MAKSIAT BESAR DAN MAKSIAT KECIL

MAKSIAT BESAR DAN MAKSIAT KECIL

Maksiat adalah penyebab kebinasaan, kesesatan, jauh dari ampunan Allah Ta’ala dan ketaatan kepada-Nya serta penyebab loyalitas kepada Iblis dan bala tentaranya. Dengan meninggalkan maksiat dan jauh darinya serta melakukan amal kebajikan dan ketaatan, manusia akan menjadi wali-wali Allah dan kelompok-Nya yang beruntung, yang tidak ada ketakutan pada diri mereka dan tidak pula bersedih hati.

Allah Ta’ala berfirman:

وَكُلُّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ مُسْتَطَرٌ

Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar, semuanya tertulis.” (QS al-Qamar: 53)

Ibnu al-Mu’taz berkata,

Tinggalkanlah dosa kecil maupun besar

Itulah takwa

Lakukanlah sebagaimana orang yang berjalan di atas tanah berduri

Ia sangat berhati-hati terhadap apa yang dilihatnya

Janganlah menyepelekan dosa kecil

Sesungguhnya gunung tersusun dari kerikil-kerikil kecil

Dari segi bahasa, (al-ma’shiyah) diambil dari kata (al-‘ishyan), yaitu tidak taat. Dikatakan, (ashal ‘abdu rabbah) jika dia menyelisihi perintah Allah.

Dari segi syariat, maksiat adalah meninggalkan perkara-perkara yang diperintahkan dan mengerjakan perkara-perkara yang dilarang, atau meninggalkan perkara-perkara yang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan perkara-perkara yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, baik berupa ucapan maupun perbuatan, baik bersifat zahir maupun batin.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَاِنَّ لَهٗ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا

Dan barangsiapa bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia mendapatkan Neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya, selama-selamanya.” (QS al-Jinn: 23)

Di dalam nash-nash, makna maksiat datang dengan lafal yang berbeda-beda. Di antaranya, dzanb (dosa), khathi’ah (kesalahan), sayyi’ah (kejelekan), itsm (dosa), fusuq (kefasikan) dan fasad (kerusakan).

Sebuah maksiat di waktu tertentu lebih besar dosanya daripada di waktu yang lain, seperti di bulan-bulan yang haram (Muharam, Rajab, Zulkaidah dan Zulhijah). Maksiat di tempat tertentu lebih besar dosanya dibandingkan di tempat yang lain, seperti di wilayah haram (Haram Makkah dan Haram Madinah).

Maksiat dikelompokkan menjadi dua: (1) maksiat besar dan (2) maksiat kecil.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا

Jika kalian menjauhi maksiat-maksiat besar dari maksiat-maksiat yang kalian dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian yang kecil. Dan akan Kami masukkan kalian ke tempat yang mulia (Surga).” (QS an-Nisa: 31)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Salat yang lima waktu, dari Jumat ke Jumat (berikutnya), dari Ramadan ke Ramadan (berikutnya) adalah penghapus bagi maksiat-maksiat yang ada di antaranya, selama maksiat-maksiat yang besar dijauhi.” (HR Muslim)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “al-Qur’an, as-Sunnah, ijmak sahabat, tabiin dan imam-imam setelah mereka, serta umat sekalian menunjukkan bahwa maksiat ada yang besar dan ada yang kecil.”

Adapun pengertian maksiat besar, inti dari ucapan ahli ilmu adalah setiap maksiat yang diindikasikan oleh dalil atas pengukuhan dan penegasan pengharamannya, baik diancam dengan laknat, murka, Neraka, azab, had dan lain-lain. Sedangkan pengertian maksiat kecil adalah kebalikan dari yang besar dari perkara-perkara yang dilarang oleh syariat dan tidak dibarengi dengan ancaman atau laknat dan lain-lain.

Maka, apa saja yang keluar dari pengertian standar maksiat besar adalah termasuk maksiat kecil, seperti memandang wanita yang bukan mahram dan keluar dari masjid setelah azan dikumandangkan.

Tetapi maksiat kecil jika dilakukan secara terus-menerus akan berubah menjadi besar karena telah datang ancaman dengan Neraka Wail bagi orang-orang yang larut dan tenggelam di dalamnya, sedangkan mereka mengetahui.

Demikian pula, telah sahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ucapannya, “Tidak ada dosa besar jika diikuti dengan istigfar, dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus-menerus.”

Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ. فَإِنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ كَقَوْمٍ نَزَلُوا فِي بَطْنِ وَادٍ، فَجَاءَ ذَا بِعُودٍ، وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ حَتَّى أَنْضَجُوا خُبْزَتَهُمْ. وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ

Jauhilah muhqirat dzunub (dosa-dosa yang diremehkan). Sesungguhnya perumpamaan dosa-dosa kecil yang diremehkan itu seperti suatu kaum yang singgah di satu lembah. Lalu satu orang datang dengan membawa satu dahan (kayu bakar), dan yang lainnya juga demikian sampai mereka mengumpulkan kayu bakar yang banyak yang dapat mematangkan roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa kecil yang diremehkan itu, kapanpun pelakunya dibalas, ia akan menghancurkannya.”  (HR Ahmad dan disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadis al-Shahihah)

Jadi, maksiat kecil terkadang membesar dan menjadi maksiat besar jika dilakukan terus-menerus, atau disertai perasaan senang melakukannya, atau bangga, atau meremehkan dan menyepelekannya. Demikian pula jika dilakukan oleh orang yang dijadikan sebagai panutan dan teladan.

Baca juga: TERAPI MAKSIAT

Baca juga: DAMPAK MAKSIAT TERHADAP PELAKUNYA DI DUNIA

Baca juga: WAJIB MENAATI PEMIMPIN SELAMA BUKAN KEMAKSIATAN

(Ibrahim ‘Abdullah bin Saif al-Mazru’i)

Serba-Serbi