HUKUM SEPUTAR MASBUK

HUKUM SEPUTAR MASBUK

Pendapat yang benar dari dua pendapat ulama adalah bahwa orang yang masbuk terhitung mendapatkan shalat berjamaah bila ia sempat melaksanakan satu rakaat. Jika ia hanya berkesempatan mendapatkan lebih sedikit dari itu, maka ia tidak terhitung mendapatkan jamaah. Akan tetapi, ia tetap dapat melanjutkan shalatnya bersama imam sesuai yang ia dapatkan. Ia juga tetap memperoleh pahala shalat berjamaah dengan niatnya. Begitu pula halnya apabila ia mendapatkan jamaah telah selesai shalat, ia juga memperoleh pahala berjamaah dengan niatnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam banyak hadis bahwa orang yang meniatkan kebajikan namun ia tidak mampu melakukannya, maka ia akan memperoleh pahala seperti orang yang melakukannya. (HR Abu Dawud dan an-Nasa-i. Disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud)

Satu rakaat dapat diperoleh dengan sekedar mendapatkan rukuk, menurut pendapat yang benar, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَدْرَكَ الرُّكُوعَ، فَقَدْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ

Barangsiapa mendapatkan rukuk, maka ia telah mendapatkan satu rakaat.” (HR Abu Dawud. Dihasankan oleh Syekh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud)

Juga berdasarkan hadis yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Bakrah, dimana ia datang ke masjid saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang rukuk. Maka ia pun melakukan rukuk sebelum sampai di saf. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh mengulangi rakaat tersebut. (HR al-Bukhari) Ini menunjukkan bahwa rakaat yang dilakukan Abu Bakrah dengan hanya mendapatkan rukuk dianggap sah.

Apabila seseorang mendapati imam dalam keadaan rukuk, maka hendaklah ia melakukan takbiratul ihram dalam posisi berdiri, kemudian rukuk bersama imam dengan bertakbir sekali lagi. Itulah cara terbaik. Namun, apabila ia melakukan takbiratul ihram saja tanpa takbir rukuk, itu sudah sah. Takbiratul ihram harus dilakukan dalam posisi berdiri. Adapun takbir rukuk, lebih baik dilakukan sesudah takbiratul ihram, yaitu sesudah berdiri tegak dan akan melakukan rukuk.

Orang yang masbuk jika ia mendapati imam dalam keadaan apa pun dalam shalat berjamaah, maka ia harus mengikuti imam tersebut, berdasarkan hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan lainnya,

إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ، فَاسْجُدُوا وَلَا تَعُدُّوهَا شَيْئًا

Jika kalian mendatangi shalat berjamaah sementara kami sedang sujud, maka sujudlah bersama kami, namun rakaat tersebut jangan dihitung.” (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud)

Apabila imam telah melakukan salam kedua, maka orang yang masbuk harus melakukan sisa bagian shalat yang tertinggal. Hendaklah ia tidak bangkit sebelum salam kedua.

Berdasarkan pendapat yang benar, saat orang yang masbuk mendapatkan gerakan bersama imam, maka itulah awal shalatnya secara berjamaah. Adapun yang ia lakukan sesudah imam salam adalah akhir kebersamaannya bersama jamaah. Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Dan sempurnakanlah bagian yang kalian lewatkan.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Ini adalah riwayat mayoritas perawi hadis tersebut. Menyempurnakan sesuatu tidak mungkin terjadi kecuali setelah bagian awalnya mendahului (bagian yang setelahnya). Sementara riwayat yang berbunyi,

وَمَا فَاتَكُمْ فَاقْضُوْا

Dan kadalah bagian yang kalian lewatkan.”  (Diriwayatkan oleh an-Nasa-i. Disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahiihah)

tidak berlawanan dengan riwayat, ‘sempurnakanlah,’ karena yang dimaksudkan dengan mengkada di sini adalah melakukannya. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala:

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ

Dan apabila shalat telah dikada (diselesaikan)…” (QS al-Jumu’ah: 10)

Juga firman Allah Ta’ala:

فَاِذَا قَضَيْتُمْ مَّنَاسِكَكُمْ

Dan apabila kalian telah mengkada (menyelesaikan) manasik kalian…” (QS al-Baqarah: 200)

Maka kata ‘kadalah’ diartikan dengan laksanakanlah dan selesaikanlah. Wallaahu a’lam.

Baca juga: MAKMUM YANG MASBUK BERARTI SHALAT SENDIRI SETELAH IMAM SALAM

(Syekh Dr Shalih bin Fauzan al-Fauzan)

Fikih