KEUTAMAAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM (2/3)

KEUTAMAAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM (2/3)

Di antara kemuliaan dan keutamaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa Allah Ta’ala bersumpah dengan kehidupan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam firman-Nya:

لَعَمْرُكَ اِنَّهُمْ لَفِيْ سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُوْنَ

(Allah berfirman), ‘Demi umurmu (Muhammad), sungguh mereka terombang-ambing dalam kemabukan (kesesatan).” (QS al-Hijr: 72)

Sesungguhnya kehidupan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam layak untuk dijadikan sumpah oleh Allah Ta’ala yang di dalamnya terdapat keberkahan secara umum dan khusus.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Allah tidak menciptakan, menyembuhkan, dan memperbanyak jiwa yang lebih mulia daripada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku tidak pernah mendengar Allah bersumpah dengan kehidupan seorang pun selain kehidupan beliau. Allah Ta’ala berfirman, “(Allah berfirman), ‘Demi umurmu (Muhammad), sungguh mereka terombang-ambing dalam kemabukan (kesesatan).” (QS al-Hijr: 72)

Di antara kemuliaan dan keutamaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa Allah Ta’ala mengagungkan beliau hingga memanggil beliau dengan nama-nama beliau yang disukai dan sifat-sifatnya seperti ‘Wahai Nabi’ dan ‘Wahai Rasul’, sedangkan Allah Ta’ala memanggil nabi-nabi yang lain dengan nama-nama mereka.

Allah Ta’ala berfirman:

وَيٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ

Dan (Allah berfirman), ‘Wahai Adam, tinggallah engkau bersama istrimu di Surga.” (QS al-A’raf: 19)

Allah Ta’ala berfirman:

يٰنُوْحُ اهْبِطْ بِسَلٰمٍ

Wahai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera.” (QS Hud: 48)

Allah Ta’ala berfirman:

وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ

Lalu Kami panggil ia, ‘Wahai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS ash-Shaffat: 104-105)

Allah Ta’ala berfirman:

يٰيَحْيٰى خُذِ الْكِتٰبَ بِقُوَّةٍ

Wahai Yahya, ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” (QS Maryam: 12)

Tidaklah Allah Ta’ala mengajak berbicara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali dengan firman-Nya, ‘Wahai Nabi’ atau ‘Wahai Rasul’. Allah memanggil nabi yang lain dengan namanya saja yang tidak mengisyaratkan sifat atau kepribadian tertentu. Ini menunjukkan sangat agungnya kedudukan orang yang diseru dengan nama-nama dan sifat-sifat yang baik di atas keagungan orang yang dipanggil dengan namanya saja. Ini juga menunjukkan kebanggaan dan kedekatan orang yang diseru dengan nama-nama dan sifat-sifat yang baik itu.

Allah Ta’ala mengumpulkan dalam al-Quran kekasih-kekasih-Nya, yaitu Ibrahim ‘alaihissalam dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia memanggil kekasih-Nya, Ibrahim dengan namanya langsung, sementara kekasih-Nya, Muhammad dengan gelar kenabian-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّ اَوْلَى النَّاسِ بِاِبْرٰهِيْمَ لَلَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُ وَهٰذَا النَّبِيُّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا

Orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang yang mengikutinya, dan Nabi ini (Muhammad), dan orang yang beriman.” (QS Ali Imran: 68)

Beliau dipanggil dengan gelar sebagai penghormatan karena keutamaan kedudukan dan kemuliaan beliau di sisi-Nya, kemudian dikedepankan dalam sebutan pada Hari Kebangkitan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَاِذْ اَخَذْنَا مِنَ النَّبِيّٖنَ مِيْثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُّوْحٍ وَّاِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۖوَاَخَذْنَا مِنْهُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا

Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan dari engkau (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam. Dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” (QS al-Ahzab: 7)

Di antara keutamaan dan kemuliaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa Allah Ta’ala memerintahkan umat untuk mengagungkan dan memuliakan beliau. Allah mengabarkan bahwa umat-umat terdahulu menyebut para rasul mereka dengan nama-namanya saja, seperti perkataan mereka,

قَالُوْا يٰمُوْسَى اجْعَلْ لَّنَآ اِلٰهًا كَمَا لَهُمْ اٰلِهَةٌ

Wahai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala), sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).”(QS al-A’raf: 138)

Juga perkataan mereka,

يٰهُوْدُ مَاجِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ

Wahai Hud, engkau tidak mendatangkan suatu bukti.” (QS Hud: 53)

Dan perkataan mereka,

 يٰصٰلِحُ ائْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ

Wahai Saleh, buktikanlah ancaman kamu kepada kami.” (QS al-A’raf: 77)

Allah Ta’ala melarang umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil beliau dengan namanya dalam firman-Nya:

 لَا تَجْعَلُوْا دُعَاۤءَ الرَّسُوْلِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاۤءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا

Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain).” (QS an-Nur: 63)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma terkait ayat ini, dia berkata: Dahulu mereka berkata, ‘Wahai Muhammad’, ‘Wahai Abul Qasim’, lalu Allah melarang mereka dari hal itu sebagai pengagungan terhadap Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ibnu Abbas berkata: Lantas mereka memanggil, ‘Wahai Nabi Allah’, ‘Wahai Rasulullah’.

Allah Ta’ala melarang umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggikan suara mereka di atas suara beliau sebagai pengagungan terhadapnya.

Allah Ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَرْفَعُوْٓا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوْا لَهٗ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تَشْعُرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suaramu melebihi suara Nabi. Dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kalian terhadap yang lain. Nanti (pahala) segala amal kalian bisa terhapus, sedangkan kalian tidak menyadari.” (QS al-Hujurat: 2)

Di antara keutamaan dan kemuliaannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa mukjizat setiap nabi putus dan berlalu, sedangkan mukjizat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an yang jelas yang akan kekal hingga hari Kiamat.

Di dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ الْأَنْبِيَاءِ نَبِيٌّ إِلَّا أُعْطِيَ مَا مِثْلهُ آمَنَ عَلَيْهِ الْبَشَرُ. وَإِنَّمَا كَانَ الَّذِي أُوتِيتُ وَحْيًا أَوْحَاهُ اللَّهُ إِلَيَّ ، فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ تَابِعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Tidaklah seorang nabi melainkan diberi tanda-tanda (keistimewaan-keistimewaan) yang dengannya orang-orang beriman kepadanya. Sesungguhnya yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang Allah turunkan kepadaku, maka aku berharap bahwa aku adalah (nabi) yang paling banyak pengikutnya pada Hari Kiamat.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Para ulama berkata, “Maksud dari hadis tersebut bukan membatasi mukjizat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya al-Qur’an saja dan beliau tidak diberi selainnya.”

Amr bin Suwar berkata, “Imam asy-Syafi’i berkata, ‘Allah Ta’ala tidak memberikan kepada seorang nabi pun sebagaimana diberikan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Aku katakan, ‘Isa diberi mukjizat menghidupkan orang mati.’ Imam asy-Syafi’i berkata, ‘Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pengetahuan suara pohon yang rindu. Ini lebih dari itu.’”

Di antara mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa beliau mengetahui suara pohon yang rindu. Riwayat terkait mukjizat ini adalah mutawatir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana riwayat Anas dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah sambil menghadap ke sebatang pohon kurma sebelum beliau memiliki mimbar. Setelah memiliki mimbar beliau pindah ke mimbar sehingga batang pohon kurma itu bersuara. Beliau memeluknya hingga ia diam. Beliau bersabda,

لَوْ لَمْ أَحْتَضِنْهُ لَحَنَّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Seandainya aku tidak memeluknya, dia akan bersuara hingga Hari Kiamat.” (HR Ibnu Majah, ad-Darimi dan selainnya)

Di antara mukjizat beliau yang lain adalah air memancar dari sela-sela jari-jemari beliau. Riwayat tentang ini juga mutawatir dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaiannya terdapat dalam ash-Shahihain.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat tiba waktu Asar. Para sahabat mencari air (untuk berwudu) namun tidak mendapatkannya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangkan air. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya di tempat air dan memerintahkan orang-orang agar berwudu dengannya. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku melihat air keluar dari jari-jemari beliau. Beliau berwudu dan orang-orang pun berwudu hingga yang terakhir dari mereka berwudu. (HR al-Bukhari dan Muslim)

Di antara mukjizat beliau adalah ucapan salam yang disampaikan oleh sebongkah batu kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ. إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الْآنَ

Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Makkah yang waktu itu ia mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus. Sungguh aku mengetahuinya sekarang.” (HR Muslim)

Di antara mukjizat beliau adalah bulan terbelah untuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ وَاِنْ يَّرَوْا اٰيَةً يُّعْرِضُوْا وَيَقُوْلُوْا سِحْرٌ مُّسْتَمِرّ

Saat (Hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah. Jika mereka (orang-orang musyrik) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, ‘(Ini adalah) sihir yang terus-menerus.’” (QS al-Qamar: 1-2)

Penduduk Makkah meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah tanda (kenabian beliau). Beliau menunjuk ke arah bulan. Bulan pun terbelah karena ditunjuk oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di antara kemuliaan dan keutamaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa Allah Ta’ala menetapkan bagi setiap nabi pahala menurut kadar perbuatan umatnya, serta keadaan dan perkataan mereka, sedangkan umat beliau merupakan separuh penduduk Surga.

Imam Ahmad, Muslim dan empat imam yang lain meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dengan lafaz,

 مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ. مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR Muslim, Abu Dawud, ad-Darimi, Ibnu Majah, Ahmad dan yang lainnya)

Umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah umat terbaik. Mereka menjadi sebaik-baik umat karena memiliki pengetahuan, keadaan, perkataan, dan amal. Karena itulah Musa ‘alaihissalam menangis pada malam Isra dengan tangisan iri. Musa iri terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantaran umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak yang masuk Surga daripada umat Musa ‘alaihissalam. Hal ini telah sahih di dalam kisah Mikraj dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:

ثُمَّ صَعِدَ بِي حَتَّى أَتَى السَّمَاءَ السَّادِسَةَ. فَاسْتَفْتَحَ. قِيلَ: مَنْ هَذَا؟ قَالَ: جِبْرِيلُ. قِيلَ: مَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. قِيلَ: وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: مَرْحَبًا بِهِ فَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ. فَلَمَّا خَلَصْتُ فَإِذَا مُوسَى. قَالَ: هَذَا مُوسَى. فَسَلِّمْ عَلَيْهِ. فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَرَدَّ. ثُمَّ قَالَ: مَرْحَبًا بِالْأَخِ الصَّالِحِ وَالنَّبِيِّ الصَّالِحِ. فَلَمَّا تَجَاوَزْتُ بَكَى. قِيلَ لَهُ: مَا يُبْكِيكَ؟ قَالَ: أَبْكِي لِأَنَّ غُلَامًا بُعِثَ بَعْدِي يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِهِ أَكْثَرُ مِمَّنْ يَدْخُلُهَا مِنْ أُمَّتِي

Kemudian aku dibawa naik ke langit keenam. Jibril meminta agar pintu langit dibuka. Dia ditanya, ‘Siapakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Jibril.’ Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah orang yang bersamamu?’ Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Jibril ditanya lagi, ‘Apakah ia telah diutus?’ Jibril menjawab, ‘Ya.’ Dikatakan, ‘Selamat datang untuknya, dan ini sebaik-baik kedatangan orang yang datang.’ Maka pintu langit keenam dibuka. Setelah aku melewatinya, aku mendapati Musa ‘alaihissalam. Jibril berkata, ‘Ini Musa. Berilah salam kepadanya.’ Aku memberi salam kepada Musa, dan ia membalas salamku. Ia berkata, ‘Selamat datang saudara yang saleh dan nabi yang saleh!’ Ketika aku telah selesai, tiba-tiba ia menangis. Ditanyakan kepadanya, ‘Kenapa engkau menangis?’ Musa menjawab, ‘Aku menangis karena anak ini diutus setelah aku, tetapi orang yang masuk Surga dari umatnya lebih banyak daripada orang yang masuk Surga dari umatku.’” (HR al-Bukhari)

Baca sebelumnya: KEUTAMAAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM (1/3)

Baca juga: KEUTAMAAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM (3/3)

(Syekh Dr Ahmad Farid)

Serba-Serbi