. Maka orang-orang Quraisy pergi untuk mengambil kayunya. Mereka juga menjumpai seorang tukang kayu Romawi di sana. Mereka mengambil kayu dengan izinnya. Kemudian mereka kembali dengan membawa kayu beserta tukang kayu untuk membuatkan singgasana Ka’bah bagi mereka.

Baca sebelumnya: PERNIKAHAN DENGAN KHADIJAH

Baca sesudahnya: MENYENDIRI DI GUA HIRA

(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)

Kisah Sirah Nabawiyah