LAPANG DADA DAN TIDAK TERGESA-GESA

LAPANG DADA DAN TIDAK TERGESA-GESA

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Asyaj Abdul Qais radhiyallahu ‘anhu,

إنَّ فِيْكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ: الْحِلْمُ وَالْأنَاةُ

Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua perangai yang dicintai oleh Allah, yaitu lapang dada (al-hilmu) dan tidak tergesa-gesa (al-unatu).” (HR Muslim)

Allah Ta’ala berfirman:

وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ

“…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)

Allah Ta’ala berfirman:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS al-A’raf: 199)

al-Hilmu adalah menahan amarah.

Ada yang mengatakan bahwa al-hilmu adalah kata yang mengandung arti mengekang jiwa ketika dia keluar dari kelurusan kepada yang terlarang, ketika datang kepadanya sesuatu yang berlawanan dengan sesuatu yang dicintainya. Maka al-hilmu mencakup ma’rifah (pengetahuan), kesabaran, tidak tergesa-gesa, dan kokoh. Tidak ada perkara yang menyertai sesuatu yang lebih utama daripada sifat maaf menyertai kemampuan membalas.

Ada juga yang mengatakan, “Orang yang berlapang dada bukanlah orang yang terzalimi lalu dia berlapang dada, sehingga ketika dia mampu membalas, dia membalas. Tetapi orang yang berlapang dada adalah orang yang terzalimi lalu berlapang dada, sedangkan ketika dia mampu membalas dia memaafkan.

Dhamrah berkata, “Lapang dada lebih tinggi dari akal. Karenanya Allah Ta’ala bernama dengannya. Di antara hal yang menunjukkan bahwa al-hilmu memiliki nilai dan kedudukan yang tinggi adalah Allah bernama dengannya. Kemudian di dalam al-Qur’an al-hilmu tidaklah dinamakan pada seseorang kecuali kepada Ibrahim sebagai al-khalil (kekasih)-Nya dan Ismail yang disembelihnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ لَاَوَّاهٌ حَلِيْمٌ

Sesungguhnya Ibrahim adalah orang yang sangat lembut hati lagi penyantun.” (QS at-Taubah: 114)

dan firman Allah Ta’ala:

فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ

Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” (QS ash-Shaffat: 101)

al-Halim merupakan perkara yang sangat agung, kedudukan yang sangat tinggi, keadaan yang terpuji, dan perbuatan yang diridai. Dia lebih indah daripada membalas ketika mampu membalas.

Dari sini kita tetapkan hakikat yang kokoh, bahwa orang yang lapang dada adalah orang yang menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan yang baik, imam dalam setiap perangai yang dilakukan, berpegang dengan akhlaknya, berhias dengan sifat-sifatnya, berjalan di atas petunjuk dan manhajnya. Maka sifat lapang dada merupakan pemberian Allah Ta’ala yang sangat agung, dan Dia Ta’ala memberi balasan baginya dengan balasan yang melimpah lagi sangat mulia di negeri pembalasan.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi-bagikan harta rampasan di Hunain, seorang Anshar berkata, “Dia tidak menginginkan wajah Allah Ta’ala dalam membagikannya.” Lalu aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kusampaikan perkataan orang Anshar itu kepada beliau. Wajah beliau berubah, lalu bersabda,

رَحِمَ اللَّهُ مُوسَى قَدْ أُوذِيَ بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ

Semoga Allah merahmati Musa yang telah disakiti lebih dari ini, tetapi dia tetap bersabar.” (HR al-Bukhari)

Perhatikanlah wahai saudaraku kaum muslimin, bagaimana Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabar dan berlapang dada atas ucapan orang Anshar itu.

Telah diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertekad memarahi al-Ahnaf. Lalu dia mendatangi al-Ahnaf untuk melamar ibunya.

al-Ahnaf berkata, “Kami menolakmu bukan karena merendahkan nasabmu, dan bukan karena kurang cinta dalam menjalin hubungan kekeluargaan melalui perkawinan denganmu. Tetapi dia adalah perempuan yang sudah tua, sedangkan engkau membutuhkan perempuan yang penyayang lagi memiliki peranakan yang banyak, yang akan mengikuti perangaimu, dan akan mengambil adabmu. Kembalilah kamu kepada kaummu, dan kabarkanlah kepada mereka bahwa kamu tidak marah kepadaku.”

Laki-laki yang lain melamar ibu Mu’awiyah kepada Mu’awiyah. Mu’awiyah berkata, “Apa yang engkau inginkan darinya, sedangkan ia seorang perempuan yang sudah sangat tua?” Dia berkata, “Telah sampai berita kepadaku bahwa dia perempuan tua yang sangat agung.” Mu’awiyah berkata, “Mungkin telah terbetik dalam dirimu bahwa kamu akan memarahi sayyid Bani Tamim?” Dia menjawab, “Ya.” Mu’awiyah berkata, “Kembalilah, engkau tidak akan bisa mendapatkan keagungannya,”

Seseorang mencaci-maki Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu. Abu Dzar berkata kepadanya, “Wahai manusia, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam mencaci-maki kami. Tinggalkanlah kerendahan demi kebaikan. Sesungguhnya kami tidak membalas orang yang bermaksiat kepada Allah Ta’ala dengan menganiaya kami dengan sesuatu yang lebih besar dari ketaatan kami kepada Allah Ta’ala di dalamnya.”

Baca juga: SABAR DAN TENANG

Baca juga: MACAM-MACAM SABAR

Baca juga: PAHALA DARI MEMBERI HEWAN MINUM

(Dr Ahmad Mu’adz Haqqi)

Kelembutan Hati