HUKUMAN ZINA DAN HOMOSEKS

HUKUMAN ZINA DAN HOMOSEKS

Salah satu karakter manusia adalah memiliki banyak kecenderungan yang berbeda-beda. Ada kecenderungan kepada kebaikan dan kebenaran, dan ada pula kecenderungan kepada kebatilan dan kejahatan. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala:

اِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتّٰى

Sesungguhnya usaha kalian memang berbeda-beda.” (QS al-Lail: 4)

Jiwa-jiwa jahat, kecenderungan-kecenderungan keliru, dan perbuatan-perbuatan buruk memerlukan pengendali. Oleh karena itu, Allah yang Mahabijaksana, Mahamengetahui, Mahapengasih dan Mahapenyayang mensyariatkan hudud dan hukuman yang bermacam-macam sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan agar dapat mencegah kejahatan dan menyadarkan pelaku kejahatan, meluruskan yang bengkok, serta menjadi penebus dosa bagi pelaku kejahatan. Hal itu karena Allah Ta’ala tidak memadukan pada diri pelaku kejahatan hukuman di dunia dengan hukuman di akhirat.

Dengan demikian, Allah Ta’ala mewajibkan diberlakukannya hukuman hudud bagi pelaku kejahatan sesuai dengan kejahatannya. Pencuri dipotong tangannya karena kebanyakan pencuri mencuri dengan tangannya. Perampok, jika melakukan pembunuhan, dihukum bunuh, dan jika hanya merampok harta, tangan dan kakinya dipotong secara bertimbal-balik. Hal itu karena tangan dan kakinya ia gunakan untuk melakukan perampokan. Tangan dan kakinya dipotong secara bertimbal-balik adalah sebagai balasan yang setimpal dengan perbuatan yang ia lakukan.

Orang yang melemparkan tuduhan palsu kepada perempuan-perempuan dan laki-laki baik-baik dihukum dera delapan puluh kali agar ia tidak lagi melanggar kehormatan orang lain. Peminum khamar dihukum dengan hukuman yang dapat mencegahnya saat ia hendak meminum minuman yang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebut ‘induk segala kekejian’ dan ‘kunci setiap kejahatan’.

Hukuman Zina

Kejahatan zina dan homoseks yang merusak akhlak dan masyarakat merupakan kejahatan yang sangat besar. Penetap Syariat telah menetapkan hukuman yang sangat berat bagi pelaku zina dan homoseks. Sebagian pezina yang menyetubuhi kemaluan yang haram dimasukkan ke dalam kelompok muhshan dan sebagian lagi tidak dimasukkan ke dalam kelompok muhshan. Muhshan adalah orang yang balig, berakal, telah menikahi dan menyetubuhi perempuan berdasarkan pernikahan yang sah. Jika ia berzina dan seorang muslim, maka ia dihukum rajam dengan batu sampai mati, kemudian dimandikan, dikafani, disalati, dan dikuburkan di pemakaman kaum muslimin. Jika ia bukan muhshan, yaitu belum menikah dan tidak masuk ke dalam kriteria yang telah disebutkan di atas, ia dihukum dera seratus kali dan diasingkan dari negerinya setahun penuh.

Ada zina jenis lain yang hukumannya relatif lebih ringan dari zina di kemaluan yang menyebabkan dosa dan hukuman di akhirat, yang mungkin saja menyebabkan terjadinya zina besar. Zina tersebut adalah zina organ tubuh selain kemaluan yang diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى

Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina mulut adalah berbicara, zina tangan adalah memegang, dan zina kaki adalah melangkah, sedangkan hati berkeinginan dan berangan-angan.” (Muttafaq ‘alaih)

Hukuman Homoseks

Homoseks adalah hubungan seksual antara laki-laki dan laki-laki. Perbuatan ini merupakan fahisyah kubra dan kejahatan yang sangat dahsyat. Homoseks merusak dunia dan agama, menghancurkan akhlak, memusnahkan kejantanan, merusak masyarakat, membunuh norma-norma, memusnahkan kebaikan dan berkah, mendatangkan kejahatan dan musibah, sumber kehancuran, dan penyebab kehinaan dan kenistaan. Akal dan fitrah sehat menolaknya. Semua syariat samawi menolak, melarang, dan membencinya, karena homoseks merupakan bahaya yang dahsyat dan kezaliman yang keji. Homoseks merupakan kezaliman bagi pelaku, karena menyebabkan dirinya terhina dan ternista serta menggiringnya menuju kematian dan kerusakan. Homoseks juga merupakan kezaliman bagi pasangannya, karena perbuatan itu menghancurkan dan menghinakan dirinya, menerimanya untuk direndahkan dan dihapuskan kelaki-lakiannya, sehingga kedudukannya di tengah-tengah kaum laki-laki disamakan dengan perempuan. Gelapnya kehinaan dan kenistaan tidak akan hilang dari raut wajahnya sampai ia mati.

Homoseks juga merupakan kezaliman bagi masyarakat, karena menyebabkan terjadinya berbagai musibah dan bencana. Allah Ta’ala mengisahkan kepada kita apa yang terjadi pada kaum Luth ketika Dia menurunkan siksa dari langit, yaitu azab dari atas mereka. Negeri mereka dijungkirkan. Bagian atasnya berada di bawah, bagian bawahnya berada di atas. Kemudian mereka dihujani batu dari sijjil.

Setelah mengisahkan hukuman mereka, Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا هِيَ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ بِبَعِيْدٍ

Dan siksa itu tiadalah jauh dari orangorang yang zalim.” (QS Hud: 83)

Jika perbuatan keji ini tersebar luas di masyarakat, sementara Allah Ta’ala tidak menghukumnya dengan kehancuran negeri, niscaya masyarakat dimana mereka berada akan ditimpa musibah yang lebih dahsyat dari itu, yaitu terjungkirnya hati, matinya bashirah, dan terbaliknya akal sehingga masyarakat mendiamkan kebatilan dan menganggap baik perbuatan jahat. Jika Allah Ta’ala mengaruniakan kepada masyarakat tersebut para pemimpin yang kuat, adil, dan bertanggung jawab, yang mengatakan kebenaran tanpa peduli dan menerapkan hukum hudud tanpa pilih-pilih, maka hal itu merupakan pertanda taufik dan kebaikan pada masyarakat tersebut.

Karena kejahatan homoseks yang keji ini merupakan kejahatan yang sangat besar, maka dalam syariat Islam hukumannya termasuk hukuman yang sangat berat, yaitu hukuman bunuh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ وَجَدْ تُمُوهُمْ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ

Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud)

Mayoritas atau bahkan semua sahabat bersepakat untuk melaksanakan konsekuensi makna hadis ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Tidak ada perselisihan di kalangan para sahabat Rasulullah tentang hukuman mati bagi pelaku homoseks, baik terhadap pelakunya maupun terhadap pasangannya. Tetapi, mereka berbeda pendapat tentang bagaimana cara membunuhnya. Sebagian berpendapat bahwa mereka dirajam dengan batu. Sebagian lagi berpendapat bahwa mereka dilemparkan dari bangunan tertinggi yang ada di negeri sampai mati. Sebagian lainnya berpendapat bahwa mereka dibakar dengan api. Pelaku homoseks dan pasangannya, jika keduanya melakukan perbuatan itu secara suka rela, maka hukumannya adalah hukuman bunuh, apa pun keadaannya, baik ia muhshan maupun bukan muhshan, karena besarnya kejahatan yang dilakukan dan bahaya keberadaan keduanya di tengah masyarakat. Keberadaan keduanya merupakan pembunuhan bagi kejiwaan masyarakat dan penghancuran akhlak mulia. Tidak diragukan bahwa dibunuhnya kedua orang itu adalah lebih baik daripada dibunuhnya akhlak mulia.

Sebagai masyarakat yang beragama dan berakhlak, dan segala puji hanya bagi Allah, kita wajib bersungguh-sungguh sekuat kemampuan untuk berpegang-teguh kepada ajaran agama dan berakhlak dengan akhlak mulia. Masing-masing dari kita, mulai dari para pemimpin hingga bawahan, wajib berupaya mencegah kerusakan dan para pelaku kerusakan, serta berupaya memperbaiki masyarakat. Kita harus berhati-hati dan mengawasi tempat-tempat kerusakan untuk membersihkannya. Masing-masing dari kita mesti mengawasi keadaan anak-anak dan keluarga kita, baik laki-laki maupun perempuan, melarang perempuan-perempuan keluar dengan bersolek dan mengenakan pakaian berperhiasan, berwewangian dan sebagainya yang menarik perhatian. Masing-masing dari kita wajib mengawasi ke mana anak-anak pergi, ke mana mereka menghilang, siapakah sahabat-sahabat mereka dan siapakah teman-teman bergaul mereka. Hendaklah mereka dilarang bergaul dengan orang-orang bodoh dan siapa saja yang dikhawatirkan menyebabkan terjadinya kerusakan. Setiap penduduk daerah dan kawasan harus mengawasi daerah dan kawasannya, serta tolong-menolong dalam mencegah terjadinya kejahatan dan kerusakan ini. Jika seseorang telah memperbaiki keluarga, penduduk daerah dan tetangga-tetangganya, sementara para pemimpin juga memiliki kemauan kuat untuk memperbaiki negeri, niscaya akan terwujud kebaikan yang menjamin terwujudnya kebahagiaan bagi masyarakat. Jika mereka melalaikan kewajiban ini, maka manusia akan kehilangan kebaikan, sesuai dengan kadar kelalaian mereka terhadap kewajiban tersebut.

Baca juga: SODOMI ADALAH KEKEJIAN YANG PALING BESAR

Baca juga: ZINA DAN AKIBATNYA

Baca juga: KISAH NABI LUTH

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Serba-Serbi