SERAKAH PENYEBAB KEBINASAAN

SERAKAH PENYEBAB KEBINASAAN

Serakah termasuk perkara yang melekat pada jiwa dan bersumber dari tabiat. Seseorang tidak tercela karena kekikirannya kecuali benar-benar menaatinya sehingga selalu berambisi untuk mencari dan mengumpulkan harta dari jalan yang haram, serta menolak menunaikan hak-hak atas harta yang Allah wajibkan kepadanya. Karena sifat serakah, seseorang enggan mengeluarkan zakat, tidak mau menyambung silaturahmi, dan tidak sudi memberi sedekah kepada peminta-minta. Jika dia menaati sifat serakah dalam hal-hal tersebut, maka dia akan binasa.

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ، وَثَلَاثٌ مُنَجِّيَاتٍ. فَأَمَّا الْمُهْلِكَاتُ: فَشُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ.  وَأَمَّا الْمُنَجِّيَاتُ: فَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَى، وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَخَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ

Ada tiga perkara penyebab kebinasaan, dan ada tiga perkara penyebab keselamatan. Adapun perkara-perkara penyebab kebinasaan adalah serakah yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujub terhadap diri sendiri. Adapun perkara-perkara penyebab keselamatan adalah berlaku adil dalam keadaan murka dan rida, hemat dalam keadaan fakir dan kaya, dan takut kepada Allah Ta’ala di saat sembunyi-sembunyi dan terang-terangan.” (Hadis hasan. Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa serakah bertentangan dengan keimanan. Beliau bersabda,

لَا يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالْإِيمَانُ فِي قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا

Tidak berkumpul sifat serakah (yang ditaati) dan keimanan dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh an-Nasa-i)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ

Seburuk-buruk perkara pada diri seseorang adalah sifat serakah lagi tamak, dan sifat pengecut lagi lemah.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud)

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقُوا الظُّلْم، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. وَاتَّقُوا الشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُم، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ، وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ

Takutlah kalian kepada kezaliman, karena kezaliman merupakan kegelapan pada Hari Kiamat. Takutlah kalian kepada keserakahan, karena keserakahan telah membinasakan umat-umat sebelum kalian, mendorong mereka menumpahkan darah, dan menghalalkan yang diharamkan Allah.” (HR Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan bahwa tamak terhadap harta dapat merusak agama. Beliau bersabda,

 مَاذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِيْ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِيْنِهِ

Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dilepas di sekawanan kambing lebih berbahaya daripada sifat tamak seseorang terhadap harta dan kemuliaan (kedudukan) yang bisa merusak agamanya.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Hibban, ath-Thabrani dan lainnya)

Apabila tamak terhadap harta merupakan sifat yang tercela, maka menahan harta dan menolak menginfakkannya, yakni bakhil (pelit) lebih tercela.

Sesungguhnya bakhil merupakan perangai atau akhlak yang tercela dan penyakit yang hina. Setiap muslim wajib membersihkan diri dari sifat bakhil, karena sifat bakhil tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya di dunia dan di akhirat, bahkan merupakan kesialan bagi pelakunya di dunia dan di akhirat.

Allah Taala berfirman:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ بِمَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۗ سَيُطَوَّقُوْنَ مَا بَخِلُوْا بِهٖ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ وَلِلّٰهِ مِيْرَاثُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan akan dikalungkan kelak di lehernya pada Hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Ali ‘Imran: 180)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ، مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيْبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِى بِشِدْقَيْهِء ثُمَّ يَقُوْلُ: أَنَا مَالُكَ، أَنَا كَنْزُكَ

Barangsiapa telah Allah berikan harta kepadanya namun tidak menunaikan zakainya, maka pada Hari Kiamat hartanya itu akan diubah menjadi seekor ular jantan yang botak dan memiliki dua taring yang akan dikalungkan kepadanya pada Hari Kiamat, lalu ular itu memakannya dengan kedua rahangnya, yaitu dengan mulutnya, seraya berkata, ‘Akulah hartamu. Akulah simpananmu.’” (HR al-Bukhari)

Allah Ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ  يَّوْمَ يُحْمٰى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوٰى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْۗ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam Neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri. Maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kalian simpan itu.” (QS at-Taubah: 34-35)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ صَاحِبِ كَنْزٍ لَا يُؤَدِّي زَكَاتَهُ إِلَّا أُحْمِيَ عَلَيْهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُجْعَلُ صَفَائِحَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبَاهُ، وَجَبِينُهُ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَ عِبَادِهِ، فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، ثُمَّ يَرَى سَبِيلَهُ، إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

Tidaklah seorang pemilik harta yang tidak membayar zakatnya, melainkan pada Hari Kiamat akan dibuatkan untuknya setrika dari api yang dipanaskan di Neraka Jahanam, kemudian disetrikakan pada lambungnya, dahinya, dan punggungya, hingga Allah memutuskan di antara hamba-hamba-Nya pada suatu hari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun hari di dunia, kemudian barulah ia melihat jalannya, apakah ke Surga atau ke Neraka.” (HR Muslim dan Abu Dawud)

Itulah kesialan sifat bakhil di hari Kiamat. Adapun kesialannya di dunia, sifat bakhil dapat menghilangkan kenikmatan.

Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّا بَلَوْنٰهُمْ كَمَا بَلَوْنَآ اَصْحٰبَ الْجَنَّةِۚ اِذْ اَقْسَمُوْا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِيْنَۙ وَلَا يَسْتَثْنُوْنَ، فَطَافَ عَلَيْهَا طَاۤىِٕفٌ مِّنْ رَّبِّكَ وَهُمْ نَاۤىِٕمُوْنَ، فَاَصْبَحَتْ كَالصَّرِيْمِ

Sungguh, Kami telah menguji mereka (orang-orang musyrik Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah pasti akan memetik (hasil)nya pada pagi hari, tetapi mereka tidak menyisihkan (dengan mengucapkan, Insya Allah). Lalu kebun itu ditimpa bencana (yang datang) dari Rabbmu ketika mereka sedang tidur. Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita.” (QS al-Qalam: 17-20)

Kisah orang-orang itu berawal ketika mereka mendapatkan warisan dari ayah mereka berupa kebun. Ayah mereka adalah orang yang saleh yang mengetahui hak fakir miskin pada kebun tersebut. Ketika ayah mereka meninggal dunia, mereka mencela perbuatan ayah mereka. Mereka dikendalikan oleh sifat bakhil sehingga mereka bertekad untuk memanen buah-buahan dari kebun tersebut pada malam hari ketika orang-orang masih tertidur agar tidak ada fakir miskin yang datang kepada mereka. Maka Allah Ta’ala mempercepat hukuman-Nya bagi mereka,

فَتَنَادَوْا مُصْبِحِيْنَۙ اَنِ اغْدُوْا عَلٰى حَرْثِكُمْ اِنْ كُنْتُمْ صَارِمِيْنَ، فَانْطَلَقُوْا وَهُمْ يَتَخَافَتُوْنَۙ اَنْ لَّا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِّسْكِيْنٌۙ وَّغَدَوْا عَلٰى حَرْدٍ قَادِرِيْنَ، فَلَمَّا رَاَوْهَا قَالُوْٓا اِنَّا لَضَاۤلُّوْنَۙ بَلْ نَحْنُ مَحْرُوْمُوْنَ، قَالَ اَوْسَطُهُمْ اَلَمْ اَقُلْ لَّكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُوْنَ، قَالُوْا سُبْحٰنَ رَبِّنَآ اِنَّا كُنَّا ظٰلِمِيْنَ، فَاَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلٰى بَعْضٍ يَّتَلَاوَمُوْنَ، قَالُوْا يٰوَيْلَنَآ اِنَّا كُنَّا طٰغِيْنَ، عَسٰى رَبُّنَآ اَنْ يُّبْدِلَنَا خَيْرًا مِّنْهَآ اِنَّآ اِلٰى رَبِّنَا رَاغِبُوْنَ، كَذٰلِكَ الْعَذَابُۗ وَلَعَذَابُ الْاٰخِرَةِ اَكْبَرُۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

Lalu pada pagi hari mereka saling memanggil, Pergilah pagi-pagi ke kebunmu, jika kalian hendak memetik hasil. Maka mereka pun berangkat sambil berbisik-bisik. Pada hari ini jangan sampai ada orang miskin masuk ke dalam kebun kalian. Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya). Maka ketika mereka melihat kebun itu, mereka berkata, Sungguh, kita ini benar-benar orang-orang yang sesat, bahkan kita tidak memperoleh apa pun. Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, Bukankah aku telah mengatakan kepada kalian, mengapa kalian tidak bertasbih (kepada Rabb kalian)?’ Mereka mengucapkan, Mahasuci Rabb kami. Sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim. Lalu mereka saling berhadapan dan saling menyalahkan. Mereka berkata, Celaka kita! Sesungguhnya kita orang-orang yang melampaui batas. Mudah-mudahan Rabb memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada yang ini. Sungguh, kita mengharapkan ampunan dari Rabb kita. Seperti itulah azab (di dunia). Dan sungguh, azab akhirat lebih besar sekiranya mereka mengetahui.” (QS al-Qalam: 21-33)

Baca juga: AKIBAT MENOLAK MEMBAYAR ZAKAT

Baca juga: WASPADA TERHADAP KEZALIMAN DAN KESERAKAHAN

Baca juga: MENCELA KEBAKHILAN

Baca juga: MEMINTA DENGAN NAMA ALLAH

(Dr Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi)

Serba-Serbi