Rahn (gadai) adalah pengokohan hutang dengan benda yang sebagian zatnya atau nilainya dapat digunakan untuk melunasi hutang tersebut, atau dengan menjadikan barang berharga sebagai jaminan hutang.
Sebagian fukaha mengatakan bahwa rahn terdiri dua macam, yaitu rahn yang butuh nafkah, dan rahn yang tidak butuh nafkah.
1️⃣ Rahn yang membutuhkan nafkah
Rahn yang membutuhkan nafkah juga terdiri dua macam:
🅰️ Hewan yang dapat ditunggangi dan diperah susunya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلظَّهْرُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا، وَلَبَنُ اَلدَّرِّ يُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا، وَعَلَى اَلَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ اَلنَّفَقَةُ
“Punggung hewan gadaian boleh ditunggangi selama biaya perawatan ditanggung, dan susunya boleh diminum selama biaya perawatan ditanggung. Biaya perawatan ditanggung oleh orang yang menunggangi dan meminum susunya.” (HR al-Bukhari)
🅱️ Sesuatu yang tidak bisa ditunggangi maupun diperah susunya
Contoh sesuatu yang tidak bisa ditunggangi maupun diperah susunya adalah budak laki-laki dan perempuan. Rahn semacam ini tidak boleh dimanfaatkan oleh pemegangnya kecuali dengan izin pemiliknya. Jika pemiliknya mengizinkan untuk mengambil manfaat darinya sebagai ganti dari menafkahinya maka hal itu diperbolehkan. Sebab, hal itu merupakan bentuk jual beli.
2️⃣ Rahn yang tidak membutuhkan nafkah
Rahn jenis kedua adalah rahn yang tidak membutuhkan nafkah, seperti rumah, benda mati dan semisalnya. Rahn seperti ini tidak boleh dimanfaatkan oleh pemegangnya kecuali dengan izin pemiliknya. Namun, bila rahn tersebut dijadikan jaminan atas hutang yang berupa uang (qardh), maka orang yang menghutangi tidak boleh memanfaatkannya sama sekali. Hal ini agar ia tidak menjadi pinjaman yang menarik manfaat yang termasuk riba, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab qardh.
Baca juga: HUKUM RAHN (GADAI)
Baca juga: SIFAT RAHN (GADAI)
(Syekh Dr Shalih bin Fauzan al-Fauzan)