Isra’ dan Mi’raj merupakan mukjizat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mukjizat ini datang sebagai penghormatan dan peneguhan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah wafatnya paman beliau yang selalu melindunginya, istrinya yang senantiasa menghiburnya, dan juga setelah berbagai gangguan dan bahaya yang beliau alami di Makkah dan Thaif. Peristiwa ini terjadi setelah tahun kesepuluh kenabian, sebagaimana yang ditunjukkan oleh urutan peristiwa yang terjadi, namun terdapat perbedaan pendapat tentang waktu spesifik setelah tahun kesepuluh tersebut.
Setelah mempelajari berbagai riwayat yang menunjukkan hari dan bulan terjadinya Isra’ dan Mi’raj, Syaikh Tharhuni sampai pada kesimpulan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi pada hari Senin tanggal dua belas Rabiul Awal.
Isra’ ke Baitul Maqdis terjadi setahun sebelum hijrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah. Dan yang tidak diperdebatkan adalah bahwa Isra’ dan Mi’raj telah ditetapkan melalui al-Qur’an dan as-Sunnah.
“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Mahamendengar, Mahamelihat.” (QS al-Isra’: 1)
Dan dalam surat kedua disebutkan kisah Mi’raj dan buah darinya dalam firman-Nya:
“Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupa yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada Surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sungguh dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Rabbnya yang paling besar.” (QS an-Najm: 13-18)
Pembelahan Dada
Seusai salat Isya di malam yang penuh berkah itu Jibril ‘alaihissalam turun dan membuka atap rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Makkah. Jibril membelah dada beliau, membasuhnya dengan air zamzam, kemudian dibawakan sebuah bejana dari emas yang penuh dengan hikmah dan iman, lalu dituangkan ke dada beliau. Kemudian Jibril menutup kembali dada beliau, memegang tangannya, dan membawanya pergi.
Isra’
Kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan seekor buraq, yaitu hewan berwarna putih yang lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari bagal. Beliau pun mengendarainya. Hewan itu melangkahkan kakinya sejauh mata memandang, membawa beliau hingga Baitul Maqdis. Beliau menambat hewan itu di tempat para nabi menambat hewan-hewannya di lingkaran pintu Masjidil Aqsha, lalu masuk ke dalam masjid dan salat dua rakaat di sana.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pada malam itu beliau juga mengimami salat bersama para nabi sebelum Mi’raj. Yang pertama datang adalah Adam ‘alaihissalam. Setelah itu nabi-nabi yang lain. Seusai salat beliau keluar dari masjid.
Kemudian Jibril mendatangi beliau dengan membawa sebuah bejana yang berisi khamar dan sebuah bejana lainnya yang berisi susu. Beliau memilih bejana yang berisi susu. Jibril berkata, “Engkau telah memilih fitrah.” Kemudian Jibril membawa beliau naik ke langit untuk Mi’raj.
Mi’raj
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa naik. Ketika sampai di langit dunia Jibril meminta agar pintu langit dibuka.
Jibril ditanya, “Siapa engkau?”
Jibril menjawab, “Jibril.”
Jibril ditanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jibril menjawab, “Muhammad.”
Jibril ditanya lagi, “Apakah dia telah diutus?”
Jibril menjawab, “Dia telah diutus.”
Pintu langit dunia pun dibuka, dan penghuninya menyambut beliau.
Di langit pertama ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan Adam ‘alaihissalam. Nabi Adam menyambut dan mendoakan kebaikan untuk beliau.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa naik ke langit kedua. Jibril memohon agar pintu langit kedua dibuka.
Jibril ditanya, “Siapa engkau?”
Jibril menjawab, “Jibril.”
Jibril ditanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jibril menjawab, “Muhammad.”
Jibril ditanya lagi, “Apakah dia telah diutus?”
Jibril menjawab, “Dia telah diutus.”
Pintu langit kedua pun dibuka, dan penghuninya menyambut beliau.
Di langit kedua ini beliau bertemu dengan dua sepupunya, yaitu ‘Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria ‘alaihimussalam. Keduanya menyambut dan mendoakan kebaikan untuk beliau.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa naik ke langit ketiga. Jibril memohon agar pintu langit ketiga dibuka.
Jibril ditanya, “Siapa engkau?”
Jibril menjawab, “Jibril.”
Jibril ditanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jibril menjawab, “Muhammad.”
Jibril ditanya lagi, “Apakah dia telah diutus?”
Jibril menjawab, “Dia telah diutus.”
Pintu langit ketiga pun dibuka, dan penghuninya menyambut beliau.
Di langit ketiga ini beliau berjumpa dengan Yusuf ‘alaihissalam yang dianugerahi setengah ketampanan manusia sejagat. Yusuf menyambut dan mendoakan kebaikan untuk beliau.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa naik ke langit keempat. Jibril memohon agar pintu langit keempat dibuka.
Jibril ditanya, “Siapa engkau?”
Jibril menjawab, “Jibril.”
Jibril ditanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jibril menjawab, “Muhammad.”
Jibril ditanya lagi, “Apakah dia telah diutus?”
Jibril menjawab, “Dia telah diutus.”
Pintu langit keempat pun dibuka, dan penghuninya menyambut beliau.
Di langit keempat ini beliau berjumpa dengan Idris ‘alaihissalam. Idris menyambut dan mendoakan kebaikan untuk beliau.
Allah Ta’ala telah berfirman untuknya: “Dan kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi.” (QS Maryam 57)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa naik ke langit kelima. Jibril memohon agar pintu langit kelima dibuka.
Jibril ditanya, “Siapa engkau?”
Jibril menjawab, “Jibril.”
Jibril ditanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jibril menjawab, “Muhammad.”
Jibril ditanya lagi, “Apakah dia telah diutus?”
Jibril menjawab, “Dia telah diutus.”
Pintu langit kelima pun dibuka, dan penghuninya menyambut beliau.
Di langit kelima ini beliau berjumpa dengan Harun ‘alaihissalam. Harun menyambut dan mendoakan kebaikan untuk beliau.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa naik ke langit keenam. Jibril memohon agar pintu langit keenam dibuka.
Jibril ditanya, “Siapa engkau?”
Jibril menjawab, “Jibril.”
Jibril ditanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jibril menjawab, “Muhammad.”
Jibril ditanya lagi, “Apakah dia telah diutus?”
Jibril menjawab, “Dia telah diutus.”
Pintu langit keenam pun dibuka, dan penghuninya menyambut beliau.
Di langit keenam ini beliau berjumpa dengan Musa ‘alaihissalam. Musa menyambut dan mendoakan kebaikan untuk beliau.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa naik ke langit ketujuh. Jibril memohon agar pintu langit ketujuh dibuka.
Jibril ditanya, “Siapa engkau?”
Jibril menjawab, “Jibril.”
Jibril ditanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jibril menjawab, “Muhammad.”
Jibril ditanya lagi, “Apakah dia telah diutus?”
Jibril menjawab, “Dia telah diutus.”
Pintu langit ketujuh pun dibuka, dan penghuninya menyambut beliau.
Di langit ketujuh ini beliau berjumpa dengan Ibrahim ‘alaihissalam yang sedang bersandar di Baitul Ma’mur. Tujuh puluh ribu malaikat memasuki tempat itu setiap hari. Apabila sudah memasuki Baitul Ma’mur mereka tidak memasukinya kembali.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan perjalanan hingga Sidratul Muntaha yang lebar daunnya seperti telinga gajah dan besar buah-buahannya seperti tempayan yang besar. Ketika perintah Allah Ta’ala memenuhi Sidratul Muntaha, makhluk itu berubah. Tidak seorang pun dari makhluk Allah dapat menjelaskan sifat-sifat Sindratul Muntaha karena keindahannya.
Di sini Allah Azza wa Jalla memberi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wahyu dan mewajibkan kepada beliau dan umatnya salat lima puluh kali dalam sehari semalam.
Dalam perjalanan kembali dari Mi’raj, ketika sampai di tempat Nabi Musa ‘alaihissallam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Apa yang diwajibkan Rabbmu atas umatmu?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Salat lima puluh kali sehari semalam.”
“Kembalilah kepada Rabbmu. Mintalah keringanan, karena sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup melakukannya!” ucap Musa menasihati. “Sesungguhnya aku telah menguji Bani Isra’il dan aku telah mengetahui kenyataan yang terjadi pada mereka,” lanjut Musa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kembali kepada Rabbnya. Beliau memohon, “Ya Rabb, berilah keringanan kepada umatku!”
Beliau diberi keringan lima salat. Lalu beliau kembali kepada Musa ‘alaihissalam, lalu berkata kepada Musa, “Allah memberiku keringanan hanya lima kali salat.”
“Sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup melakukannya. Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan lagi!” ucap Musa memberi saran.
Beliau pun melakukannya. Beliau bolak-balik antara Rabbnya dan Musa ‘alaihissalam sehingga Allah Ta’ala berkata:
“Wahai Muhammad, sesungguhnya kewajiban salat itu adalah lima kali dalam sehari semalam. Setiap salat mendapatkan pahala sepuluh kali lipat. Maka, lima kali salat sama dengan lima puluh kali salat. Barangsiapa berniat melakukan suatu kebaikan lalu ia tidak melaksanakannya, maka dicatat baginya satu kebaikan. Apabila ia melakukannya, maka dicatat baginya sepuluh kebaikan. Barangsiapa berniat melakukan satu keburukan namun tidak melaksanakannya, maka keburukan itu tidak dicatat sama sekali. Apabila ia melaksanakannya, maka hanya dicatat baginya satu keburukan.”
Kemudian beliau turun hingga bertemu Musa ‘alaihissalam. Beliau memberitahukan hal itu kepada Musa.
Musa berkata, “Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan lagi!”
Beliau menjawab, “Aku sudah berulang kali memohon kepada Rabbku hingga aku malu kepada-Nya.”
Kemudian terdengar suara, “Aku telah menetapkan yang Aku fardukan, dan Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa setelah melewati langit-langit, beliau dibawa naik sampai tingkat dimana beliau mendengar suara goresan pena. Kemudian beliau dibawa hingga tiba di Sidratul Muntaha yang ditutupi oleh warna-warna yang tidak beliau kenal. Lalu beliau dimasukkan ke Surga yang di dalamnya terdapat banyak mutiara. Tanahnya adalah misk.
Kembali ke Makkah
Jalur kepulangan Isra dan Mi’raj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dari langit-langit yang tinggi ke Baitul Maqdis, kemudian ke Makkah. Dalam perjalanan dari Baitul Maqdis ke Makkah beliau melewati satu kafilah Quraisy di suatu tempat. Mereka saat itu tengah kehilangan seekor unta. Unta-unta itu berhasil dikumpulkan oleh Fulan. Beliau pun mengucapkan salam kepada mereka. Sebagian dari mereka berkata, “Seperti suara Muhammad.”
Kendaraan yang digunakan beliau untuk Isra’ adalah buraq, sedangkan untuk Mi’raj, riwayat-riwayat yang ada menggunakan kata ‘urrija’ atau ‘dibawa naik’, tidak menyebutkan kendaraan atau sarananya. Pada sebagian riwayat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan, “Disediakan untukku alat untuk Mi’raj”. Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang alat untuk Mi’raj, “Itu adalah tangga. Beliau naik ke langit melaluinya, tidak menggunakan buraq sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang.”
Sikap Quraisy terhadap Isra’ dan Mi’raj
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Makkah sebelum Subuh agar dapat menemui para sahabatnya.
Pagi hari setelah peristiwa itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa susah. Beliau khawatir dianggap berdusta oleh kaumnya. Dalam keadaan seperti itu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dihampiri oleh Abu Jahal yang menanyakan keadaan beliau dengan nada mengejek, “Apakah ada sesuatu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahu Abu Jahal peristiwa Isra’ yang baru dialaminya. Abu Jahal tidak langsung mendustakannya dengan harapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyembunyikan berita itu dari orang-orang.
Abu Jahal berkata, “Bagaimana menurutmu apabila kupanggil kaumu untukmu, apakah engkau bersedia menceritakan kepada mereka apa yang telah engkau ceritakan kepadaku tadi?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”
Abu Jahal pun menemui kaumnya dan memanggil mereka. Mereka berdatangan menemui Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Jahal meminta beliau menceritakan peristiwa itu kepada mereka. Beliau pun menceritakannya.
Mereka takjub dengan cerita beliau. Beberapa orang yang pernah melihat Masjidil Aqsha meminta agar beliau menyebutkan ciri-ciri Masjidil Aqsha. Maka Allah mengangkat Masjidil Aqsha untuk beliau. Dengan memandang Masjidil Aqsha yang terangkat, beliau menyebutkan ciri-ciri Masjidil Aqsha. Mereka berkata, “Demi Allah, ia benar tentang ciri-cirinya.”
Dalam sebuah riwayat disebutan bahwa mereka menyanggah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu pergi ke Syam dan kembali ke Makkah hanya dalam sebagian malam, karena untuk perjalanan seperti itu diperlukan waktu dua bulan. Oleh karena itu, beberapa orang yang telah Islam murtad. Sumber-sumber yang ada tidak menyebutkan nama dan jumlah mereka yang murtad.
Ketika Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu diberitahu tentang peristiwa itu, ia segera memercayainya tanpa sedikit pun keraguan.
Abu Bakr berkata, “Demi Allah, jika benar beliau berkata demikian, maka beliau benar. Apa yang membuat kalian heran dengan berita itu? Demi Allah, sesungguhnya beliau memberitahuku bahwa beliau telah menerima berita dari langit di waktu-waktu malam dan siang. Berita itu lebih hebat daripada berita yang kalian herankan itu.”
Abu Bakr kemudian menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bertanya tentang ciri-cirinya. Setiap beliau menyebutkan sesuatu, ia berkata, “Engkau benar! Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dan engkau, wahai Abu Bakr adalah ash-Shiddiq (orang yang membenarkan).”
Sejak hari itu beliau menamakan Abu Bakr dengan ash-Shiddiq.
Baca sebelumnya: PERNIKAHAN DENGAN AISYAH RADHIYALLAHU ‘ANHA
Baca sesudahnya: BAIAT AQABAH PERTAMA
(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)