ITSAR – MENDAHULUKAN ORANG LAIN DARIPADA DIRI SENDIRI

ITSAR – MENDAHULUKAN ORANG LAIN DARIPADA DIRI SENDIRI

Itsar adalah mendahulukan orang lain daripada diri sendiri. Itsar terjadi dalam perkara wajib, perkara mustahab (anjuran) atau perkara mubah (dibolehkan).

Itsar dalam perkara wajib hukumnya haram, sebab ia mengandung makna gugurnya sebuah kewajiban.

Contoh: Seseorang membawa air yang cukup untuk berwudhu satu orang. Ia sendiri belum berwudhu, begitu juga dengan temannya. Jika ia mendahulukan temannya berwudhu dengan air tersebut, maka ia melakukan tayamun. Jika ia berwudhu dengan air itu, maka air itu hanya cukup untuk dirinya sendiri. Apakah ia mendahulukan temannya berwudhu sementara ia melakukan tayamum?

Jawabannya tidak, sebab ia harus menggunakan air itu untuk berwudhu, sementara itsar hanya boleh dilakukan dalam perkara mustahab.

Contoh itsar dalam perkara mustahab adalah tentang shaf pertama dalam shalat berjamaah. Ketika kamu dan temanmu datang ke masjid, di shaf pertama masih ada tempat kosong untuk satu orang makmum. Apakah kamu mendahulukan temanmu mengisi shaf kosong itu atau kamu mendahulukan dirimu sendiri?

Kami jawab dahulukanlah dirimu sendiri karena itu adalah itsar dalam perkara mendekatkan diri kepada Allah. Itsar dalam perkara ini mengisyaratkan seakan-akan kamu tidak memerlukan dan kurang menyukai mendekatkan diri kepada Allah.

Jika meninggalkan perkara mustahab tersebut mengandung kemaslahatan yang lebih besar daripada melakukan perkara mustahab, maka tidak mengapa kamu mendahulukan orang lain. Misalnya, orang yang bersamamu adalah ayahmu sendiri. Jika kamu maju mengisi shaf tersebut, tentu timbul rasa tidak senang dalam diri ayahmu terhadap dirimu. Dalam hal ini kami katakan kepadamu bahwa mendahulukan ayahmu adalah lebih utama.

Demikian pula jika mendahulukannya membuat dia simpatik kepadamu. Misalnya teman yang bersamamu datang untuk menemui seorang pemimpin. Jika kamu mendahuluinya, hal itu bermakna penghinaan atas dirinya. Maka, di sini menolak kerusakan adalah lebih utama daripada mendatangkan kemaslahatan.

Adapun mendahulukan orang lain dalam perkara yang mubah dianjurkan, karena mengandung makna berbuat baik kepada orang lain serta berakhlak dengan akhlak yang baik. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala memuji kaum Anshar,

وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga memerlukan.” (QS al-Hasyr: 9)

Baca juga: MENJAUHKAN DIRI DARI PERKARA SYUBHAT

Baca juga: PENYESALAN DI DUNIA

Baca juga: KEBUTUHAN TETANGGA TERHADAP TETANGGANYA

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Adab