BEBERAPA KEUTAMAAN PARA SAHABAT NABI

BEBERAPA KEUTAMAAN PARA SAHABAT NABI

Sahabat adalah orang yang melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau dilihat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia meninggal dalam keadaan beriman walaupun semasa hidupnya pernah keluar dari Islam. Ini merupakan pendapat yang kuat di antara pendapat-pendapat para ulama. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa orang yang melihat harus bisa membedakan apa yang dilihatnya.

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang diperselisihkan oleh orang-orang yang membahas para sahabat adalah perihal mencukupkan dengan melihat saja. Mereka mengambil contoh Muhammad bin Abu Bakr. Ia lahir tiga bulan beberapa hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa seorang sahabat harus telah mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minimal satu tahun atau lebih, atau ikut berperang bersama beliau sekali atau lebih. Namun prakteknya menyelisihi hal itu. Mereka sependapat untuk menghitung sebanyak mungkin sahabat sehingga di antara para sahabat ada yang belum pernah berkumpul dengan beliau, kecuali saat haji wada.”

al-Imam al-Bukhari rahimahullah berkata, “Barangsiapa mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau melihat beliau dan berada di antara kaum muslimin, ia terhitung sebagai sahabat.”

Terdapat ayat-ayat yang jelas dan hadis-hadis yang sahih mengenai keutamaan para sahabat radhiyallahu ‘anhuma.

Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala:

وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS at-Taubah: 100)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah yang Mahaagung mengabarkan bahwa Dia meridai orang-orang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Ansar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Alangkah celakanya orang yang membenci atau mencerca mereka, atau membenci atau mencerca sebagian mereka.”

Allah Ta’ala berfirman:

لَقَدْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَيْهِمْ وَاَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيْبًاۙ وَّمَغَانِمَ كَثِيْرَةً يَّأْخُذُوْنَهَا ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا 

Sungguh, Allah telah meridai orang-orang mukmin ketika mereka berbaiat kepadamu (Muhammad) di bawah pohon. Dia mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat, serta harta rampasan perang yang banyak yang akan mereka peroleh. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS al-Fath: 18-19)

Baiat di sini adalah bai’at ridhwan yang terjadi di sebuah tempat bernama al-Hudaibiyah. Sahabat yang berbaiat berjumlah 1.500 orang. Orang yang telah diridai oleh Allah tidak mungkin mati dalam keadaan kafir, karena pengambilan hukum baginya adalah berdasarkan kematiannya, yaitu dalam keadaan memeluk Islam.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَدْخُلُ النَّارَ، إِنْ شَاءَ اللَّهُ، مِنْ أَصْحَابِ الشَّجَرَةِ أَحَدٌ الَّذِينَ بَايَعُوا تَحْتَهَا

Tidak akan masuk Neraka orang yang berbaiat di bawah pohon (bai’at Ridhwan), in syaa Allah.” (HR Muslim)

Allah Ta’ala berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (QS Ali Imran: 110)

Allah Ta’ala menetapkan untuk mereka kebaikan di atas semua umat. Tidak satu umat pun sebanding dengan mereka.

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.” (QS al-Baqarah: 143).

Para sahabat radhiyallahu ‘anhuma adalah orang yang diajak berbicara pada ayat di atas. Tidaklah menjadi saksi melainkan yang mampu berbuat adil.

Allah Ta’ala berfirman:

لِلْفُقَرَاۤءِ الْمُهٰجِرِيْنَ الَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا وَّيَنْصُرُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَۚ وَالَّذِيْنَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۗوَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ

(Harta rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridaan(-Nya), dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (Muhajirin) di atas diri sendiri, meskipun mereka juga memerlukannya. Dan siapa yang dirinya dijaga dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS al-Hasyr: 8-9)

Juga firman Allah Ta’ala:

يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ

“…pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya, sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka…” (QS at-Tahrim: 8)

Allah Ta’ala berfirman:

مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِ ۗذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ ۖوَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗوَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

Muhammad adalah utusan Allah. Dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunas. Kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak di atas batangnya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang yang beriman). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS al-Fath: 29).

Adapun hadis-hadis yang berkenaan dengan keutamaan para sahabat radhiyallahu ‘anhuma, di antaranya adalah:

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ فَيَغْزُو فِئَامٌ مِنْ النَّاسِ فَيَقُولُونَ فِيكُمْ مَنْ صَاحَبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَيَقُولُونَ لَهُمْ، نَعَمْ، فَيُفْتَحُ لَهُمْ، ثُمَّ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ فَيَغْزُو فِئَامٌ مِنْ النَّاسِ، فَيُقَالُ فِيكُمْ مَنْ صَاحَبَ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَيَقُولُونَ، نَعَمْ، فَيُفْتَحُ لَهُمْ، ثُمَّ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ فَيَغْزُو فِئَامٌ مِنْ النَّاسِ فَيُقَالُ هَلْ فِيكُمْ مَنْ صَاحَبَ مَنْ صَاحَبَ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَيَقُولُونَ، نَعَمْ، فَيُفْتَحُ لَهُمْ

Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana segolongan manusia hendak berperang. Ditanyakan kepada mereka, Adakah di antara kalian pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mereka menjawab, Ya, ada. Lalu mereka diberi kemenangan (mengalahkan musuh). Kemudian datang lagi segolongan manusia yang berperang, lalu ditanyakan kepada mereka, Adakah di antara kalian pernah melihat sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mereka menjawab, Ya, ada. Kemudian mereka pun diberi kemenangan. Kemudian datang lagi segolongan manusia yang juga berperang, lalu ditanyakan kepada mereka, Adakah di antara kalian pernah melihat tabiin? Mereka menjawab, Ya, ada. Mereka pun diberi kemenangan.” (HR al-Bukhari)

Dari Wa’ilah radhiyallahu ‘anhu secara marfu’: “Kalian akan senantiasa dalam keadaan baik selama di antara kalian ada orang yang melihat orang yang melihatku dan menemaniku.” (HR Ibnu Abi Syaibah dan al-Hafizh)

Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، قَالَ عِمْرَانُ لَا أَدْرِي ذَكَرَ ثِنْتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا بَعْدَ قَرْنِهِ، ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ يَنْذِرُونَ وَلَا يَفُونَ، وَيَخُونُونَ وَلَا يُؤْتَمَنُونَ، وَيَشْهَدُونَ وَلَا يُسْتَشْهَدُونَ، وَيَظْهَرُ فِيهِمْ السِّمَنُ

Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” -Imran berkata, ‘Aku tidak tahu apakah beliau menyebut dua atau tiga kali setelah generasi beliau.’- “Kemudian datang suatu kaum yang bernazar namun mengingkari. Mereka berkhianat dan tidak dapat dipercaya. Mereka bersaksi padahal tidak diminta menjadi saksi. Dan tampak tanda mereka berupa kegemukan.” (HR al-Bukhari)

Maksud kegemukan adalah mudahnya mendapatkan makanan dan minuman.

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan abad. Ada yang menentukan bahwa satu abad setara dengan 10 tahun, ada yang hingga 120 tahun. Ibnu Hajar berkata, “Hadis dari Abdullah bin Bisyr dalam riwayat Muslim menunjukkan bahwa satu abad setara dengan 100 tahun. Inilah yang masyhur.”

Hadis ini menunjukkan bahwa para sahabat lebih utama dari para tabiin, dan para tabiin lebih utama dari para tabiut tabiin.

Apakah keutamaan ini merupakan penyandaran kepada kelompok atau kepada perorangan? Mayoritas ulama cenderung pada pendapat yang kedua, yaitu penyandaraan kepada perorangan, sedangkan pendapat pertama adalah pendapat Ibnu Abdil Barr. Tampaknya sahabat yang lebih utama dari tabiin adalah sahabat yang berperang bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau berada di zamannya di bawah perintah beliau, atau membelanjakan hartanya untuk beliau. Adapun para sahabat yang tidak mengalami hal-hal seperti itu diperdebatkan. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala:

لَا يَسْتَوِيْ مِنْكُمْ مَّنْ اَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَۗ اُولٰۤىِٕكَ اَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِيْنَ اَنْفَقُوْا مِنْۢ بَعْدُ وَقَاتَلُوْا

Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya di jalan Allah) di antara kalian dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menginfakkan (hartanya) dan berperang setelah itu.” (QS al-Hadid: 10)

Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Dahulu antara Khalid bin Walid dan Abdurrahman bin Auf terjadi ketidak-harmonisan. Khalid mencerca Abdurrahman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَسُبُّوا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِي، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ  بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

Janganlah kalian mencerca sahabat-sahabatku. Sekiranya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, (emas) itu tidak akan mencapai satu mud salah seorang dari mereka, tidak pula setengahnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Khalid dan yang lainnya, “Janganlah kalian mencerca sahabat-sahabatku!” Maksudnya adalah Abdurrahman dan yang lainnya, karena mereka adalah orang-orang yang paling awal memeluk Islam. Mereka memeluk Islam sebelum penaklukan Makkah dan telah berperang. Mereka ikut dalam bai’at ridhwan. Mereka adalah sahabat yang paling utama dan paling khusus di antara orang-orang yang beriman setelah bai’at ridhwan.

Maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sahabat yang masuk Islam belakangan mencerca sahabat yang masuk Islam di awal, karena sahabat yang masuk Islam di awal memiliki andil dalam menemani beliau. Para sahabat yang masuk Islam belakangan tidak mungkin menyamai pendahulunya, sekali pun salah seorang dari mereka berinfak sebesar gunung Uhud. Mereka tidak akan menyamai para pendahulunya meski satu mud atau separuhnya. Jika keadaan itu merupakan keadaan orang-orang yang memeluk Islam setelah al-Hudaibiyyah meskipun terjadi sebelum penaklukan Makkah, lalu bagaimanakah dengan keadaan selain para sahabat bila dibandingkan dengan keadan semua sahabat radhiyallahu ‘anhuma?

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

إِنَّ اللهَ نَظَرَ إلَى قُلُوْبِ الْعِبَادِ. فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ. فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ. فاَبْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ. ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ. فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ. فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ. فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَناً، فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ. وَمَا رَأَوْا سَيِّئاً، فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ

“Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya. Dan Allah mendapati hati nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik hati manusia. Maka Allah memilih nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan-Nya. Allah memberikan risalah kepada-nya. Kemudian Allah melihat seluruh hati hambah-hamba-Nya setelah nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka didapati bahwa hati para sahabat merupakan hati yang paling baik sesudahnya. Maka Allah menjadikan mereka sebagai pendamping nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berperang atas nama agama-Nya. Apa yang dipandang kaum muslimin (para sahabat Rasul) baik, maka baik pula di sisi Allah. Dan apa yang dipandang mereka (para sahabat Rasul) jelek, maka jelek pula di sisi Allah.” (HR Ahmad. Disahihkan oleh Ahmad Syakir)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga berkata,

مَن كَانَ مُسْتَنًّا، فَلْيَسْتَنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ. فإنَّ الْحَيَّ لَا تُؤمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ. فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ، أَبَرُّ هَذِهِ اَلْأُمَّةِ قُلُوْبًا، وَأَعْمَقُهَا عِلْمًا، وَأَقَلُّهَا تَكَلُّفًا. قَدِ اخْتَارَ اللهُ تَعَالَى لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ، وَ إِقَامَةِ دِيْنِهِ. فَاعْرِفُوْا لَهُمْ حَقَّهُمْ، وَتَمَسَّكُوْا بِهَدْ يِهِمْ، فَإِنَّهُمْ عَلَى الْهُدَى الْمُسْتَقِيْمِ

“Barangsiapa ingin meneladani, maka hendaklah ia meneladani orang yang telah wafat. Itu karena orang yang masih hidup tidak dijamin terhindar dari fitnah. Mereka (orang yang telah wafat) adalah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, umat yang paling mulia hatinya, paling dalam ilmunya, dan paling sedikit memaksakan diri. Allah Ta’ala telah memilih mereka untuk menjadi sahabat nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menegakkan agama-Nya. Maka kenalilah hak-hak mereka dan berpeganglah pada petunjuk mereka, karena mereka berada di atas jalan yang lurus.” (HR Ibnu ‘Abdil Barr dan al-Harawi dari jalan Qatadah dari Ibnu Mas’ud. Jalan periwayatan ini munqathi, sebagaimana dikatakan oleh Syekh al-Albani dalam Takhrij al-Misykah)

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Dahulu para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik di antara umat, paling dalam keilmuannya, paling sedikit dalam memberatkan diri dalam beribadah yang tidak disanggupi. Mereka adalah kaum yang dipilih oleh Allah Ta’ala untuk mendampingi nabi-Nya dan menyebarkan agama-Nya.”

Dalam Shahih Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Dikatakan kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Sesungguhnya orang-orang memperbincangkan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga Abu Bakr dan Umar.” Aisyah berkata, “Apa yang kalian kagumi dari hal ini? Mereka memutus amalan mereka, lalu Allah menginginkan pahala mereka tidak putus.”

Ibnu Baththah meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Janganlah kalian mencerca para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada kedudukan salah seorang dari mereka terdapat masa bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih baik dari amal salah seorang dari kalian selama 40 tahun.”

Para ulama berkata, “Sekiranya tidak ada ayat-ayat atau hadis-hadis yang menunjukkan keutamaan para sahabat radhiyallahu ‘anhuma, niscaya perbuatan mereka berupa hijrah, berjihad untuk memenangkan Islam, mengerahkan jiwa dan harta, memerangi ayah dan anak-anak yang kafir, menasihati dalam hal agama, bersabar, warak (menjaga halal dan haram), berkeyakinan untuk memutus hubungan dengan perkara-perkara yang memalingkan darinya, serta berkeyakinan akan kesucian mereka telah cukup menjadi bukti bahwa mereka lebih utama dari semua yang datang setelah mereka.

al-Imam ath-Thahawi berkata ketika menjelaskan akidah ahli sunah waljamaah, “Kita mencintai para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak berlebihan dalam mencintai salah seorang dari mereka. Kita membenci orang yang membenci mereka dan kebaikan yang mengingatkan mereka. Tidaklah kita mengingat mereka melainkan yang baik-baik saja. Mencintai mereka adalah bagian dari agama dan keimanan, sedangkan membenci mereka adalah kekufuran dan kemunafikan, serta tindakan yang melampaui batas.”

Pernyataan “Kami tidak berlebihan dalam mencintai salah seorang dari mereka,” merupakan bantahan terhadap kaum Syiah yang berlebihan terhadap Ali radhiyallahu ‘anhu. Mereka mengedepankan Ali di atas Abu Bakr, Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhuma. Mereka juga mengkafirkan para sahabat radhiyallahu ‘anhuma kecuali sedikit dari mereka. Mereka lebih mengutamakan kaum Yahudi dan Nasrani dalam beberapa aspek.

Jika orang-orang Yahudi ditanya, “Siapakah di antara pemeluk agama kalian yang paling buruk?” mereka menjawab, “Para sahabat Musa.” Jika orang-orang Nasrani ditanya, “Siapakah di antara pemeluk agama kalian yang paling buruk?” mereka menjawab, “Para sahabat Isa.” Jika ditanyakan kepada Syi’ah, “Siapakah di antara pemeluk agama kalian yang paling buruk?” mereka menjawab, “Para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Orang-orang Syiah mengecualikan sedikit saja dari sahabat yang tidak dicerca. Orang-orang yang mereka cerca justru merupakan orang-orang yang lebih baik beberapa kali lipat daripada orang-orang yang mereka kecualikan.

Para sahabat radhiyallahu ‘anhuma sepakat untuk mengedepankan Abu Bakr, kemudian Umar, kemudian Utsman, kemudian Ali, setelah itu sepuluh orang sahabat yang mendapat berita gembira masuk Surga, kemudian para sahabat yang ikut perang Badar, kemudian para sahabat yang ikut bai’at ridhwan, setelah itu sisanya.

Pernyataan “Mencintai mereka bagian dari agama dan keimanan,” sesuai dengan firman Allah Ta’ala dan sabda Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي، اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي، لَا تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضًا بَعْدِي، فَمَنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي أَبْغَضَهُمْ، وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِي، وَمَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ، وَمَنْ آذَى اللَّهَ يُوشِكُ أَنْ يَأْخُذَهُ

Bertakwalah kalian kepada Allah. Bertakwalah kalian kepada Allah terhadap hak-hak para sahabatku. Janganlah kalian menjadikan mereka sebagai sasaran (cacian dan cercaan) sepeninggalku. Barangsiapa mencintai mereka, maka dengan kecintaanku aku pun mencintai mereka. Dan barangsiapa membenci mereka, maka dengan kebencianku aku pun membenci mereka (yang membenci sahabat). Barangsiapa menyakiti mereka, sungguh ia telah menyakitiku. Barangsiapa menyakitiku, berarti ia telah menyakiti Allah. Barangsiapa menyakiti Allah, hampir saja Allah menyiksanya.” (HR at-Tirmidzi)

Sungguh beruntung kaum yang ikhlas dan merealisasikan keikhlasan dalam kehidupuan sehari-hari. Mereka mengikat syahwat mereka dengan perasaan takut dan menguatkan ikatannya, mengisi waktu dengan ketaatan dan senantiasa mendahulukannya, mengikhlaskan amal mereka dari benih-benih riya’ dan melepaskan diri darinya, mewajibkan diri berolah raga guna menghilangkan keinginan-keinginan jiwa yang jahat. Merekalah yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَلَا تَطْرُدِ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ

Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi hari dan di petang hari. Mereka mengharapkan keridaan-Nya.” (QS al-An’am: 52).

Lembaran-lembaran catatan mereka naik dari keterpurukan menuju kejernihan. Amal-amal mereka meninggi dengan keikhlasan yang penuh. Jiwa-jiwa mereka tidak menginginkan dunia. Manusia bercampur aduk, sedangkan kaum yang beriman berada dalam keamanan. Hamba sahaya yang beriman lebih unggul daripada seorang pemimpin Quraisy. Allah Ta’ala berfirman: “Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi hari dan di petang hari. Mereka mengharapkan keridaan-Nya.” (QS al-An’aam: 52).

Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku bertemu dengan Abdullah bin Jahsy pada perang Uhud. Abdullah berkata, “Wahai Sa’ad, apakah engkau tidak memohon kepada Allah Ta’ala?” Lalu Abdullah berdoa, “Ya Rabb, jika aku menemui musuh esok hari, maka pertemukanlah aku dengan orang yang kuat lagi tangguh, lalu aku akan memeranginya demi Engkau, kemudian ia menangkapku dan memutus hidung dan telingaku. Jika aku menemui-Mu besok, Engkau akan berkata, ‘Wahai Abdullah, siapa yang memutus hidung dan telingamu?’ Aku akan menjawab, ‘Orang yang aku perangi demi Engkau dan Rasul-Mu,’ lalu Engkau akan berkata, ‘Benar.’”

Sa’ad berkata: Aku melihat Abdullah di sore hari, sedangkan hidung dan telinganya tergantung pada sebuah jahitan. (HR Ahmad)

Alangkah bahagianya kaum yang kelelahan, lalu beristirahat. Setelah itu, mata mereka menjadi bening hingga dapat melihat. Mereka memberikan persenjataan berupa bantuan, lalu berjihad. Mereka merenungkan urusan dunia dan menyelidikinya hingga mengetahui keadaannya dan kabarnya.

Pada suatu hari Mus’ab bin Umair menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan ia mengenakan kain yang berkerut, bekas sambungan kulit luar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku telah melihat ini, sedangkan di Makkah ada seorang pemuda yang bergelimang kenikmatan bersama kedua orang tuanya. Tetapi kemudian ia keluar karena mencinta Allah dan Rasul-Nya.”

Di perang Uhud, ia memegang bendera kaum Muhajirin. Ibnu Qami’ah datang menebas tangannya hingga putus. Mus’ab pun berkata, “Tidaklah Muhammad itu melainkan seorang Rasul.” Lalu ia mengambil bendera dengan tangan kirinya. Namun tangan kirinya pun ditebas hingga putus. Ia berbelok untuk mempertahankan bendera sambil berkata, “Tidaklah Muhammad itu melainkan seorang Rasul.” Akhirnya ia terbunuh. Para sahabat tidak mendapatkan kain kafan yang cukup untuk menutupi seluruh tubuhnya kecuali sepotong kain. Jika kain itu ditutupkan ke kepalanya, kedua kakinya terlihat. Jika kain itu ditutupkan ke kedua kakinya, kepalanya terlihat. Kemudian para sahabat meletakkan daun-daun idzhir (sejenis tumbuhan yang wangi) di atas kedua kakinya.”

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Hendaklah kalian mengikuti dan janganlah berbuat bidah. Sungguh kalian telah dicukupi dengan Islam ini.” (HR ad-Darimi, al-Lalika-i, dan ath-Thabrani)

Keutamaan para sahabat radhiyallahu ‘anhuma terlihat jelas. Mereka selalu berada di barisan depan karena dua alasan:

Pertama: Keikhlasan di hati mereka yang tidak ada keraguan. Itu karena mereka memiliki keyakinan yang kuat.

Kedua: Bersungguh-sungguh mengorbankan jiwa dan mengerahkan upaya dalam menjalankan syariat Islam.

Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat perang Uhud, “Leherku menjadi tameng lehermu, wahai Rasulullah.”

Mahasuci Allah yang telah mengkhususkan mereka dengan keutamaan-keutamaan ini, menjaga mereka dari kekurangan dan hal-hal yang rendah. Semoga selawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya yang mulia.

Baca juga: MANHAJ AHLI SUNAH WALJAMAAH DALAM MENERIMA DAN MENGAMBIL DALIL

Baca juga: HUKUM BERSUMPAH DENGAN SELAIN ALLAH TA’ALA

Baca juga: BERAT BAGI PARA SAHABAT, RINGAN BAGI UMAT SEKARANG

(Syekh Dr Ahmad Farid)

Serba-Serbi