MAKNA DAN KEUTAMAAN BERWUDHU

MAKNA DAN KEUTAMAAN BERWUDHU

Makna Wudhu

Ibnu Hajar berkata, “Wudhu adalah pecahan kata dari wadha’ah. Disebut dengan wudhu karena orang yang akan bershalat membersihkan diri dengan wudhu sehingga ia menjadi bersih.”

Wudhu (dibaca dhammah) adalah pekerjaan, sedangkan wudhu (dibaca fathah) adalah air yang digunakan dalam berwudhu.

Dalil Pensyariatan Wudhu

Wudhu disyariatkan dalam al-Qur’an, as-Sunnah, dan konsensus (ijma’) umat. Dalil pensyariatan wudhu dalam al-Qur’an adalah firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Ma’idah: 6)

Adapun dalil pensyariatan wudhu dalam as-Sunnah sangat banyak, di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh ash-Shahihain (al-Bukhari dan Muslim): Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ: لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Allah tidak menerima shalat salah seorang di antara kalian apabila berhadas sampai ia berwudhu.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Adapun konsensus umat, maka umat telah sepakat atas wajibnya berwudhu hingga hal tersebut menjadi bagian dari perkara yang aksiomatis dalam agama. Hal ini diketahui oleh orang alim maupun awam, anak kecil, serta orang dewasa.

Keutamaan Berwudhu

Terdapat banyak hadis yang menyebutkan keutamaan berwudhu dan menyempurnakannya. Aku akan menyebutkan beberapa di antaranya:

1️⃣ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya umatku akan diseru di Hari Kiamat dengan cahaya di wajah mereka, cahaya di tangan, dan kaki mereka karena bekas wudhu. Siapa saja di antara kalian yang mampu memperluas cahayanya, maka lakukanlah.’” (HR al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

al-Ghurrah adalah warna putih pada dahi kuda, sedangkan at-tahjil adalah warna putih pada tiga kaki kuda. Ulama berkata, “Cahaya yang terdapat di tempat-tempat wudhu dinamakan ghurrah dan tahjil karena menyerupai warna putih tersebut pada kuda.”

2️⃣ Dari Amr bin ‘Abasah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Semasa jahiliah, aku mengira bahwa manusia berada dalam kesesatan, dan bahwa mereka tidak memiliki dasar kebenaran sama sekali dalam menyembah berhala-berhala. Kemudian aku mendengar seseorang di Makkah yang mengabarkan berbagai berita, lalu aku duduk di atas tungganganku dan datang kepadanya. Ternyata orang itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian ia menyebutkan hadis (kelengkapan kisahnya) hingga ia berkata, ‘Kemudian aku berkata, “Wahai Nabi Allah, ceritakanlah kepadaku tentang wudhu.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْكُمْ رَجُلٌ يُقَرِّبُ وُضُوءَهُ، فَيَتَمَضْمَضُ وَيَسْتَنْشِقُ وَيَسْتَنْثِرُ، إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ مِنْ فِيهِ وَخَيَاشِيمِهِ، ثُمَّ إِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ مِنْ أَطْرَافِ لِحْيَتِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ يَغْسِلُ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا يَدَيْهِ مِنْ أَنَامِلِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ يَمْسَحُ رَأْسَهُ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا رَأْسِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ يَغْسِلُ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا رِجْلَيْهِ مِنْ أَنَامِلِهِ مَعَ الْمَاءِ، فَإِنْ هُوَ قَامَ فَصَلَّى فَحَمِدَ اللهَ تَعَالَى وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَمَجَّدَهُ بِالَّذِي هُوَ لَهُ أَهْلٌ، وَفَرَّغَ قَلْبَهُ للهِ تَعَالَى إِلَّا انْصَرَفَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.

Tidaklah seorang di antara kalian mendekatkan air wudhunya, kemudian berkumur-kumur seraya memasukkan air ke dalam hidung dan menghembuskannya, melainkan berguguran dosa-dosa wajahnya dari dalam mulutnya dan kedua lubang hidungnya. Kemudian apabila membasuh mukanya sebagaimana yang diperintahkan Allah, maka berguguranlah dosa-dosa wajahnya dari ujung-ujung jenggotnya bersamaan dengan air yang menetes. Kemudian apabila membasuh kedua tangannya hingga kedua sikunya, maka berguguranlah dosa-dosa kedua tangannya dari jari-jarinya bersamaan dengan air yang menetes. Kemudian mengusap kepalanya, maka berguguranlah dosa-dosa kepalanya dari ujung-ujung rambutnya bersamaan dengan air yang menetes. Kemudian membasuh kedua kakinya sampai kedua mata kaki, maka rontoklah dosa-dosa kedua kakinya dari jari-jarinya bersamaan dengan air yang menetes. Kemudian apabila ia berdiri dan shalat lalu memuji dan mengagungkan Allah serta memuliakan-Nya dengan apa yang layak bagi-Nya, dan ia menjernihkan hatinya untuk Allah, maka ia kembali dari dosanya seperti pada saat ia dilahirkan oleh ibunya.” (HR Muslim dan Ibnu Majah)

3️⃣ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang ke kuburan seraya mengucapkan, “Semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian, dan kami insya Allah tidak lama lagi menyusul kalian. Aku ingin bahwa kita telah melihat saudara-saudara kita.” Para sahabat bertanya, “Apakah kami bukan saudara-saudaramu wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kalian adalah sahabat-sahabatku, sedangkan saudara-saudara kita adalah orang-orang yang belum datang.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana engkau tahu orang yang belum datang dari umatmu, wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bagaimana pendapatmu sekiranya ada seseorang yang memiliki seekor kuda berwarna putih bersih berada di antara kuda-kuda yang berwarna hitam pekat semuanya, tidakkah dia mengetahui kudanya?” Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mereka akan datang dengan cahaya di wajah mereka, dan cahaya di tangan dan kaki mereka karena bekas wudhu, dan aku mendahului mereka di telaga. Ketahuilah, sungguh akan ada orang-orang yang dihalau dari telagaku sebagaimana unta yang tersesat dihalau. Aku panggil mereka, ‘Hai, kemarilah,’ maka dikatakan, ‘Sesungguhnya mereka telah mengganti (sunnahmu) setelahmu.’ Maka aku berkata, ‘Menjauhlah, menjauhlah.’” (HR Muslim, an-Nasa-i, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Makna farathahum, al-farathu yaitu orang yang berjalan mendahului rombongan untuk mempersiapkan timba dan semisalnya untuk mereka. Yuzadu bermakna dihalau, sedangkan suhqan bermakna menjauh.

Baca juga: ITSAR – MENDAHULUKAN ORANG LAIN DARIPADA DIRI SENDIRI

Baca juga: RIDHA DAN MURKA ALLAH ADA PADA KERIDAAN DAN KEMURKAAN ORANG TUA

Baca juga: HUKUM-HUKUM AIR

(Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy)

Fikih